Cinta Indonesia Cinta Anti Korupsi

Gerakan Cinta Indonesia Cinta Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat CICAK kemudian berubah menjadi Cinta Indonesia Cinta Anti Korupsi dengan singkatan tetap sama yaitu CICAK bermula dari Deklarasi CICAK - Cinta Indonesia Cinta KPK (bahasa Inggris: Declaration in Support of the Corruption Eradication Commission (KPK) pada tanggal 12 Juli 2009 bertempat di Tugu Proklamasi adalah sebuah koalisi dari organisasi-organisasi terdiri dari Indonesia Corruption Watch, Transparency International Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum, Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Kemitraan, Aliansi Jurnalis Independen dan kemudian diikuti oleh masyarakat perorangan[1]

Sejarah

sunting

Penggunaan kata cicak diciptakan oleh Susno Duadji saat melakukan wawancara khusus dengan majalah Tempo (Tempo edisi 6-12 Juli 2009), Susno Duadji yang menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dalam wawancara tersebut mengumpamakan Komisi Pemberantasan Korupsi bagaikan cicak yang berani-beraninya menyadap telepon polisi yang diistilahkan sebagai ”buaya” ucapan dalam wawancara itu berbunyi Cicak kok melawan buaya.[2]

Munculnya gerakan masyarakat

sunting

Pendirian CICAK yang saat itu bertepatan sedang adanya pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 yang memutuskan agar Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera menyusun secara tersendiri Undang Undang Pengadilan Tipikor selambat-lambatnya dalam waktu tiga tahun dan tenggat waktu jatuh pada 19 Desember 2009 oleh karena itu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah hasil pemilu tahun 2004 didesak harus segera menyelesaikannya dalam masa persidangan tahun 2009 karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masa bakti 2004 - 2009 akan berakhir pada tanggal 1 Oktober 2009[3][4] sedangkan nasib RUU Pengadilan Tipikor masih dalam bahasan oleh Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terdiri dari limapuluh anggota setelah pemilu 2009 anggota pansus yang tersisa menjadi duapuluh orang yang terpilih kembali melalui pemilu 2009 dengan masa sidang yang tersisa adalah dari 14 Agustus 2009 sampai dengan 30 September 2009 atau secara otomatis pengadilan tipikor bubar setelah 19 Desember 2009 karena ada anggapan berupa kekhawatiran bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah hasil pemilu tahun 2009 tidak cukup waktu untuk menyelesaikan pembahasan RUU Tipikor atau karena terdapat kemungkinan akan dapat dilakukan pembahasan ulang dari awal oleh para anggota pansus Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berasal dari hasil pemilu 2009 walaupun terdapat usulan dapat diselesaikan dengan dikeluarkan perppu oleh presiden.[5]

Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor) terjadi perdebatan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai syarat filosofis perancangan undang-undang RUU Pengadilan Tipikor yang berlarut-larut dan tak kunjung selesai bahkan dalam masa persidangan tersebut malah muncul adanya wancana untuk pembubaran lembaga Pengadilan Tipikor[6] sampai dengan pemisahan antara penyidikan dengan penuntutan[7] dan bagi pelapor korupsi bisa ikut dipidana[8] bahkan Indonesia Corruption Watch (ICW) melalui Koordinator Divisi Hukum ICW membuat press release mengenai poin-poin kekhawatiran atas pasal-pasal krusial yang justru mengancam pemberantasan korupsi[9] dan kemudian bermunculan isu-isu mengenai adanya dugaan pelemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia dalam hal ini kepada KPK.[10]

Hendarman Supadji, Jaksa Agung memastikan bahwa persidangan kasus korupsi di daerah tetap akan dilakukan di pengadilan umum sebelum dibangunnya tujuh pengadilan korupsi di ibu kota provinsi[11][12] yang mendapat tanggapan dari Tumpak Hatorangan Panggabean, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa UU Pengadilan Tipikor akan dapat menghambat proses peradilan korupsi disebabkan tidak semua perkara korupsi bisa di sidang di Jakarta[13]

Undang Undang Pengadilan Tipikor akhirnya disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 29 September 2009 pukul 16.30 WIB[14] dengan beberapa pasal yang masih dinilai masih kontroversial bagi tindakan pemberantasan korupsi antara lain pada pasal 1 (4), pasal 26 (3) tentang Komposisi Hakim Pengadilan Tipikor, pasal 28 (1) tentang Penyadapan dan pasal 35 (4) tentang Pembentukan Pengadilan Tipikor[15]

Teks deklarasi

sunting

Deklarasi Cinta Indonesia Cinta KPK[16]
Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang telah merampas hak asasi rakyat Indonesia dan merendahkan martabat bangsa; KPK merupakan harapan utama rakyat untuk memberantas korupsi;
KPK telah menjadi ujung tombak yang efektif dalam memerangi korupsi yang mengakar di negeri ini
Namun, saat ini banyak pihak berusaha mematikan dan melemahkan KPK. Serangan terhadap KPK adalah serangan terhadap kita semua dan kehancuran KPK adalah kehancuran kita semua.
Karena itu, pada hari ini Minggu 12 Juli 2009. Kami, Gerakan Cinta Indonesia Cinta KPK:
Bertekad mendukung serta mempertahankan KPK demi kelanjutan perang terhadap korupsi.
Mengecam semua pihak yang ingin melemahkan dan mematikan KPK
Jakarta, 12 Juli 2009
CICAK
Cinta Indonesia Cinta KPK

Referensi

sunting

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting