Benteng Tiworo
Benteng Tiworo adalah salah satu bentuk peninggalan bersejarah dari Kerajaan Tiworo. Bentuk dan keindahan dari benteng ini masih dapat kita saksikan hingga saat ini. Benteng Tiworo terletak di Kelurahan Waumere, Kecamatan Tiworo Kepulauan, Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara.
Benteng Tiworo terbuat dari batu-batu kecil dan besar yang tersusun rapi, dan berdiri kokoh di pusat Kota Kecamatan Tiworo Kepulauan. Tingginya bervariasi, antara tiga sampai empat meter. Benteng ini memiliki luas kurang lebih dua hektar. Lokasi ini menjadi pusat dari pemerintahan Kerajaan Tiworo. Hingga kini lokasi Benteng Tiworopun masih disaklarkan, meski bentuk aslinya telah mengalami perubahan.[1]
Sejarah
suntingMenurut sejarah, Benteng Tiworo dibangun pada abad XVI oleh Raja Muna yaitu La Ode Asmana. Pembuatan Benteng ini dari bahan batu yang diangkat masyarakat dengan cara berjejer sepanjang 150 kilometer. Batu-batu yang digunakan untuk membuat Benteng Tiworo didatangkan dari Lokawoghe yang terletak di bagian Desa Tongkuno lama. Konon katanya benteng ini dibuat hanya dalam waktu satu malam, oleh para pekerja yang belum mengenal rasa berat dan ringan. Untuk mengangkat batu yang akan digunakan membnangun benteng, para pekerja melapisi tangan mereka menggunakan kain sutera.Pada saat pembangunan Benteng Tiworo, pemerintahan telah berjalan. Namun belum terbentuk kino melainkan kestabilan, baru setelah itu ada penunjukan pimpinan.[2]
Selain Benteng Tiworo, di Tiworo juga terdapat benteng lain yang letaknya masih berada dalam kompleks Benteng Tiworo yaitu Benteng Waobu. Selain itu, di tengah-tengah Benteng Tiworo, berdiri sebuah mesjid bernama mesjid Sangia Bharakati. Mesjid ini dibangun jauh sebelum Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1469. Mesjid ini dibangun oleh Raja Tiworo yang bernama Sangia Bharakati atau La Ode Asmana.[3]
Pada zaman dahulu, Benteng Tiworo digunakan sebagai tempat pemerintahan dan pertahanan. Pusat pertahan benteng ini terletak di bagian timur. Pada saat terjadi peperangan di daerah Tiworo, yang melakukan peperangan tersebut adalah sesama orang Muna dan bukan orang Muna dengan orang Belanda. Kerajaan dari Benteng Tiworo sendiri tidak pernah diserang oleh tentara sekutu.
Selain sebagai kubu pertahanan, Benteng Tiworo ini juga berperan sebagai tempat pelantikan Raja. Raja yang terakhir dilantik di benteng ini adalah La ode Sampaga.
Pada saat ini, benteng ini berfungsi sebagai sistem sejarah sekaligus sebagai tempat wisata "Benteng Tiworo" dengan nama Tiworo. Tiworo adalah simbol dalam pemerintahan yang memiliki makna untuk menghimbau masyarakatnya agar tetap ada pada satu arah.[2]
Referensi
sunting- ^ "Home". Rakyat Sultra Online. Diakses tanggal 2020-03-07.[pranala nonaktif permanen]
- ^ a b "Benteng Tiworo Sulawesi Tenggara". Informasi Situs Budaya Indonesia. 2018-03-13. Diakses tanggal 2020-03-07.[pranala nonaktif permanen]
- ^ "ZonaSultra.com | Akses Tanpa batas - Berita Sultra". Diakses tanggal 2020-03-07.