Bi Nang Ti

(Dialihkan dari Bi nang ti)

Bi Nang Ti merupakan seorang putri dari Campa (putri Cempo), putri dari Bi Nang Un dan Na Li Ni. Bi Nang Ti kemudian di peristri oleh Pangeran Badranala, seorang putra mahkota dari Kerajaan Lasem, sebuah kerajaan otonom dari Kerajaan Majapahit. Mereka berputra Pangeran Wirabajra dan Pangeran Santibadra. Ketika ia diperistri oleh putra Raja Lasem, ia memiliki nama Jawa, yaitu Putri Cempo Winarti Kusumawardani.

Menetap di Nusantara sunting

Rombongan ekspedisi dari Laksamana Cheng Ho tiba di Nusantara dan singgah di Kerajaan Lasem dan diterima dengan hangat oleh Raja Lasem pada waktu itu, Pangeran Badranala. Salah seorang awak kapalnya bernama Bi Nang Un memilih untuk menetap di Kerajaan Lasem dan dipersilakan oleh Raja Lasem, asalkan mau mengenalkan budayanya serta membawa benda-benda dari Negeri Campa. Ia pun akhirnya pergi ke Campa dan ke Lasem dengan membawa istrinya serta kedua anaknya yang masih kecil ke Lasem, dengan membawa sepasang Merak Campa berbulu biru, ayam Campa, tanaman delima, mangga blungkow (pelem blungo), padi Campa klewer, ketan hitam, tebu Limpow, serta orang-orang Campa yang pandai berkesenian. Mereka diberi tanah di selatan Sungai Kemendhung dekat taman Banjarmlathi (sekarang merupakan daerah Sumbergirang, Jolotundo dan Karangturi).

Seni Budaya Berkembang Pesat sunting

Setelah Putri Cempo Bi Nang Ti dewasa, ia sering mengajari warga-warganya menari, membatik, dan berkesenian lainnya. Dari dia lah, terlahir BATIK LASEM yang merupakan Batik Pesisiran yang banyak mengandung motif-motif berunsur Jawa Pesisiran Lasem, Campa, dan Tiongkok. Kesenian Lasem semakin berkembang pesat setelah ia dan kakak laki-lakinya (Bi Nang Na) menikah dengan orang Lasem. Pangeran Bi Nang Na mahir dalam hal gending dan kidung. Ia memadukan seni gamelan gaya Campa dan gaya Majapahit, ia menamainya Gagrag Lasem. Pathet Lasem, Suluk Lasem, Srepeg Lasem dan Sampak Lasem, itu semua dikarang oleh Pangeran Bi Nang Na di bumi Ketandhan, Lasem. Karena ia mahir dalam seni karawitan, masyarakat Jawa menyebutnya Mpu Winarna. Pada saat itu, beberapa kesenian yang berkembang pesat di Kerajaan Lasem adalah seni karawitan, seni tari, seni batik, seni kriya, dll, yang merupakan perpaduan budaya Jawa dan Campa.

Wafat sunting

Pada usia 53 tahun, dia menjadi seorang Pamong Agung Agama Buddha Sakyamuni di Pasraman Banjarmlathi Lasem. Pada usia 57 tahun tepatnya pada tahun syaka 1389 dia wafat dan abu jenazahnya disemayamkan di bukit Regol sekitar daerah Bonang, Lasem.