Lokomotif C33
Lokomotif C33 adalah lokomotif uap buatan Esslingen, Jerman. C33 adalah lokomotif yang bertugas menarik gerbong barang terutama gerbong batu bara di dataran rendah.
Lokomotif C33 | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| |||||||||||
| |||||||||||
| |||||||||||
|
Sejarah
suntingPemerintah Hindia Belanda membangun jalan rel di Sumatera Barat karena terdapat tambang batubara di daerah Ombilin (Sawahlunto). Dengan jumlah kandungan batubara yang cukup besar, maka diperlukaan transportasi kereta api untuk membawa batubara dari Ombilin (Sawahlunto) ke pelabuhan Telukbayur. Transportasi kereta api di Sumatera Barat dikelola oleh perusahaan kereta api Staatsspoorweg ter Sumatra’s Westkust (SSS).[1]
Jalan rel yang dibangun untuk menghubungkan pelabuhan Telukbayur dan Ombilin yaitu rute Pulau Air-Padang-Lubukalung-Padangpanjang (71 km) selesai dibangun tahun 1891, rute Telukbayur-Padang (7 km) selesai dibangun pada tahun 1892, rute Padangpanjang-Solok-Muarakalaban (76 km) selesai dibangun tahun 1892 dan rute Muarakalaban-Sawahlunto (4 km) selesai dibangun pada tahun 1894. Sementara rute Muarakalaban-Muaro (25 km) selesai dibangun pada tahun 1924.
Untuk melayani rute tersebut, maka SSS mendatangkan 23 lokomotif uap C33 dari pabrik Esslingen (Jerman). Lokomotif C33 didatangkan pada tahun 1891-1904. Lokomotif ini mampu menarik gerbong batubara seberat 600 ton pada jalan rel yang datar seperti pada rute Kayutanam-Lubukalung-Padang-Telukbayur.
Lokomotif C33 memiliki susunan roda 2-6-0T. Lokomotif ini dapat melaju hingga kecepatan maksimum 45 km/jam, memiliki daya 390 hp (horse power), dan berat keseluruhan 37 ton. Lokomotif C33 menggunakan bahan bakar batubara.
Pada masa kedudukan Jepang, beberapa lokomotif C33 digunakan untuk melayani jalur kereta api rute Muaro (Sumatera Barat)-Pekanbaru (Riau). Jalur Muaro-Pekanbaru memiliki panjang 220 km yang dibangun pada tahun 1943-1945. Lokomotif ini digunakan untuk menarik kereta barang batubara. Namun, buruknya konstruksi jembatan kayu dan jalan rel di rute ini menyebabkan beberapa lokomotif dan gerbong terjebak di hutan belantara Sumatera Barat dan Riau. Konstruksi jembatan kayu ini cukup lemah karena balok yang digunakan pendek, bentang jembatan hanya bisa mencapai maksimum enam meter sehingga perlu banyak pilar untuk menopangnya. Dengan banyaknya kayu yang mengapung di sungai pada musim hujan maka pilar-pilar jembatan ini menjadi cepat rusak. Juga tanggul-tanggul yang dibangun terlalu curam sehingga cepat rusak oleh air hujan.
Jalur Muaro-Pekanbaru ditutup pada bulan September 1945. Nasib baik berpihak kepada lokomotif C3322, yang saat ini dipajang di monumen Pahlawan Kerja kota Pekanbaru. Diperkirakan, C3322 ini ditemukan dalam kondisi yang sudah tidak utuh di bekas emplasemen Pekanbaru, namun kondisinya direstorasi kembali saat akan dipajang menjadi monumen. Selain di kota Pekanbaru, di daerah Muaro Sijunjung juga terdapat monumen lokomotif C33 yang tidak teridentifikasi nomor urutnya, dan dalam kondisi tidak lengkap lagi. Lokomotif ini ditemukan dan dievakuasi oleh warga saat membuka jalan raya dari Silokek ke Durian Gadang kemudian dilanjutkan ke Tapus pada tahun 1980.
Dari 23 lokomotif C33, saat ini masih tersisa 4 lokomotif C33, yaitu C3318, C3322, C3325, dan 1 C33 yang tidak teridentifikasi. C3318 (mulai operasional tahun 1891) dipajang di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta. C3322 (mulai operasional tahun 1892) dipajang monumen Pahlawan Kerja di kota Pekanbaru (Riau). C3325 (mulai operasional tahun 1892) dipajang di kota Padang (Sumatera Barat), serta satu monumen C33 yang tidak teridentifikasi dan dalam keadaan tidak utuh di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Monumen ini biasa disebut 'Lokomotif Uap Silukah'. Dan juga bekas tempat Penampungan air milik C33 yang tidak diketahui di dalam stasiun Solok, dan pernah terdokumentasi oleh Sumatrain, kemungkinan bagian ini gagal scrap
Referensi
sunting- ^ Bagus Prayogo, Yoga; Yohanes Sapto, Prabowo; Radityo, Diaz (2017). Kereta Api di Indonesia. Sejarah Lokomotif di Indonesia. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. hlm. 84. ISBN 978-602-0818-55-9.