Bidadari Bumi: 9 Kisah Wanita Salehah adalah buku pertama[4] karya Halimah Alaydrus yang pertama kali terbit pada tahun 2009.[1] Buku ini berkisah tentang wanita-wanita mulia untuk menjadi teladan dalam kehidupan.[5] Penulis menghadirkan kisah pengalaman suka dukanya selama belajar di kota Tarim, Hadramaut, Yaman, saat ia berjumpa satu persatu dengan tokoh-tokoh yang diceritakannya.[5] Menurut penulis, membacanya seolah berhadapan langsung dengan mereka, dan serasa ikut serta memetik pelajaran yang sangat berharga.[5] Penulisnya, dengan nama pena Halimah Alaydrus, atau Ustadzah Halimah Alaydrus adalah seorang ulama wanita yang telah melahirkan beberapa buku, diantaranya Bidadari Bumi, Pilar Cahaya, Tutur Hati, dan lainnya.[6] Ustadzah Halimah Alaydrus, wanita kelahiran IndramayuJawa Barat menempuh pendidikan formalnya di beberapa pesantren seperti Darulluhah wadda'wah di Bangil, PasuruanJawa Timur, kemudian at-Tauhidiyah Tegal, Pondok Pesantren al-Anwar Sarang, Rembang dan terakahir di Daruz Zahro Tarim, Hadramaut, Yaman.[4] Di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ada tema 'Bidadari Bumi' dalam kajian muslimah diselenggarakan rutin setiap 2 bulan sekali dengan pembicara Ustadzah Halimah Alaydrus.[7] Di Malaysia, Ustadzah Halimah Alaydrus pernah muncul beberapa kali di radio IKIM, Forum Muslimat di Masjid Wilayah pada tahun 2014 dan 2015 dan mendapat sambutan yang sangat luar biasa daripada muslimat sekitar Lembah Klang.[8]
Ada cerita menarik tentang keistimewaan perempuan Tarim, Hadramaut, Yaman dalam buku ‘Bidadari Bumi: 9 Kisah Wanita Sholehah’ karya Ustazah Halimah Al-Alaydrus.[9] Perempuan Tarim sudah terbiasa sejak kecil dibesarkan dalam lingkungan beragama yang dekat dengan ulama, majelis ilmu, maulid dan sebagainya.[9] Sejak kecil mereka dididik untuk membaca Alquran oleh orang tua mereka, terdidik dengan akhlak yang mulia.[9] Pergaulan mereka terjaga, begitu juga aurat mereka, bagi mereka setelah mencapai umur baligh, tempat mereka adalah di dalam rumah, mereka tidak pernah melihat lelaki asing selain dari saudara-saudara lelaki dan orang tua mereka saja.[9]
Secara umum wanita Hadramaut tidak berbeda dengan wanita muslimah lainnya, mereka belajar, mengerjakan berbagai kegiatan rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak-anak mereka, bahkan kadang kondisi mereka juga keluar rumah, namun yang membedakan wanita Hadramaut dari dulu hingga sekarang adalah sifat iffah (harga diri) dan rasa malu yang begitu tinggi.[10] Mereka dibesarkan dengan tidak mengenal musik, tidak mengenal kebiadaban dan tidak kenal wajah orang fasiq.[9] Perbincangan mereka adalah perbincangan tentang majlis-majlis ilmu, Alquran, adab, akhlak, tasawwuf dan seumpamanya, begitulah keadaan mereka dibesarkan.[9] Di Tarim sangat sulit ditemui kaum perempuan memperlihatkan wajahnya di khalayak ramai, sekalipun mereka bekerja di ladang atau mengembala kambing kawasan kering bukit, mereka tetap jauh dari pandangan kaum lelaki dan perempuan Tarim tetap memakai niqab/berpurdah hitam.[9]
^ abcd"Bidadari Bumi". wafaproduction.com (dalam bahasa Melayu). Diakses tanggal 2018-06-03.
^ abLihat bagian Tentang Penulis; Dalam Alaydrus, Halimah (2015). Aisya, ed. Bidadari bumi : 9 kisah wanita salehah (dalam bahasa Melayu). Jakarta: Wafa Production. ISBN978-602-95122-0-5. OCLC686899499..
^ abcAlaydrus, Halimah. "Bidadari Bumi". Goodreads. Diakses tanggal 2018-06-03.
^Al-Qodri, Hamid Ja'far (2017). Zahra, Ummu, ed. Kisah dan hikmah wanita hadramaut : kisah-kisah inspiratif bagi wanita muslimah dalam menjalani hidup dan keseharian. Jakarta: Nurani Publishing. hlm. 26. ISBN978-979-19057-3-2..
Alaydrus, Halimah (2015). Aisya, ed. Bidadari bumi : 9 kisah wanita salehah (dalam bahasa Melayu). Jakarta: Wafa Production. ISBN978-602-95122-0-5. OCLC686899499.
Al-Qodri, Hamid Ja'far (2017). Zahra, Ummu, ed. Kisah dan hikmah wanita hadramaut : kisah-kisah inspiratif bagi wanita muslimah dalam menjalani hidup dan keseharian. Jakarta: Nurani Publishing. ISBN978-979-19057-3-2.