Bawang bombai

spesies tanaman
(Dialihkan dari Bawang Bombay)

Bawang bombai (Latin: Allium Cepa Linnaeus) adalah jenis bawang yang paling banyak dan luas dibudidayakan, dipakai sebagai bumbu maupun bahan masakan, berbentuk bulat besar dan berdaging tebal.[1]

Bawang bombai
Bawang bombai
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Monokotil
Ordo: Asparagales
Famili: Amaryllidaceae
Subfamili: Allioideae
Genus: Allium
Subgenus: A. subg. Cepa
Spesies:
A. cepa
Nama binomial
Allium cepa

Bawang bombai biasa digunakan dalam memasak makanan di Indonesia, tidak hanya digunakan sebagai hiasan tetapi juga bagian dari masakan karena bentuknya yang besar dan tebal dagingnya.[2] Disebut bawang bombai karena dibawa oleh pedagang-pedagang yang berasal dari kota Bombai (Mumbai sekarang) di India ke Indonesia.[2]

Asal-usul

sunting

Ditengarai bawang bombai berasal dari Asia Tengah, kemungkinan Palestina, lalu menyebar ke Eropa dan India, dan masuk dibawa oleh para pedagang dari sana.[3] Kemungkinan besar bawang bombai masuk ke Indonesia seiring masuknya para pedagang dari India atau penjajah dari Belanda. Orang Belanda pernah mencoba membudidayakan bawang bombai di Padang, tetapi terhitung gagal.[3] Tanah yang lebih cocok ditengarai di Karo karena terbukti hasilnya sangat memuaskan.[3] Penggunaannya di Indonesia pada awalnya populer dipakai pada masakan Cina dan Eropa, namun belakangan banyak makanan Indonesia yang mempergunakannya.[3]

Karakteristik

sunting

Bawang bombai memiliki aroma yang khas bila dibanding dengan bawang merah biasa, umbinya terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan bersatu.[2] Pohonnya tumbuh tegak ke atas, akarnya serabut dan tidak terlalu panjang (±10c), daunnya bebentuk seperti pipa namun pipih berwarna hijau tua dan berukuran lebih besar dibanding daun bawang merah biasa.[3] Batang semunya merupakan pelepah daun dan menimbulkan jejak cincin-cincin, pangkal pelepahnya melebar dan menebal membentuk bengkakan besar yang berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan, bengkakan itu sendiri adalah umbi bawang.[3]

Pada bagian pangkal umbi terdapat batang rudimenter yang menyerupai cakram yang merupakan bawang yang sebenarnya.[3] Bunganya majemuk dan berbentuk lingkaran bulat dengan tangkai bunga besar, kuat serta besar di bagian bawah.[3] Pada ujung tangkai bunga kadang-kadang berbentuk umbi-umbi kecil yang dapat juga dimanfaatkan sebagai bibit.[3] Bunga bawang bombai dapat juga berbentuk biji yang cukup dengan warna hitam.[3]

Budi daya

sunting

Bawang bombai cocok ditanam di daerah pesisir dengan suhu 18-20 °C.[4] Penyinaran sinar matahai panjang hingga 14 jam sehari.[4] Ketinggian tempatnya ideal 800 meter di atas permukaan laut.[4] Ada pun yang mengatakan ketinggiannya harus di atas 2000 m dpl.[3] Tanah gembur mengandung keasaman antara 5,5-6,5 pH dengan drainase yang baik menjadi syarat utama supaya tidak membuat umbi bawang membusuk karena terendam air.[4] Pilihlah bawang dengan ukuran 10-20/umbi, diperlukan 1500–2000 kg, atau ± 90.000 umbi untuk satu hektar.[4]

Tanah perlu disiangi dari rumput liar, dicangkul hingga gembur dan diberi pupuk kandang ±10-20 ton/hektar.[4] Bawang bombai paling baik ditanam pada awal musim kemarau, di Indonesia kira-kira bulan Mei/Juni - Agustus/September.[4] Bawang bombai sebaiknya ditanam di tanah yang gembur dengan kelembaban yang cukup (disiram sehari sebelum tanam).[4] Bersamaan dengan waktu tanam, berikan campuran pupuk N, P, dan K (NPK) dengan perbandingan 15:15:15 dengan dosis 150 kg per hektar.[4] Atau dapat juga diganti dengan pupuk KCI dengan jumlah 325 kg per hektar.[4] Pupuk tersebut dicampur dengan tanah.[4] Pupuk lainnya diberikan secara susulan.[4] Di atas bedeng yang hendak ditanami, tentukan jarak tanam dengan menggunakan tali, ajir dan bilah pelarik dengan jarak 20x30 atau 40x30 cm.[4] Tanamkan bibit bawang bombai satu per satu bagian siung masuk ke dalam tanah dengan posisi siung di atas.[4] Siram lagi sampai kelembabannya cukup.[4]

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara menyulaminya pada usia 7 hari setelah tanam dengan cara mengganti bibit yang busuk dengan yang baik.[4] Lakukan pengairan dengan cara digenangi air dan dikurangi secara periodik supaya umbi tidak membusuk.[4] Dosis pupuk 100–120 kg N, 150 kg P2O5 dan 100 K2O per hektar atau setara dengan 222–267 kg Urea atau 476–571 kg Za _ 489 kg TSP _ 271 kg KCI per hektar.[4] Pemberian pupuk dilakukan dua kali, yaitu pada umur 2 Minggu setelah tanam pupuk TSP dan KCI serta setengah dosis pupuk Urea dan ZA; kemudian diulang pada umur 4 Minggu setelah tanam berupa pupu Urea atau Za setengah dosis sisanya.[4] Pemberian pupuk dilarikan di antara barisan tanaman, ditugalkan dan ditutupi tanah.[4]

Manfaat

sunting
 
tabel perbandingan kandungan senyawa dalam bawang

Kandungan nutrisi dalam bawang dapat dilihat dan dibandingkan dengan bawang merah biasa dan bawang putih pada tabel.[4]

Penggunaan terbesar adalah untuk bahan dan bumbu masakan.[5] Khasiat bawang bombai sangat banyak, yaitu antioksidan alami, mampu menekan efek sinogenik dari senyawa radikal bebas.[5] Fungi pada umumnya adalah memperkecil risiko penyakit degeneratif seperti kanker kolon.[5]

Bawang bombai juga dipakai secara umum untuk menyembuhkan berbagai penyakit pencernakan, flu, kembung, mual, maag, disentri, dan membunuh cacing dalam perut.[5] Sifat senyawa bawang bombai bersifat hipolipidemik, yaitu dapat menurunkan kadar kolesterol darah.[5] Mengkonsumsi satu siung dapat meningkatkan kadar kolesterol 'baik' sebesar 30%.[5] Manfaat lainnya, dapat menyembuhkan penyakit radang hati, radang sendi, radang tonsil, radang pada tenggorokan, serta radang telinga.[5]

Referensi

sunting
  1. ^ Brewster, James L. (1994). Onions and other vegetable alliums (edisi ke-1). Wallingford, UK: CAB International. hlm. 16. ISBN 0-85198-753-2. 
  2. ^ a b c (Indonesia) Yati Supriyati, Ersi Herliana., Bertanam 15 Sayuran Organik dalam Pot, Jakarta: Penebar Swadaya, 2010, Hal. 55
  3. ^ a b c d e f g h i j k (Indonesia) Singgih Widodo., Budidaya Bawang dan Bombay, Jakarta: Penebar Swadaya, 2007, Hal. 136-160
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u (Indonesia) Rahmat Rukmana., BAWANG MERAH, Budi Daya & Pengolahan Pascapanen, Yogyakarta: Kanisius, Hal. 29-35
  5. ^ a b c d e f g (Indonesia) Khasiat Bawang Merah, Yogyakarta: Kanisius, 2007