Diaphorina citri

spesies serangga

Diaphorina citri (kutu loncat jeruk) adalah serangga yang awalnya berasal dari Asia timur. Serangga ini menyebar ke seluruh area tropik dan subtropik Asia. Serangga ini juga menyebar ke benua Amerika, terutama Brasil dan Florida selatan sebagai serangga pendatang. Serangga ini merupakan hama untuk tanaman jeruk karena merusak daun dan menjadi vektor untuk bakteri Candidatus liberibacter asiaticus penyebab penyakit CVPD ketika serangga dalam fase nimfa dan dewasa. Tanaman jeruk yang terinfeksi oleh serangga ini akan menghasilkan buah yang kecil, berwarna kurang bagus, dan rasa buah yang tidak enak.[1] Serangga ini juga dapat merusak daun dengan mengisap cairan daun dan mengeluarkan sekresi berwarna putih yang merupakan penyebab munculnya cendawan jelaga. Di Indonesia, serangga ini sudah menyebar ke pulau Sumatra, Jawa, Madura, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi.[2]

Diaphorina citri Edit nilai pada Wikidata

Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found.
SpesiesDiaphorina citri Edit nilai pada Wikidata
Shigeru Kuwayama, 1908

Serangga ini dapat hidup pada banyak spesies dalam genus Citrus, dua spesies dalam genus Murraya, dan tiga genera lainnya dalam suku Rutaceae.[1]

Siklus hidup

sunting

Dalam satu siklus hidup, rentang waktu serangga ini bervariasi dari 27 hari hingga 117 hari tergantung dengan inang tanaman dan suhu sekelilingnya. Perkembangan serangga ini tidak melalui tahap pupa.[1]

Telur serangga ini berwarna kuning, memiliki panjang 0,4 mm dan lebar 0,2 mm, dan berbentuk seperti buah alpukat. Telur yang akan menetas warnanya berubah menjadi oranye dengan 2 titik mata berwarna merah yang terlihat. Telur akan menetas dalam waktu 3–5 hari. Telur dapat ditemukan pada tunas daun yang masih terlipat pada ketiak daun dan telur serangga ini memiliki tangkai pada pangkal telur yang berfungsi untuk menancapkan telur pada jaringan daun.[1][2]

Rata-rata serangga betina dapat menghasilkan telur sebanyak 858 butir. Pada pohon limau gedang, rata-rata telur yang dihasilkan bisa lebih tinggi bahkan sampai 1378 telur pada satu serangga betina.[1]

Dalam fase nimfa, terdapat 5 tahap instar. Rentang waktu yang dibutuhkan untuk ke tahap hidup selanjutnya berkisar antara 14 hingga 49 hari bergantung pada suhu di sekitarnya. Pada instar pertama dan kedua serangga ini akan mengambil nutrisi pada tunas daun, batang di tunas daun, dan pangkal batang daun. Serangga jarang sekali berpindah kecuali jika terganggu atau jika di tempat tersebut sudah terlalu banyak serangga. Pada instar pertama, serangga ini berwarna merah muda dan memiliki sepasang mata berwarna merah serta memiliki panjang tubuh 0,3 mm dan lebar 0,17 mm, sementara pada instar kedua terdapat perubahan yaitu terlihat sepasang sayap yang belum matang di punggung serangga serta memiliki panjang tubuh 0,45 mm dan lebar 0,25 mm. Ketika nimfa masuk ke tahap instar ketiga, ukuran tubuh rata-rata panjangnya 0,74 mm dan lebar 0,43 mm dengan sayap sudah berkembang dengan baik dan ruas pada antena terlihat jelas, sementara pada tahap instar ke-4 panjangnya 1,01 mm dan lebar 0,7 mm dengan sayap di dada tengah memanjang ke arah mata dan sayap di dada belakang memanjang ke bagian perut ketiga. Pada tahap instar terakhir, panjang serangga ini 1,60 mm dan lebar 1,02 mm dengan sayap di dada tengah memanjang hingga ke depan mata dan sayap pada dada belakang memanjang hingga bagian perut keempat.[1]

Serangga ini ketika dewasa berwarna abu-abu kecokelatan dengan caput pada bagian atas dan samping berwarna cokelat. Serangga memiliki abdomen berwarna hijau-kebiruan dan oranye dan memiliki Tungkai berwarna cokelat.[2] Serangga betina memiliki panjang 3,3 mm dan lebar 1 mm sementara yang jantan panjangnya 2,7 mm dan lebar 0,8 mm. Ketika makan, serangga ini membentuk sudut 30°. Serangga biasanya dapat ditemukan pada bagian ujung batang/tunas daun.[1]

Vektor penyakit

sunting

Serangga ini diketahui membantu penyebaran bakteri Candidatus liberibacter yang menyebabkan penyakit CVPD. Bakteri ini masuk ke serangga ketika serangga Diaphorina citri mengisap tanaman yang terinfeksi. Rentang waktu agar bakteri dapat masuk bervariasi dari 15 menit setelah serangga mengisap nutrisi tanaman hingga 5 jam. Bakteri yang sudah berada di dalam serangga akan menginfeksi tanaman lainnya ketika serangga itu mengisap nutrisi tanaman yang masih sehat dan bakteri akan masuk melalui pembuluh tapis. Bakteri ini tidak dapat bertahan selama berhari-hari maupun berkembang biak pada tubuh serangga.[3] Hanya serangga pada tahap instar ke-4 dan 5 dan serangga dewasa (imago) yang dapat menyebarkan bakteri ini, dan serangga yang ketika tahap instar sudah memiliki bakteri ini maka ketika dewasa tetap bakteri tetap ada di dalam tubuhnya.[4]

Pengendalian

sunting

Serangga dapat dikendalikan menggunakan pestisida ataupun menggunakan agen biologis. Beberapa agen biologis yang dapat mengendalikan serangga ini adalah jamur Metarrhizium anisopliae, Beauvaria bassiana, Hirsutella sp., serangga Tamarixia radiata, Diaphorencyrtus aligarhensis, dan predator seperti Curinus coeruleus, Coccinella repanda, Syrpidae, Chrysophydae, dan Lycosidae bisa mengurangi populasi serangga ini.[5] Semut dapat mengganggu efektivitas agen biologis yang mengurangi populasi serangga karena semut ikut melindungi Diaphorina citri agar sumber makanannya tidak berkurang karena semut ikut mengonsumsi sekresi serangga ini.[6]

Pengendalian serangga menggunakan pestisida bisa dilakukan dengan mengaplikasikan insektisida yang memiliki kandungan seperti Dimethoate, Alfametrin, Profenofos, Sipermetrin, Tiametoksam, dan Imidakloprid. Pengaplikasian Tiametoksam dapat dilakukan dengan menyiram tanah, Imidakloprid dengan mengolesi batang jeruk dengan insektisida ini, dan insektisida yang memiliki kandungan Dimethoate, Alfametrin, Profenofos, maupun Sipermetrin cara mengaplikasikan melalui penyemprotan daun.[5]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g Encyclopedia of entomology. Capinera, John L. (edisi ke-2nd ed). Dordrecht: Springer. 2008. ISBN 978-1-4020-6359-6. OCLC 288440300. 
  2. ^ a b c Wijaya, I. N. (2012). "PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGENDALIAN KUTU LONCAT JERUK (Diaphorina citri Kuwayama) SEBAGAI HAMA DAN VEKTOR PENYAKIT CVPD DI DESA TARO, GIANYAR". Buletin Udayana Mengabdi. 11 (2): 93–95. ISSN 1412-0925. 
  3. ^ Tabachnick, W. J. (2015-06-01). "Diaphorina citri (Hemiptera: Liviidae) Vector Competence for the Citrus Greening Pathogen 'Candidatus Liberibacter Asiaticus'". Journal of Economic Entomology (dalam bahasa Inggris). 108 (3): 839–848. doi:10.1093/jee/tov038. ISSN 0022-0493. 
  4. ^ "Asian citrus psyllid - Diaphorina citri Kuwayama". entnemdept.ufl.edu. Diakses tanggal 2020-08-29. 
  5. ^ a b admin. "Pengenalan dan Pengendalian Hama Kutu Loncat Jeruk (CVPD)". Balitjestro. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-09. Diakses tanggal 2020-08-29. 
  6. ^ "Asian Citrus Psyllid and Huanglongbing Disease Management Guidelines--UC IPM". ipm.ucanr.edu. Diakses tanggal 2020-08-29.