Daniel Bambang Dwi Byantoro
Daniel Bambang Dwi Byantoro (nama Tionghoa "Chao Heung Jin (Cáo Héngjìn 曹衡进)") (lahir di Jawa tahun 1956) adalah seorang arkimandrit sekaligus pendiri Gereja Ortodoks Indonesia. Ia memberikan pelayanan di Parokia Tritunggal Maha Kudus, Banjarsari, Surakarta dan Parokia St.Petrus & St.Paulus, Jalan Lengkong Raya, Serpong, Tangerang Selatan, Banten.[1]
Daniel Bambang Dwi Byantoro 曹衡进 | |
---|---|
Episkop Nikopolis (Jakarta) | |
Gereja | Gereja Ortodoks Indonesia |
Penunjukan | 2023 |
Pendahulu | Tidak ada, jabatan baru |
Penerus | petahana |
Imamat | |
Tahbisan imam | 3 Juni 1988 (36 tahun, 182 hari) oleh Episkop Maximos dari Pittsburgh |
Tahbisan uskup | 21 Juli 2023 (1 tahun, 134 hari) oleh Episkop Agung Kallinikos dari Athena dan Seluruh Yunani |
Peringkat | Uskup Auksilier |
Informasi pribadi | |
Nama lahir | Bambang Dwi Byantoro |
Lahir | 1956 Jawa, Indonesia |
Kewarganegaraan | Indonesia |
Denominasi | Gereja Ortodoks Timur (lebih awal Islam Sunni, sebelumnya Gerakan Karismatik) |
Almamater | Protestant Theological Seminary, the Asian Center for Theological Studies and Mission |
Sejarah tahbisan Daniel Bambang Dwi Byantoro | |
---|---|
Tahbisan diakonal | |
Ditahbiskan oleh | Episkop Maximos dari Pittsburgh |
Tanggal tahbisan | 16 Januari 1988 |
Tahbisan imamat | |
Ditahbiskan oleh | Episkop Maximos dari Pittsburgh |
Tanggal tahbisan | 3 Juni 1988 |
Tahbisan episkopal | |
Konsekrator utama | Episkop Agung Kallinikos dari Athena dan Seluruh Yunani |
Tanggal konsekrasi | 21 Juli 2023 |
Tempat konsekrasi | Gereja Kabar Sukacita, Dorileu, Piraeus |
Kehidupan awal dan pendidikan
Daniel lahir dalam sebuah keluarga kelas menengah di Indonesia.[2] Ayahnya bernama Lim Ho Tjoean (Lín Huòquán, 林和全) yang memiliki kakek yang berasal dari Fukien, Tiongkok Selatan, dan ibunya dari Jawa.[3] Ia dibesarkan oleh kakek pihak ibunya. Ia mengkaji al-Qur'an, dan menerima pengajaran Islam. Menurut penuturannya, ia berpindah agama saat Yesus muncul di hadapannya ada saat salat Magrib.[2]
Pada 1978, ia datang untuk belajar Seminari Teologi Protestan, Pusat Kajian dan Misi Teologi Asia di Seoul, Korea Selatan. Pada 1982, ia menemukan buku The Orthodox Church karya Kallistos Ware dalam sebuah toko buku di Seoul, yang membantunya mengenalkan Gereja Ortodoks kepadanya. Pada 6 September 1983, ia pindah ke agama Kristen Ortodoks dengan pemberkatan dari Patriarkh Ekumenikal Konstantinopel, Patriark Demetrios, dan Uskup Metropolitan Dionisius dari Selandia Baru, dan dikrismakan oleh Arkimandrit Sotirios Trambas (Uskup Zelon, bertugas di Korea).[4]
Lulus dari Korea, ia datang ke Yunani, di mana ia singgah di Gunung Athos. Pada masa itu, ia mulai menerjemahkan buku-buku liturgi ke dalam bahasa Indonesia. Dari 1983-84, ia belajar bahasa Yunani dari Apostoliki Diakonia dari Gereja Yunani. Pada akhir 1984, ia belajar di Holy Cross Greek Orthodox School of Theology, Boston, Amerika Serikat. Setelah menyelesaikan studinya di Boston dan dua sekolah lainnya di AS, ia ditahbiskan oleh Uskup Maximos dari Pittsburgh di Holy Cross Church (digembalakan oleh Fr. John Chakos), dan diangkat menjadi pendeta di St. Paul Orthodox Church, North Royalton, Ohio, (saat itu digembalakan oleh Fr. Demetrios Simeonides).[4]
Pelayanan
Pada 8 Juni 1988, Daniel meninggalkan Amerika Serikat dan memulai pelayanan di Indonesia. Orang pertama yang dikonversi ke kepercayaan Ortodoks adalah seorang pria muda Muslim bernama Muhammed Sugi Bassari, yang dibaptis dengan nama Photios, pada April 1989.[4] Upaya misinya kemudian berujung pada pengakuan resmi pemerintah terhadap Gereja Ortodoks di Indonesia pada 1996, dengan UU hukum pemerintah: "SK Dirjen Bimas Kristen Depag R.I. no.: F/Kep/Hk.00.5/19/637/1996".[3]
Pemikiran
Dalam hal teologi, Arkimandrit Daniel Byantoro memakai susunan pemikiran yang terdiri dari budaya Indonesia untuk mengemas ajaran Ortodoks dalam mental Indonesia. Seperti halnya Bapa-Bapa Gereja dalam menghadapi paganisme Yunani, Yudaisme, dan Gnostisisme dalam rangka menghadirkan pengajaran Injil terhadap bangsa-bangsa kuno, teologi Ortodoks menghadapi tantangan serupa dalam kontes misi Indonesia. Menurut Arkimandrit Daniel Byantoro, tantangan-tantangannya adalah pendirian Islam mirip dengan Yudaisme, pendirian Hindu-Buddha mirip dengan paganisme Yunani, pendirian Kebatinan mirip dengan Gnostisisme (Ini adalah perpaduan shamanisisme-animisme di satu sisi dan mistisisme Hindu-Buddha dan Sufisme Islam di sisi lain, dan terbagi menjadi banyak kelompok dan mahzab mistis, seperti halnya Gnostisisme) dan pendirian sekulerisme-materialisme dari dunia modern.[3]
Referensi
- ^ Contact - Monachos Corner
- ^ a b Profil Arkhimandrit Daniel Byantoro (by: Fr. Kyrillos Junan SL) - Monachos Corner.
- ^ a b c Incarnational Approach to Orthodoxy in Indonesia: An Interview with Fr.Dionysios (Rm.Dionisius Surya Halim) and his presbytera Artemia Rita. Orthodoxy in China.
- ^ a b c Archmandrite Daniel B.D. Byantoro. History: The Birth of the Orthodox Church in Indonesia Diarsipkan 2018-02-10 di Wayback Machine..