Buah sulung

(Dialihkan dari Buah Sulung)

Buah sulung (bahasa Inggris: First Fruits) adalah suatu persembahan agamawi yang berupa hasil panen pertama dari pertanian. Dalam agama-agama dan budaya Yunani, Romawi, Ibrani (Yudaisme), dan Kristen, buah sulung diberikan kepada para pemimpin agama atau "imam" untuk dipersembahkan kepada para dewa atau Allah. Buah sulung sering kali merupakan sumber penghasilan utama bagi para pemimpin agama dan pemeliharaan rumah ibadah. Sejak tahun 1966 suatu perayaan unik "First Fruits" (= "Buah sulung") mengenang festival panen kuno dari Afrika yang menjadi Hari Besar untuk orang Amerika-Afrika, yang disebut hari Kwanzaa.

"Fruit Basket" (Keranjang buah-buahan) lukisan Balthasar van der Ast).

Ibrani/Yahudi

sunting
 
Ilustrasi yang dibuat berdasarkan Ulangan 26:1-11 tentang orang Israel yang mempersembahkan hasil panen pertama kepada Tuhan.

Buah sulung adalah salah satu dari kurban yang dipersembahkan oleh bangsa Israel.[1] Istilah buah sulung berasal dari dunia pertanian.[2] Orang-orang Yahudi memakai istilah ini untuk menunjuk pada hasil pertama dari setiap panen yang hendak dipersembahkan kepada Allah.[2] Buah sulung mewakili bahwa seluruh hasil panen nantinya akan dikumpulkan dan dibawa ke lumbung.[2] Buah sulung menjadi simbol hasil terbaik dari panen. Biasanya buah sulung dibawa sebagai persembahan pada setiap peristiwa perayaan Mingguan dan perayaan panen.[1] Dalam Alkitab khusunya di Kitab Ulangan pasal 16 ayat 1-11 terdapat pengakuan iman dari orang-orang Israel saat mereka mempersembahkan buah sulungnya di Bait Suci.[1] Dengan mempersembahkan buah sulung, maka ini menjadi tanda pengucapan syukur dan ketergantungan pada Tuhan.[1] Sebagian dari buah sulung diberikan juga kepada imam sebagai penghidupan mereka.[1] Dalam Kitab Yeremia, Israel kemudian disebut sebagai buah sulung dari panen yang dilakukan Tuhan.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f (Indonesia) Philip King, Lawrence E.Stager . 2010. Kehidupan Orang Israel Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 409.
  2. ^ a b c (Indonesia) Ulrich Beyer. 2009. Garis-garis Besar Eskatologi dalam Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.29.