Budaya Turki

Budaya sebuah negara

Budaya Turki memadukan sekumpulan unsur-unsur yang sangat beranekaragam yang telah diturunkan dari berbagai macam budaya Mediterania Timur (Asia Barat) dan Asia Tengah dan sedikit dipengaruhi oleh tradisi-tradisi Eropa Timur dan Kaukasus. Banyak dari tradisi-tradisi ini pada mulanya dibawa serta oleh Kesultanan Utsmaniyah, sebuah negara yang multi-etnis dan multi-agama.

Pada tahun-tahun permulaan republik, pemerintah menggelontorkan sejumlah besar sumber daya terhadap seni rupa seperti lukisan, ukiran, dan arsitektur. Ini dilakukan sebagai proses modernisasi dan penciptaan jatidiri kebudayaan. Karena adanya faktor-faktor kesejarahan yang berbeda-beda mendefinisi jatidiri bangsa Turki, budaya Turki memadukan upaya-upaya yang jelas akan modernisasi dan Westernisasi yang diterima secara bertahap sejak dasawarsa 1700-an, dengan keinginan yang serentak untuk memelihara nilai-nilai kesejarahan dan keagamaan tradisional.

Manusia sunting

 
Penggunaan topi bergaya Barat adalah aspek penting kelangsungan Modernisasi.

Budaya Turki telah berubah begitu pesat pada abad baru-baru ini. Kini, Turki barangkali satu-satunya negara yang menyandingkan budaya Timur dan Barat secara mencolok (berbarengan dengan banyak kompromi dan campuran antara kedua-duanya). Kesultanan Utsmaniyah adalah negara multi-etnis yang membolehkan manusia hadir di dalamnya tanpa saling bercampur dan dengan demikian memelihara keterpisahan jatidiri etnis dan agama di dalam kesultanan ini (meskipun dengan kelas penguasa Turki dan Eropa Selatan yang dominan). Pada masa kemunduran kesultanan setelah Perang Dunia I Republik Turki mengangkat pendekatan kesatuan, yang memaksakan semua budaya yang berbeda-beda di dalam batas-batas wilayah negara untuk saling bercampur-baur dengan tujuan menghasilkan jatidiri kebangsaan dan kebudayaan. Percampuran ini, alih-alih menghasilkan penyeragaman budaya, malahan menghasilkan banyak nuansa abu-abu sebagai budaya Muslim tradisional di Anatolia bertabrakan dengan modernitas kosmopolitan Istanbul dan dunia Barat yang lebih luas.

Perubahan politik, hukum, agama, budaya, sosial, dan kebijakan ekonomi dirancang untuk mengubah Republik Turki yang baru menjadi negara bangsa yang modern dan sekular. Perubahan ini diterapkan di bahwa kepemimpinan Mustafa Kemal Atatürk. Hasilnya, Turki adalah satu-satunya negara Islam yang paling bergaya barat.

Sastra sunting

 
Namık Kemal adalah seorang penyair, penulis novel, pengarang drama, sekaligus wartawan terkemuka Turki pada di Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke-19.
 
Karagöz dan Hacivat adalah karakter utama wayang Turki, diperkenalkan pada masa Kesultanan Utsmaniyah.

Sastra Turki adalah sekumpulan karya lisan dan tulisan yang disusun dalam bahasa Turki, dalam bentuk Utsmaniyah-nya atau dalam bentuk kesusastraan yang tidak begitu eksklusif, sebagaimana yang dipertuturkan di Republik Turki masa kini. Contoh-contoh tradisional untuk sastra rakyat Turki adalah kisah-kisah Karagöz dan Hacivat, Keloğlan, İncili Çavuş, dan Nasruddin, juga karya-karya penyair rakyat seperti Yunus Emre dan Âşık Veysel Şatıroğlu. Kitab Dede Korkut dan Wiracarita Köroğlu telah menjadi unsur-unsur utama dari tradisi wiracarita Turki di Anatolia berabad-abad lamanya.

Dua aliran utama Sastra Utsmaniyah adalah puisi dan prosa. Dari kedua-dua itu, Puisi Diwan Utsmaniyah, sebentuk seni perlambang dan diupacarakan, adalah aliran yang dominan. Sebagian besar puisi Diwan dalam bentuk aslinya berupa sajak lira: baik itu [1] ataupun kasidah. Meskipun demikian, terdapat aliran-aliran lain, terkhusus [pranala nonaktif permanen] (juga dieja sebagai mesnevî), yaitu sejenis romansa ksatria dan dengan demikian juga termasuk sebagai puisi naratif. Tradisi prosa Kesultanan Utsmaniyah aslinya bersifat non-fiksi; karena tradisi fiksi dibatasi hanya untuk puisi naratif.

Reformasi Tanzimat pada periode 1839–1876 membawa perubahan terhadap sastra tertulis Utsmaniyah, dan memperkenalkan aliran yang pada mulanya disebut sebagai aliran-aliran barat asing, terutama novel dan cerita pendek. Banyak penulis pada periode Tanzimat menulis secara sekaligus dalam beberapa aliran berbeda: misalnya, pujangga Nâmık Kemal juga menulis novel tahun 1876, berjudul İntibâh (kebangkitan), sedangkan wartawan Şinasi tercatat telah menulis naskah drama modern Turki pertama pada tahun 1860, komedi satu babak "Şair Evlenmesi" (Pernikahan Pujangga). Sebagian besar akar dari sastra Turki modern terbentuk pada tahun 1896 sampai 1923. Lebih luasnya, terdapat tiga pergerakan susastra utama pada periode ini, yaitu: pergerakan Edebiyyât-ı Cedîde (Sastra Baru); pergerakan Fecr-i Âtî (Fajar Masa Depan); dan pergerakan Millî Edebiyyât (Sastra Kebangsaan). Pergerakan Edebiyyât-ı Cedîde (Sastra Baru) bermula dengan didirikannya majalah Servet-i Fünûn (Kesejahteraan Ilmiah) pada tahun 1891, yang secara luas dikhususkan untuk kemajuan (kecerdasan dan ilmiah) bersama model Barat. Dengan demikian, usaha-usaha susastra majalah, di bawah arahan pujangga Tevfik Fikret, dirancang menuju penciptaan seni tinggi gaya barat di Turki.

Masakan sunting

 
Kopi Turki
 

Masakan Turki mewarisi Masakan Utsmaniyah yang dapat digambarkan sebagai perpaduan dan perbaikan Masakan Asia Tengah, Arab, Yunani, Armenia, dan Persia.[1] Masakan Turki juga mempengaruhi masakan-masakan ini dan masakan-masakan tetangga sekelilingnya, begitupun masakan-masakan Eropa Barat. Utsmaniyah menggabungkan berbagai macam tradisi kuliner di wilayah kekuasaannya dengan pengaruh dari Masakan Timur Tengah, berikut pula dengan unsur-unsur tradisional Turkik dari Asia Tengah, seperti yoghurt. Kesultanan Utsmaniyah tentu saja menciptakan serangkaian luas teknik pembuatan makanan khas. Dapat diamati bahwa berbagai wilayah Kesultanan Utsmaniyah mengikutsertakan serpihan dan potongan sajian Utsmaniyah yang demikian luas. Diambil secara keseluruhan, masakan Turki tidaklah seragam. Di samping makanan khas Turki yang dapat ditemukan di seluruh wilayah Turki, terdapat pula makanan khas kawasan-kawasan tertentu. Masakan di kawasan Laut Hitam, yaitu di utara Turki berbahan dasar jagung dan ikan teri. Kawasan tenggara, meliputi Urfa, Gaziantep dan Adana terkenal akan kebab-nya, meze dan hidangan penutup berbasis adonan (dough) seperti baklava, kadayıf dan künefe. Terkhusus di bagian barat Turki, kawasan melimpahnya tanaman zaitun, minyak zaitun adalah jenis minyak paling lazim yang digunakan untuk memasak.[2] Masakan-masakan di Kawasan Aegea, Marmara, dan Mediterania menampilkan sifat dasar Masakan Mediterania yang kaya akan sayuran, terna, dan ikan. Anatolia Tengah terkenal akan masakan khusus kue kering, seperti keşkek (kashkak), mantı (khususnya Kayseri) dan gözleme.

Nama makanan khas kadang-kadang mengambil nama kota atau kawasan (baik itu di Turki, ataupun di luar Turki). Ini memberi kesan bahwa sebuah hidangan adalah makanan khas daerah itu, atau dapat pula merujuk teknik atau bahan-bahan khusus yang digunakan di daerah itu. Misalnya, perbedaan antara kebab Urfa dan Adana adalah penggunaan bawang putih yang menggantikan bawang merah, dan banyak digunakannya cabai di dalam kebab tersebut.

Catatan dan referensi sunting

  1. ^ Nur Ilkin - Citarasa Masakan Turki
  2. ^ Masakan Etnik - Turki, oleh Terrie Wright Chrones[pranala nonaktif permanen]

Pranala luar sunting