Mesiu

bahan peledak lambat; KNO3+S+C
(Dialihkan dari Bubuk meriam)

Mesiu atau bubuk mesiu adalah bahan peledak yang terbuat dari campuran belerang, arang, dan kalium nitrat, yang membakar sangat cepat dan bahan pendorong pada senjata api dan kembang api.

Bubuk hitam modern.

Mesiu diklasifikasikan sebagai bahan peledak yang lemah karena daya ledaknya yang rendah.[1] Ledakan yang dihasilkannya membuat gelombang subsonik, bukan gelombang supersonik seperti yang dihasilkan oleh bahan peledak kuat. Pergerakan gas yang dihasilkan oleh ledakan mesiu menghasilkan tekanan yang cukup untuk menembakkan peluru, tetapi tidak akan menghancurkan laras.

Sejarah

sunting
 
Lukisan prajurit Mongol melempar bom ke samurai Jepang pada invasi Mongol ke Jepang, 1281.

Mesiu ditemukan oleh ahli alkimia Cina pada abad ke-9 ketika sedang mencoba membuat ramuan kehidupan abadi.[2] Penemuan mesiu diperkirakan adalah hasil dari percobaan-percobaan kimia selama berabad-abad.[3] Kalium nitrat sudah ditemukan oleh kebudayaan Cina pada pertengahan abad ke-1, dan banyak bukti bahwa penggunaannya dengan belerang banyak dipakai sebagai obat.[4] Sebuah tulisan tentang kimia dari Cina dari tahun 492 menuliskan bahwa kalium nitrat menghasilkan api ungu ketika dibakar, membuatnya dapat dikenali dan dipelajari lebih lanjut.[3]

Militer Cina mendengar tentang bahan peledak ini sehingga banyak di buatkan senjata (rocket dan meriam) dan senjata ledak (Granat dan Bom) untuk melawan Kekaisaran Mongol ketika Kekaisaran Mongol berusaha untuk menghancurkan dan merebut benteng kota di perbatasan Cina Utara. Setelah Kekaisaran Mongol menguasai Cina dan mendirikan Dinasti Yuan, mereka menggunakan teknologi mesiu Cina saat mencoba menginvasi Jepang. Selain itu mereka menggunakannya sebagai bahan bakar roket.

Pada abad ke-13, mesiu mulai dikenal oleh Eropa, Konstantinopel, dan Jepang melalui perdagangan jalur sutra. Pada tahun 1280, Al-Hasan Ar-Rammah dari Suriah menulis Book of Fighting on Horseback and with War Engines yang memperkenalkan sebuah roket yang disebutnya sebagai "panah Tiongkok". Satu dekade setelahnya, bangsa Arab menggunakan mesiu ini untuk kepentingan militer saat menginvasi kota Baza, Spanyol. Setahun setelahnya, tahun 1326, Florence, Italia memerintahkan pembuatan meriam dan bolanya. Dari Italia ini kemudian penyebarannya di Eropa meluas hingga pada tahun 1350-an, penggunaan mesiu di medan perang sangatlah umum.[5]

Di Asia Tenggara, invasi Mongol ke Jawa pada 1293 membawa teknologi mesiu ke kepulauan Nusantara dalam bentuk meriam (Bahasa China: 炮 — Pào).[6]:1–2[7][8]:244-245[9]:220 Meskipun pengetahuan membuat senjata berbasis mesiu telah diketahui setelah invasi Mongol ke Jawa yang gagal, dan pendahulu senjata api, meriam galah (bedil tombak), dicatat sebagai digunakan oleh Jawa pada tahun 1413,[10][11]:245 pengetahuan membuat senjata api sejati datang jauh kemudian, setelah pertengahan abad ke-15. Ia dibawa oleh negara-negara Islam di Asia Barat, kemungkinan besar oleh orang Arab. Tahun pengenalan yang tepat tidak diketahui, tetapi dapat dengan aman disimpulkan tidak lebih awal dari tahun 1460.[12]:23 Sebelum kedatangan Portugis di Asia Tenggara, penduduk asli sudah memiliki senjata api primitif, yaitu arquebus Jawa.[13][14] Pengaruh Portugis terhadap persenjataan lokal, khususnya setelah penaklukan Malaka (1511), menghasilkan senjata api matchlock tradisi campuran jenis baru, yaitu istinggar.[15][16]:53

Pemanenan saltpeter dicatat oleh para pelancong Belanda dan Jerman sebagai hal yang biasa bahkan di desa-desa terkecil dan dikumpulkan dari proses dekomposisi bukit-bukit kotoran besar yang secara khusus ditumpuk untuk tujuan tersebut. Hukuman Belanda karena memiliki mesiu yang tidak diizinkan tampaknya adalah amputasi.[17]:180-181 Kepemilikan dan pembuatan mesiu kemudian dilarang oleh penjajah kolonial Belanda.[18] Menurut kolonel McKenzie yang dikutip dalam buku Sir Thomas Stamford Raffles, The History of Java (1817), belerang paling murni dipasok dari kawah dari gunung dekat selat Bali.[17]:180-181

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ "Sistem Verifikasi Bahan Kimia Peledak". Balitbang Dephan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-26. 
  2. ^ Bhattacharya (in Buchanan 2006, hlm. 42) acknowledges that "most sources credit the Chinese with the discovery of gunpowder" though he himself disagrees.
  3. ^ a b Chase 2003
  4. ^ Buchanan. "Editor's Introduction: Setting the Context", in Buchanan 2006.
  5. ^ Lee, Silkroad Foundation, Adela C.Y. "Gun and Gunpower". www.silk-road.com. Diakses tanggal 2017-09-25. 
  6. ^ Schlegel, Gustaaf (1902). "On the Invention and Use of Fire-Arms and Gunpowder in China, Prior to the Arrival of European". T'oung Pao. 3: 1–11.
  7. ^ Lombard, Denys (1990). Le carrefour javanais. Essai d'histoire globale (The Javanese Crossroads: Towards a Global History) Vol. 2. Paris: Editions de l'Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales. Page 178.
  8. ^ Partington, J. R. (1999). A History of Greek Fire and Gunpowder (dalam bahasa Inggris). JHU Press. ISBN 978-0-8018-5954-0. 
  9. ^ Reid, Anthony (1993). Southeast Asia in the Age of Commerce, 1450-1680. Volume Two: Expansion and Crisis. New Haven and London: Yale University Press.
  10. ^ Mayers (1876). "Chinese explorations of the Indian Ocean during the fifteenth century". The China Review. IV: p. 178.
  11. ^ Manguin, Pierre-Yves (1976). "L'Artillerie legere nousantarienne: A propos de six canons conserves dans des collections portugaises". Arts Asiatiques. 32: 233–268. 
  12. ^ Crawfurd, John (1856). A Descriptive Dictionary of the Indian Islands and Adjacent Countries. Bradbury and Evans. 
  13. ^ Tiaoyuan, Li (1969). South Vietnamese Notes. Guangju Book Office. 
  14. ^ 调元 (Tiaoyuan), 李 (Li) (1777). 南越笔记 (South Vietnamese Notes). hlm. 268–269 – via Chinese Text Project. 
  15. ^ Andaya, L. Y. 1999. Interaction with the outside world and adaptation in Southeast Asian society 1500–1800. In The Cambridge history of southeast Asia. ed. Nicholas Tarling. Cambridge: Cambridge University Press, 345–401.
  16. ^ Hasbullah, Wan Mohd Dasuki Wan (September 2013). "Teknologi Istinggar Beberapa Ciri Fizikal dalam Aplikasi Teknikalnya". International Journal of the Malay World and Civilisation (IMAN). 1: 51–59. 
  17. ^ a b Raffles, Thomas Stamford (2010). A History of Java Volume 1 (edisi ke-[Repr.].). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-19-580347-1. 
  18. ^ Dipanegara, P.B.R. Carey, Babad Dipanagara: an account of the outbreak of the Java war, 1825–30 : the Surakarta court version of the Babad Dipanagara with translations into English and Indonesian volume 9: Council of the M.B.R.A.S. by Art Printing Works: 1981.

Daftar pustaka

sunting
  • Brown, G. I. (1998), The Big Bang: A History of Explosives, Sutton Publishing, ISBN 0-7509-1878-0 .
  • Buchanan, Brenda J., ed. (2006), Gunpowder, Explosives and the State: A Technological History, Aldershot: Ashgate, ISBN 0-7546-5259-9 .
  • Chase, Kenneth (2003), Firearms: A Global History to 1700, Cambridge University Press, ISBN 0521822742 .
  • Cocroft, Wayne (2000), Dangerous Energy: The archaeology of gunpowder and military explosives manufacture, Swindon: English Heritage, ISBN 1-85074-718-0 .

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting