Buddhisme Esoteris Indonesia

Buddhisme Esoteris Indonesia mengacu kepada tradisi Buddhisme Esoteris yang ditemukan di Nusantara di Jawa dan Sumatra sebelum 700 M, yang mendahului masuknya Buddhisme Esoteris di Tibet Raya dan wilayah Himalaya.

Garis silsilah tertentu di Indonesia dirujuk sebagai Mantrayana ("Jalan Mantra"). Mantrayana secara historis disebut dan terbukti dalam literatur Buddhis esoteris Jawa Kuno tertua yang masih ada. Mantrayana adalah perpanjangan dari Buddhisme Mahayana yang terdiri dari perbedaan dalam penerapan teknik tambahan (upaya, atau 'sarana terampil') daripada filsafat. Beberapa dari upāya ini merupakan praktik esoteris yang harus diinisiasi dan ditransmisikan secara esoteris hanya melalui guru spiritual yang mahir.[1]

Sejarah sunting

Imperium Buddhis Sriwijaya di Palembang, Sumatra selama lebih dari 600 tahun merupakan pusat pembelajaran Buddhis Esoteris di Timur Jauh.

Yi Jing (635-713) memuji pengetahuan Buddhis tingkat tinggi di Sriwijaya dan menyarankan biksu Tiongkok untuk belajar di sana sebelum melakukan perjalanan ke institusi pembelajaran yang agung, Vihara Nalanda, India. Dia menulis:

Di kota berbenteng Bhoga, jumlah pendeta Buddhis lebih dari 1.000, yang pikirannya bertekad untuk belajar dan berlatih dengan baik. Mereka menyelidiki dan mempelajari semua mata pelajaran yang ada seperti di India; peraturan dan upacara sama sekali tidak berbeda. Jika seorang pendeta Tiongkok ingin pergi ke Barat untuk mendengar dan membaca kitab suci yang asli, sebaiknya dia tinggal di sini satu atau dua tahun dan mempraktikkan peraturan yang benar.[2]

Kompleks candi di Borobudur, Jawa Tengah dibangun sebagai sebuah Mandala, suatu representasi tiga dimensi raksasa kosmologi Buddhis Esoteris. Semua rupang Buddha di keempat sisinya memiliki mudra yang sama, sesuai dengan salah satu Dhyani Buddha dari arah kompas utama.

Garis pemikiran lainnya menunjuk pada penggambaran Gandavyuha, bab terakhir dari Sutra Karangan Bunga atau Avatamsaka di tingkat median stupa Borobudur (dan kisah kelahiran Buddha dari Lalitavistara pada tingkat yang paling rendah). Terjemahan bahasa Inggris dari keseluruhan Sutra Avatamsaka selesai pada abad ke-20 awal tahun 1990-an namun relief-relief dasar atas yang belum teridentifikasi di Borobudur mungkin menggambarkan episode sutra ini. Sutra Avatamsaka tidak mengkhotbahkan kelompok tertentu dari Dhyani Buddha namun lebih menyukai para Buddha identik yang tak terhitung jumlahnya di seluruh alam semesta.

Referensi sunting

Pranala luar sunting