Daun payung

genus tumbuh-tumbuhan
(Dialihkan dari Daun Raksasa)

Daun payung, daun raksasa, daun sang, atau salo (Johannesteijsmannia altifrons) adalah sejenis palem yang mempunyai daun yang besar, lebar, dan relatif kuat, di pedalaman Semenanjung Malaya dan Sarawak, ia dipergunakan sebagai atap. Oleh karena itu, pihak LIPI dalam buku Palem Indonesia oleh S. Sastrapradja dkk. (1981) tumbuhan ini dinamakan dengan daun payung.[3] Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama sang gajah, sang minyak (Sumut), daun sang (Sumatra), dan daun salo (Mly. R.).[4]

Daun Payung
Johannesteijsmannia altifrons dari Sumatra bagian utara.
Foto:Tropenmuseum, Amsterdam
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Monokotil
Klad: Komelinid
Ordo: Arecales
Famili: Arecaceae
Subfamili: Coryphoideae
Tribus: Trachycarpeae
Genus: Johannesteijsmannia
J.Darnsf.
Spesies[1]
Sinonim[2]
  • Teysmannia (Rchb.f. & Zoll. 1858, illegitimate name not Miq. 1857)

Daun raksasa adalah salah satu tanaman yang tumbuh di daerah Sumatera Utara.[5] Tanaman ini dapat ditemukan daerah Aras Napal dekat dengan Taman Nasional Gunung Leuser.[5] Daun raksasa termasuk dalam jenis tanaman palem. Masyarakat setempat juga sering menyebutnya dengan istilah daun sang.[5] Nama ilmiah daun raksasa adalah Johannestijsmania altifrons.[5] Jenis ini merupakan salah satu dari empat anggota genus Johannestijsmania. Tanaman ini masuk ke dalam keluarga pinang-pinangan atau disebut palem.[5] Beberapa negara memiliki sebutan berbeda untuk daun raksasa ini antara lain daun payung sal untuk Malaysia, bang soon untuk Thailand, dan di negara Inggris menyebutnya dengan umbrella leaf palm.[5] Nama ilmiah dari daun raksasa diambil dari nama Profesor Teijsman atau Elias Teysmann Johannes,[6] seorang ahli botani asal Belanda yang pertama kali menemukan tanaman ini di pedalaman Sumatra.[6] Tanaman daun raksasa ditemukan pada awal abad ke-19.[6]

Karakteristik

sunting

Daun payung adalah tanaman yang tumbuh tunggal. Nama daun raksasa diambil dari ukuran daun tanaman tersebut yang sangat besar.[7] Panjang daun raksasa antara 3 sampai 6 meter dengan lebar satu meter.[7] Jika dilihat dari jauh, tanaman ini tampak tidak berbatang. Tajuknya terdiri atas 20-30 daunan. Panjang daunnya 2,5 m dengan tepi yang keras dan berduri. Bercuping kecil dan berpangkal dengan urat ke pokok daun. Warna daun raksasa hijau dengan tepi daun bergerigi.[4][7] Tekstur daun raksasa sangat kuat dan permukaannya mengkilat seperti daun kelapa.[7] Bentuk daun raksasa meruncing diujung dan pangkal daun serta melebar dibagian tengan daun.[8] Perbungaannya berbentuk malai, terletak di ketiak daun, bentuknya tegak. Pangkalnya berbentuk seludang, berukuran 40 × 20 cm. Brakteanya berjumlah 5-6, melanset, berukuran 10–20 cm. Bunganya putih, lunak, panjangnya 5 mm, berukuran 4 × 2 mm. Buahnya kasar, dengan permukaan kasar. Garis tengahnya 4 cm, ditutupi benjolan gabus yang berbentuk kerucut.[3][4]

Tanaman daun raksasa tidak tahan terkena matahari langsung, oleh karena itu tanaman ini sering ditemukan tumbuh di antara pepohonan yang lebat.[7] Tanaman yang termasuk jenis palem ini tumbuh berkelompok membentuk rumpun.[7] Meskipun memiliki biji, tumbuhan ini lebih sering berkembang biak menggunakan tunas karena kulit bijinya ditutup oleh kulit yang tebal dan keras.[7] Tanaman daun raksasa yang masih baru akan tumbuh menyembul dari dalam tanah.[7] Keberadaan tanaman raksasa saat ini sudah semakin berkurang karena meningkatnya kebakaran hutan sehingga pohon tempat berlindung tanaman ini ikut berkurang.[7] Akar tumbuhan daun raksasan berjenis akar serabut seperti tumbuhan palem lainnya.[9]

Manfaat

sunting

Daunnya yang tebal dan kuat sering dimanfaatkan oleh warga untuk membuat atap dan dinding rumah.[10][11] Daun raksasa mampu menahan air hujan dalam jangka waktu yang lama.[7] Meski demikian daun yang berwarna keputih-putihan ini apabila dalam kondisi kering tidak memiliki daya tahan sebaik daun rumbia atau daun nipah.[10] Sampai sekarang masih ada masyarakat di daerah Besitang dan Langkat yang menggunakan daun raksasa untuk membuat rumah atau gubug di ladang.[7] Daun raksasa di negara Thailand bahkan digunakan sebagai atap sebuah sekolah ramah lingkungan,[11] dan sering pula dijadikan sebagai payung darurat serupa daun pisang karena lebar daunnya.

Tanaman ini pernah diujicoba sebagai tanaman hias, tetapi kurang berhasil karena akarnya memiliki simbiosis dengan jamur mikoriza, yang umum ditemui di tempat asalnya.[4] Jumlah populasi daun payung cukup banyak pada tahun '80-an dan umum digunakan oleh masyarakat saat itu, di sisi lain perkembangbiakan tumbuhan ini lambat.[3]

Penyebaran

sunting

Tanaman daun raksasa tumbuh di hutan tropis dengan daun lebar.[7] Hal tersebut dikarenakan tumbuhan ini selalu hidup dibawah naungan pohon lain untuk melindungi diri dari panasnya sinar matahari.[7] Tanaman ini tumbuh di hutan wilayah Asia Tenggara seperti Thailand dan Malaysia.[7] Di Malaysia Barat, bisa ditemui di Kelantan, dan Johor Bahru. Di Malaysia Timur, bisa didapati di Sarawak. Di Sumatra, tanaman ini bisa ditemui di Riau dan Sumut. Menurut Sastrapradja dkk. dalam bukunya, Palem Indonesia disebutkan bahwa antara tahun 1880-1940, tumbuhan ini tersebar di Aceh dan Sumatra Timur. Di Semenanjung Malaya dan Sarawak, serta Kalimantan Timur, daun payung sering pula ditemui. Daun payung tumbuh di hutan-hutan yang lebat dan di hutan yang terdapat di bagian bawah. Jarang ditemui di tempat terbuka, dan bisa didapati di ketinggian 25-1200 mdpl. Apabila tanaman ini ditanami di hutan yang baru dibuka, tanaman ini akan lekas merana. Di Besitang, Langkat, Sumatera Utara misalnya, setelah hutan dibuka dan dijadikan sebagai perkebunan jeruk, tanaman ini perlahan menyusut.[3][4]

Tanaman ini bisa didapati di TNGL bersama dengan Rafflesia hasseltii meskipun jumlahnya hanya tersisa 5 saja dan semakin sulit dicari keberadaannya. Pada tahun 1860, tanaman ini masih bisa dijumpai di Padang, Sumatera Barat. Adapun di Sumut, ditemukan setelah adanya eksplorasi alam tahun 1972. Di Riau tanaman ini ditemukan tahun 1992. Di Kebun Raya Bogor sendiri, tanaman ini ditemui bertumbuh dengan tinggi 2 m dengan ukuran daun 150 × 50 cm.[4]

Referensi

sunting
  1. ^ The Plant List, diakses tanggal 3 November 2015 
  2. ^ "World Checklist of Selected Plant Families". Diakses tanggal 16 May 2014. 
  3. ^ a b c d Sastrapradja, Setijati; Mogea, Johanis Palar; Sangat, Harini Murni; Afriastini, Johar Jumiati (1981) [1980]. Palem Indonesia. 13:24 – 25. Jakarta:LBN - LIPI bekerja sama dengan Balai Pustaka.
  4. ^ a b c d e f Mogea, Johanis P.; Gandawidjaja, Djunaedi; Wiriadinata, Harry; Nasution, Rusdy E.; Irawati (2001). LIPI - Seri Panduan Lapangan: Tumbuhan Langka Indonesia. Bogor: Puslitbang Biologi - LIPI bekerjasama dengan PT Ghalia indonesia. hlm. 43 – 45. ISBN 979-579-036-6. 
  5. ^ a b c d e f "Taman Nasional Gunung Leuser". Departemen Kehutanan. Diakses tanggal 22 April 2014. [pranala nonaktif permanen]
  6. ^ a b c "Sang Leaves". Bebblews. Diakses tanggal 22 April 2014. 
  7. ^ a b c d e f g h i j k l m n "Daun Raksasa dari Sumatra". Kidnesia. Diakses tanggal 22 April 2014. 
  8. ^ "Daun Sang, Daun Raksasa Penghuni Sumatra". GoSumatra. Diakses tanggal 23 April 2014. 
  9. ^ "Taman Nasional Gunung Leuser" (PDF). Orang Hutan Centre. Diakses tanggal 22 April 2014. [pranala nonaktif permanen]
  10. ^ a b Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I: 371-2. Jakarta:Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan.
  11. ^ a b ""Daun Raksasa" di Sekolah Ramah Lingkungan". Kompas. Diakses tanggal 22 April 2014. 

Pranala luar

sunting