Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul

desa di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta

Bejiharjo (bahasa Jawa: Bèjiharja) adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelum ada jalan lingkar utara kawasan perkotaan Wonosari, Desa Bejiharjo boleh dikatakan sebagai salah satu desa pedalaman. Karena tidak berada di jalur utama jalan antar kecamatan. Jalan menuju desa tersebut sebelumnya hanya berupa jalan tanah atau perkerasan batu. Baru mulai era 90-an dibangun jalan aspal, yang menghubungkan desa tersebut dengan wilayah Kota Wonosari dan jalur menuju poros jalan utama Wonosari – Karangmojo.

Bejiharjo
Negara Indonesia
ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta
KabupatenGunungkidul
KecamatanKarangmojo
Kode Kemendagri34.03.09.2001 Edit nilai pada Wikidata
Peta
Peta
Peta
Peta
Koordinat:


Balai Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul

Secara administratif, desa yang memiliki luas 2.200 ha ini masuk dalam wilayah administratif Kecamatan Karangmojo. Sekitar 25% wilayah desa ini berupa hutan negara dengan tanaman kayu putih. Hutan negara tersebut berada di bagian utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Nglipar.

Desa ini sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani ladang tadah hujan. Hanya sebagian kecil sebagai petani sawah beririgasi teknis. Sebagian dari warga desa ini juga terkenal sebagai pekerja migran (beboro ke kota). Mereka bekerja di berbagai sektor formal maupun informal ke berbagai kota, seperti: Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Bandung, Jakarta, Surabaya, dan beberapa merantau ke luar Jawa.

Sebagian warga dari dari Dusun Grogol, Karangtengah, Karanglor, Gelaran, Gunungbang, dan Sokoliman dikenal sebagai pekerja gigih di jasa kuliner. Jaringan bisnis kuliner warga beboro dari desa ini utamanya berupa bakso, soto, dan bakmi Jawa. Bisnis mereka memang menguasai pasar, utamanya di Kota Jogjakarta. Beberapa kuliner yang cukup terkenal di Kota Yogyakarta, seperti Bakso Baskom, Bakso Pak Pri Karangmalang, Bakso Jawi, Bakmi Mbah Gito, baik pengusaha maupun sebagian besar pekerjanya berasal dari desa ini.

Sebagai bagian dari zone Ledok Wonosari, lahan pertanian di desa ini relatif subur, meskipun merupakan lahan pertanian tanah kering. Bagian kecil lahan pertanian di Dusun Gelaran diusahakan sebagai persawahan beririgasi teknis. Irigasi tersebut memanfaatkan air sungai bawah tanah yang menyembul ke permukaan yang dikenal dengan nama Sumber Banyumata, atau lebih populer dikenal sebagai Goa Pindul.

Warga Desa Bejiharjo juga dikenal sebagai masyarakat agraris tradisional. Di sela-sela kegiatan pertanian yang dilakukan, masyarakat di desa ini juga masih melestarikan aneka ragam tradisi agraris seperti: Bersih Kali, Bersih Desa atau Rasulan, Gumbregan, Ruwahan, dan lain sebagainya. Aneka kegiatan terkait dengan tradisi dan kesenian juga masih dilestarikan oleh perkumpulan-perkumpulan warga di setiap dusun, seperti: sepelan (kelompok latihan klenengan), reog, doger dan jathilan, dan aneka seni tradisi lainnya.

Kecintaan warga desa terhadap tradisi agraris tampaknya telah terbangun dalam rentang waktu yang lama. Adanya Situs Megalitikum di Sokoliman dan Gunung Bang, terawatnya sumber-sumber air/belik/kali yang tersebar di beberapa dusun, dan juga warisan Wayang Beber Remeng Mangunjaya yang berada di Dusun Gelaran menjadi jejak sejarah perkembangan masyarakat desa ini.

Dari desa ini juga muncul para pegiat seni dan budaya yang berpangkal dari seni dan budaya klasik atau tradisional. Tak heran apabila predikat Desa Budaya telah disematkan oleh Pemda DIY sejak tahun 1995, melalui Surat Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 325/KPTS/1995 tentang Penetapan 32 Desa sebagai Desa Bina Budaya.

Beberapa warga desa ini juga telah sejak lama menjadi pelaku aneka kerajinan tangan, seperti: industri blangkon dan asesoris pakaian yang mereka pasok ke para pedagang di Kota Jogja dan Surakarta. Sebagian lagi menjadi pelaku aneka camilan makanan tradisional, seperti: kripik singkong, kripik pisang, dan gatot tiwul. Beberapa warga juga ada yang mengusahakan penambangan batu putih secara tradisional. Produknya berupa batuan bahan bangunan, batuan untuk tegel, giring, dan juga batuan bahan dasar kerajinan yang biasanya dijual ke Pulau Bali.

Menurut para sesepuh desa yang telah merunut sejarah Desa Bejiharjo, sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, sebenarnya telah ada pemerintahan tingkat desa. Pada waktu itu, terdapat 3 pemerintahan kelurahan, yaitu: 1) Kelurahan Kulwo, terdiri dari 6 Padukuhan yakni: Kulwo, Ngringin, Gunungsari, Seropan, Gunungbang, dan Sokoliman dengan Lurah Mangun Utomo. 2) Kelurahan Banyubening, terdiri dari 7 Padukuhan, yakni: Banyubening, Karangmojo, Kedunggupit, Karanglor, Bulu, Bonjing, dan Gelaran dengan Lurah Hardjo Sutaso. 3) Kalurahan Grogol, terdiri dari 6 Padukuhan, yakni: Grogol I, Grogol II, Grogol III, Grogol IV, Grogol V dan Grogol VI dengan Lurah Sastro Tukidjo.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, para sesepuh 3 Kelurahan, yaitu Lurah, Carik dan beberapa tokoh pemuda merintis penggabungan ke-3 menjadi 1 kelurahan. Melalui kesepakatan yang bulat dengan mengesampingkan kelebihan-kelebihan dari kelurahan masing-masing, dijiwai oleh semangat persatuan dan kesatuan untuk membawa masyarakat yang makmur yang kerta raharjo leburlah 3 kelurahan tersebut dalam 1 kelurahan bernama Desa Bejiharjo.

Bermodal penduduk yang banyak, wilayah yang cukup luas dengan sumber daya alam yang sangat mendukung terutama air. Air dan sumber air yang sangat banyak seperti Kali Oya, sumur-sumur dan sumber air antara lain sumber di Grogol, Sumber Mudal di Ngringin, Sumber Beji Kulwo, Sumber Gedhong, Sumber Banyumata di Gelaran, Sumur Gedhe dan Sumur Cilik di Sokoliman, Kali Emplek di Grogol II, Sumilih di Karangmojo, Kali Bulu di Bulu, Kedunggupit di Karangmojo, Kali Gunungbang di Gunungbang, Sumber Jebul, Kali Selang dan Beji di Banyubening.

Sumber-sumber air tersebut dimaknai sebagai Beji yang diharapkan akan membawa wilayah dan warganya menjadi subur, makmur, dan kerta raharjo, maka dipilihlah nama kelurahan gabungan itu Bejiharjo.

Kajian dari tim penelusur Hari Jadi Bejiharjo pada tahun 2013, diketahui bahwa Kelurahan Bejiharjo mulai melaksanakan pemerintahan pada hari Selasa tanggal 11 Juni 1946 bertepatan dengan tanggal 11 Rejeb 1877 Ji atau taggal 11 Rajab 1365 H. Hari Jadi Bejiharjo tanggal 11 Juni 1946 ditetapkan dengan Peraturan Desa Bejiharjo Nomor 01 Tahun 2013 tanggal 8 Maret 2013.

Sejak itu Kelurahan Bejiharjo terdiri dari 20 Padukuhan yaitu Grogol I sampai dengan Grogol VI, Gunungsari, Kulwo, Ngringin, Banyubening I, Banyubening II, Karangmojo, Karanglor, Bulu, Gelaran I, Gelaran II, Gunungbang, Seropan, Sokoliman I dan Sokoliman II. Lurah atau Kepala Desa yang memimpin Bejiharjo sejak berdirinya sampai dengan sekarang adalah: Djojo Deksono (1946 – 1949), Hardjo Sutaso (1949 – 1964), Suprijo (1964 – 1965), Luwarjana (1966 – 1996), Tukardjo (1996 – 2004), Yanto (2004 – 2014), Yanto (2015 – 2021).

Diluar bidang seni dan budaya, potensi desa yang saat ini berkembang pesat adalah wisata minat khusus, berupa wisata susur Goa Pindul dan wisata susur Sungai Oya. Sungai Oya yang merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Gunungkidul juga membelah wilayah desa ini. Geliat perekonomian masyarakat setempat, khususnya yang ada di Dusun Gelaran dan sekitarnya tampak cukup berkembang pesat dengan adanya destinasi wisata minat khusus yang masih menjadi salah satu andalan wisata Kabupaten Gunungkidul.

Referensi

sunting