Byōbu
Byōbu (屏風 , dinding angin) adalah partisi ruangan Jepang yang terdiri atas beberapa panel yang tersambung dan dapat dilipat. Byōbu mengandung lukisan hiasan atau kaligrafi yang digunakan untuk memisahkan bagian ruangan ataupun sebagai penutup ruangan untuk privasi.
Sejarah
suntingSeperti banyak seni rupa dan perangkat Jepang pada umumnya, byōbu berasal dari Cina; Prototipe byōbu dari zaman Dinasti Han telah ditemukan di Cina. Istilah byōbu secara harafiah berarti "dinding angin", mengindikasikan funsi byōbu sebagai penyekat ruangan. Byōbu pertama kali diperkenalkan di Jepang pada abad ke-8, pada saat itu telah tertulis dalam catatan sejarah bahwa pengrajin-pengrajin Jepang mulai membuat byōbu mereka sendiri. Pada saat tersebut, byōbu masih sangat dipengaruhi oleh motif Cina. Dalam kurun beberapa era, byōbu berkembang dari segi struktur dan bentuk, dan dari bahan yang digunakan:
Zaman Nara (646-794)
suntingBentuk asal byōbu adalah sebuah panel berdiri tunggal dan berkaki. Pada abad ke-8, byōbu yang terdiri atas lebih dari satu panel mulai bermunculan. Byōbu ini biasa ditemukan sebagai suatu keharusan di istana kaisar. Byōbu seperti ini biasa ditemukan didalam ruangan yang digunakan untuk upacara-upacara penting. Byōbu enam panel adalah jenis byōbu yang paling umum ditemukan pada zaman Nara. Byōbu pada zaman Nara biasanya ditutupi dengan sutera dan setiap panel disambungkan dengan panel yang lain dengan menggunakan tali pintal yang terbuat dari kulit atau sutera. Lukisan pada setiap panel dibingkaikan dengan kain broked sutera, dan panel itu dibataskan dengan bingkai kayu.[1]
Zaman Heian (794-1185)
suntingDisekitar abad ke-9, byōbu amat sering digunakan sebagai perabot rumah pada kediaman daimyo, kuil Buddha dan tokong Shinto. Sejenis Zenigata(銭形) engsel logam berbentuk duit shiling, diperkenalkan dan digunakan secara meluas untuk menyambungkan panel-panel sebagai ganti tali pintal sutera.[2]
Zaman Muromachi (1392-1568)
suntingPartisi ruangan byōbu menjadi lebih populer ditemui di dalam rumah-rumah domestik, dojo dan kedai. Byōbu dua panel adalah bentuk byōbu yang paling umum ditemukan pada masa ini. Engsel kertas bertindih menggantikan Zenigata, menjadikan byōbu lebih ringan untuk dibawa, lebih mudah untuk dilipat, dan lebih kuat pada sambungan-sambungannya. Teknik ini memungkinkan penggambaran pada byōbu tersebut tidak terganggu oleh penegak panel. Engsel kertas, meskipun cukup kuat, memungkinkan struktur panel yang ringan. Kusen kayu dibuat dengan menggunakan paku buluh khas yang membolehkan kusen tersebut diratakan sepanjang hujungnya menjadi lurus, segiempat, dan memiliki ukuran yang sama dengan panel lain didalam byobu tersebut. Kisi-kisi itu diikat dengan satu atau lebih lapisan kertas yang terbentang di permukaan kisi seperti baut bercabang untuk memberikan dukungan yang kuat bagi lukisan yang kemudian akan ditempelkan pada byōbu itu. Struktur yang dihasilkan menjadi lebih ringan dan lebih tahan lama, tetapi masih tergolong lemah. Jika permukaan panel itu dirobek dengan jari, kemungkinan jari dapat menembus dengan mudah ke sisi yang lain. Setelah lukisan dan kain broked dilekatkan, sebuah bingkai kayu yang dipintal (biasanya berwarna hitam atau merah tua) dipasang untuk melindungi perimeter terluar luaran byōbu. Beberapa perkakas logam hiasa dipasang pada bingkai itu untuk melindungi gelas.[1]
Zaman Azuchi-Momoyama (1568-1600) dan Zaman Edo awal (1600-1868)
suntingPopularitas byōbu semakin meningkat pada zaman ini. Zaman Azuchi-Momoyama dan zaman Edo adalah periode di mana minat orang-otrang terhadap kesenian dan pertukangan mencapai titik kulminasinya. Byōbu menghiasi kediaman samurai yang memperlihatkan ketinggian pangkat dan memaparkan kekayaan dan kekuasaan. Ini membawa kepada perubahan radikal dalam pertukangan byōbu, seperti latar belakang yang dibuat daripada kerajang emas (金箔 , kinpaku) dan lukisan yang amat berwarna-warni yang menggambarkan alam semesta dan kehidupan sehari-hari, sejenis gaya yang dipelopori oleh aliran Kanō.[1]
Saat ini
suntingHari ini kebanyakan byōbu dihasilkan oleh mesin. Namun demikian, masih banyak ditemukan byōbu yang terbuat dari tangan. Byōbu yang terbuat dari tangan biasanya dihasilkan oleh keluarga-keluarga yang mempertahankan tradisi pertukangan itu.[1]