Dinasti Timuriyah

dinasti Islam Sunni di Asia Tengah yang meliputi seluruh Asia Tengah, Iran, Afganistan dan Pakistan, dan juga sebagian dari India, Mesopotamia dan Kaukasus

Timuriyah adalah dinasti Islam Sunni[1] di Asia Tengah yang meliputi seluruh Asia Tengah, Iran, Afganistan dan Pakistan, dan juga sebagian dari India, Mesopotamia dan Kaukasus. Kekaisaran ini didirikan oleh penakluk legendaris Timur Lenk pada abad ke-14.

Wangsa Timur
Khaanadaan-i-Temuriya
Timuriyah
Wangsa indukBarlas
NegaraKekaisaran Timuriyah
Kesultanan Mughal
Kelompok etnisTurko-Mongol (kemudian Turko-Persia dan Indo-Persia di anak benua India)
Didirikan1370
PendiriTimur Lenk
Penguasa terakhirBahadur Shah II
Gelar
Turun takhtaKekaisaran Timuriyah
1507
Kesultanan Mughal
1857

Asal Mula sunting

Asal mula Dinasti Timuriyah kembali ke konfederasi nomaden Mongolia yang dikenal sebagai Barlas. Yang merupakan sisa-sisa tentara Mongol milik Jenghis Khan.[2][3][4] Setelah menaklukkan Asia Tengah, Barlas menetap di Turketan (yang kemudian dikenal sebagai Mogulistan - Tanah Mongol) dan bercampur dengan Turki dan orang yang berbahasa lokal disana, sehingga pada pemerintahan Timuriyah Barlas di-Turkisasi kan dalam hal bahasa dan kebiasaan.

Selain itu, dengan mengadopsi Islam, Turki Asia Tengah mengadopsi budaya sastra dan tinggi Persia[5] yang mendominasi Asia Tengah sejak awal pengaruh Islam. Sastra Persia berpengaruh dalam asimilasi elit Timuriyah dengan budaya kesopan-santunan Persia-Islam.[6]

Timur Lenk adalah seorang muslim yang mengagumi tarekat Naqsabandiyah yang berkembang di wilayah Transoxiana.[7] Akan tetapi, ulama yang menjadi penasihat bidang keislaman adalah Abdul Jabar Khwarazmi, yang seorang Sunni Mazhab Hanafi. DI kota Tirmidz, Timur mendapat didikan dari Sayyid Baraka yang juga merupakan seorang ulama dan Ahlul Bayt.[8][9][10][11][12]

Ekspansi Dinasti Timuriyah sunting

Tamerlane atau Timur Lenk yang berarti Timur si Pincang merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam, dia berhasil mengalahkan Tughluk Temur dan Ilyas Khoja, dan kemudian dia juga melawan Amir Hussain (iparnya sendiri). Dan dia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Chagatai dari keturunan Jengis Khan.

Sang penakluk ini lahir dekat Kesh (sekarang Khakhrisyabz, kota hijau, Uzbekistan), sebelah selatan Samarkand di Transoxiana, pada tanggal 8 April 1336 M/25 Sya'ban 736 H, dan meninggal di Otrar pada tahun 1404 M. Ayahnya bernama Taragai, kepala Suku Barlas, keturunan Karachar Noyan yang menjadi menteri dan kerabat Jagatai, putera Jengis Khan. Suku Barlas mengikuti Jagatai mengembara ke arah barat dan menetap di Samarkand. Taragai menjadi gubernur Kesh. Keluarganya mengaku keturunan Jengis Khan sendiri.

Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu binatang-binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlibat dalam banyak peperangan dan menunjukkan kehebatan dan keberanian yang mengangkat dan mengharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru setelah ayahnya meninggal, sejarah keperkasaannya bermula setelah Jagatai wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Timur Lenk mengabdikan diri pada Gubernur Transoxiana, Amir Qazaghan Ketika Qazaghan meninggal dunia, datang serbuan dari Tughluq Temur Khan, pemimpin Moghulistan, yang menjarah dan menduduki Transoxiana. Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan untuk membela nasib kaumnya yang tertindas. Tughluq Temur Khan setelah melihat keberanian dan kehebatan Timur, menawarkan kepadanya jabatan gubernur di negeri kelahirannya. Tawaran itu diterima. Akan tetapi, setahun setelah Timur Lenk diangkat menjadi gubernur, tahun 1361 M, Tughluq Temur mengangkat puteranya, Ilyas Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi wazirya. Hal ini membuat Timur Lenk tidak puas. Ia segera bergabung dengan cucu Qazaghan, Amir Husain, dan mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur Khan.

Timur Lenk berhasil mengalahkan Tughluq Temur Khan dan Ilyas Khoja. Keduanya tewas dalam pertempuran. Ambisi Timur Lenk untuk menjadi raja besar segera muncul. Karena ambisi itulah ia kemudian berbalik memaklumkan perang melawan Amir Husain, walaupun iparnya sendiri. Dalam pertempuran antara keduanya, ia berhasil mengalahkan dan membunuh Amir Husain di Balkh. Setelah itu pada 10 April 1370 M, ia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagatai dan keturunan Jengis Khan, . Sepuluh tahun pertama pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan Jata dan Khawarizm dengan sembilan ekspedisi.[13]

 
Jangkauan Wilayah Ekspansi Kekaisaran Timuriyah.

Setelah Jata dan Khawarizm dapat ditaklukkan, kekuasaannya mulai kokoh.[13] Ketika itulah Timur Lenk mulai menyusun rencana untuk mewujudkan ambisinya menjadi penguasa besar, dan berusaha menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengis Khan. Ia berkata, Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada seorang raja.

Pada tahun 1381 M ia menyerang dan berhasil menaklukkan Khurasan.[13] Setelah itu serbuan ditujukan ke arah Herat. Di sini ia juga keluar sebagai pemenang. Ia tidak berhenti sampai di situ, tetapi terus melakukan serangan ke negeri-negeri lain dan berhasil menduduki negeri-negeri di Afganistan, Persia, Fars dan Kurdistan. Di setiap negeri yang ditaklukkannya, ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di Sabzawar, Afganistan, bahkan ia membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Isfa, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat-mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Dari sana ia melanjutkan ekspansinya ke Irak, Syria dan Jazirah Anatolia (Turki).

Pada tahun 1393 M ia menghancurkan dinasti Muzhaffari[14] di Fars dan membantai amir-amirnya yang masih hidup. Pada tahun itu pula Baghdad dijarahnya, dan setahun kemudian ia berhasil menduduki Mesopotamia. Penguasa Baghdad waktu itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan diri ke Syria. Ia kemudian menjadi Vassal dari Sultan Mesir, Al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa Dinasti Mamalik yang berpusat di Mesir ini adalah satu-satunya raja yang tidak mau dan tidak berhasil ditundukkannya. Utusan-utusan Timur Lenk yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian damai, sebagian dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke Timur Lenk. Mesir, sebagaimana pada masa serangan-serangan Hulagu Khan, kembali selamat dari serang bangsa Mongol. Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi Ahmad Jalair yang berada dalam perlindungannya, Timur Lenk kemudian melancarkan invasi ke Asia Kecil menjarah kota-kota yaitu, Tikrit, Mardin dan Amid.[13] Di Tikrit, kota kelahiran Shalahuddin al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya.

Pada tahun 1395 M ia menyerbu daerah Qipchak, kemudian menaklukkan Moskow yang didudukinya selama lebih dari setahun.[13] Tiga tahun kemudian ia menyerang India. Konon alasan penyerbuannya adalah karena ia menganggap penguasa muslim di daerah ini terlalu toleran terhadap penganut Hindu. Ia sendiri berpendapat, semestinya penguasa muslim itu memaksakan Islam kepada penduduknya. Di India ia membantai lebih dari 80.000 tawanan.

Dalam rangka pembangunan masjid di Samarkand, ia membutuhkan batu-batu besar. Untuk itu, 90 ekor gajah[13] dipekerjakan mengangkat batu-batu besar itu dari Delhi ke Samarkand. Setelah fondasi masjid dibangun, tahun 1399 M Timur Lenk berangkat memerangi Sultan Mamalik di Mesir yang membantu Ahmad Jalair, penguasa Mongol di Baghdad yang lari ketika ia menduduki kota itu sebelumnya, dan memerangi Daulah Bani Ustmani di bawah Sultan Yildirim Bayazid I Rahimahullah. Dalam perjalanannya itu, ia menaklukkan Georgia.[13] Di kota Sivas, Anatolia sekitar 4000 tentara Armenia dikubur hidup-hidup untuk memenuhi sumpahnya bahwa darah tidak akan tertumpah bila mereka menyerah.

Pada tahun 1401 M ia memasuki daerah Syria bagian utara. Tiga hari lamanya Aleppo dihancurleburkan.[15] Kepala dari 20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan masjid yang berasal dari zaman Nuruddin Zanki dan Ayyubi dihancurkan. Hamah, Horns dan Ba'labak berturut-turut jatuh ketangannya. Pasukan Sultan Faraj dari Kerajaan Mamalik dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat sehingga Damaskus jatuh ke tangan pasukan Timur Lenk pada tahun 1401 M. Akibat peperangan itu masjid Umayyah yang bersejarah rusak berat tinggal dinding-dindingnya saja yang masih tegak. Dari Damaskus para seniman ulung dan pekerja atau tukang yang ahli dibawanya ke Samarkand. Ia memerintahkan ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan tindakan-tindakannya itu. Setelah itu serangan dilanjutkan ke Baghdad. Ketika Baghdad berhasil ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap banyak tentaranya sewaktu mengepung kota itu. Di sini, seperti kebiasaannya, ia kemudian mendirikan 120 buah piramida dari kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan.

Daulah Bani Ustmani, oleh Timur Lenk dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini menguasai banyak daerah bekas imperium Jengis Khan dan Hulagu Khan. Bahkan, Sulthan Yildirim Bayazid I Rahimahullah, penguasa tertinggi kerajaan ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lenk. Karena itu Timur Lenk sangat berambisi mengalahkan kerajaan ini. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I. Di Sivas terjadi peperangan hebat antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar sebagai pemenang dan putera Bayazid I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada tahun 1402 M terjadi peperangan yang menentukan di Ankara. Tentara Daulah Bani Utsmani kembali menderita kekalahan, sementara Sulthan Yildirim Bayazid I sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri. Sulthan Yildirim Bayazid I akhirnya meninggal dalam tawanan. Timur Lenk melanjutkan serangannya ke Bursa, ibu kota lama Turki, dan Syria. Setelah itu ia kembali ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina. Namun, di tengah perjalanan, tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ia meninggal tahun 1404 M, dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa ke Samarkand untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran.

Timur Lenk terkenal sebagai penguasa yang kejam terhadap para penentangnya. Ia anti dengan aliran wahabi. Ia adalah penganut Suni yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsyabandiyyah. Dalam perjalanan-perjalanannya ia selalu membawa serta ulama-ulama Suni, sastrawan dan seniman. Ulama Suni dan para ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan Syria bagian utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Syeikh Ibnu Khaldun Rahimahullah yang diutus Sulthan Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota Samarkand diperkayanya dengan bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan indah. Pada masa hidupnya kota Samarkand menjadi pasar internasional, mengambil alih kedudukan Baghdad dan Tabriz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja yang pandai dan perancang-perancang bangunan dari negeri-negeri taklukannya; Delhi, Damaskus dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan dan industri di negerinya dengan membuka rute-rute perdagangan yang baru antara India dan Persia Timur. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan berjuang menyebarkan Islam.

Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil, berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-1447 M), merebut kekuasaan dari tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut. Ia tidak lagi mempunyai keinginan untuk menjarah dan menakukkan negeri-negeri lain, seperti yang Timur Lenk lakukan. Ia hanya memerintahkan kepada penguasa-penguasa di negeri-negeri tersebut untuk setia dan mengakui kekuasaannya. Maka penguasa-penguasa tersebut patuh terhadapnya, hanya satu yang menentangnya. Ia adalah Sultan Barsbay penguasa Mamluk pada saat itu, sebab ia merasa belum pernah takluk kepada Timur Lenk.

Syah Rukh menyatakan nazarnya untuk memberi kiswah Ka’bah. Tetapi Barsbay tidak mau melepaskan haknya sebagai pemberi kiswah di Ka’bah, sebab memberi kiswah sudah menjadi tradisi penguasa Mesir sejak ratusan tahun. Lalu Sultan Barsbay menasehati Syah Rukh, supaya niat dan nazarnya itu terlaksana, maka buatlah kiswah lalu dijual, dan uang yang didapat diberikan kepada fakir-miskin di Mekah. Menjawab saran tersebut, Syah Rukh mengirim utusan ke Mesir, sambil membawakan pakaian resmi yang biasa diberikan kepada gubernur atau raja daerah-daerah taklukan dinasti Timuriyah. Sultan Barsbay merasa hal tersebut sebagai penghinaan, sehingga ia merobek-robek pakaian tersebut dan utusan yang membawanya dipukul hingga berdarah-darah, sebagai wujud tantangan terhadap Syah Rukh.[1]

Tantangan tersebut tidak dapat dibalas oleh Syah Rukh, hal ini disebabkan kekuasaan dinasti Timuriyah mulai pecah. Syah Rukh meninggal dalam usia 72 tahun (1447). Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulug Beg (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abdal-Latif (1449- 1450 M). Raja besar Dinasti Timuriyah yang terakhir adalah Abu Sa'id (1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba putih). Abu Sa'id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Koyunlu. Kematian Abu Sa’id ini sekaligus menandai keruntuhan dinasti Timuriyah. Dinasti ini berakhir sepenuhnya pada tahun 1507, ketika Muhammad Shaybani dari Uzbek menaklukkan pemerintahan Badi’ al-Zamand di Samarkand.[2]

Referensi sunting

  1. ^ Maria E. Subtelny, ''Timurids in Transition: Turko-Persian Politics and Acculturation in Medieval Persia'', Vol. 7, (Brill, 2007), 201.
  2. ^ B.F. Manz, "Tīmūr Lang", di Encyclopaedia Islam, Online Edition, 2006
  3. ^ "Timur", The Columbia Encyclopedia, Sixth Edition, 2001-05 Columbia University Press, (LINK Diarsipkan 2008-06-30 di Wayback Machine.)
  4. ^ "Consolidation & expansion of the Indo-Timurids", in Encyclopædia Britannica, (LINK)
  5. ^ B. Spuler, "Central Asia in the Mongol and Timurid periods", published in Encyclopædia Iranica, Online Edition, 2006/7, (LINK): "... Like his father, Olōğ Beg was entirely integrated into the Persian Islamic cultural circles, and during his reign Persian predominated as the language of high culture, a status that it retained in the region of Samarqand until the Russian revolution 1917 [...] Ḥoseyn Bāyqarā encouraged the development of Persian literature and literary talent in every way possible ..."
  6. ^ David J. Roxburgh. The Persian Album, 1400-1600: From Dispersal to Collection. Yale University Press, 2005. pg 130: "Persian literature, especially poetry, occupied a central in the process of assimilation of Timurid elite to the Perso-Islamicate courtly culture, and so it is not surprising to find Baysanghur commissioned a new edition of Firdawsi's Shanama
  7. ^ Beatrice Forbes Manz (25 March 1999). The Rise and Rule of Tamerlane. Cambridge University Press. pp. 17–. ISBN 978-0-521-63384-0.
  8. ^ "The Descendants of Sayyid Ata and the Rank of Naqīb in Central Asia" by DevinDeWeese Journal of the American Oriental Society, Vol. 115, No. 4 (Oct. – Dec., 1995), pp. 612–634
  9. ^ Four studies on the history of Central Asia, Volume 1 By Vasilij Vladimirovič Bartold p.19
  10. ^ Islamic art By Barbara Brend p.130
  11. ^ Vasilij Vladimirovič Bartold. Four studies on the history of Central Asia, Volume 1. E.J. Brill; 1962. p. 19.
  12. ^ V.V. Barthold. Four Studies on Central Asia. E.J. Brill archives; 1956. p. 59.
  13. ^ a b c d e f g http://azizahlaily.blogspot.com/2011/04/dinasti-timuriyah.html Dinasti Timuriyah
  14. ^ Volume III: To the Year A.D. 1398, Chapter: XVIII. Malfúzát-i Tímúrí, or Túzak-i Tímúrí: The Autobiography of Tímúr. Page: 389 (please press next and read all pages in the online copy) Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine. (1. Online copy Diarsipkan 2011-04-03 di Wayback Machine., 2. Online copy) from: Elliot, Sir H. M., Edited by Dowson, John. The History of North India, as Told by Its Own Historians. The Muhammadan Period; published by London Trubner Company 1867–1877. (Online Copy: The History of India, as Told by Its Own Historians. The Muhammadan Period; by Sir H. M. Elliot; Edited by John Dowson; London Trubner Company 1867–1877 Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine. - This online Copy has been posted by: The Packard Humanities Institute; Persian Texts in Translation; Also find other historical books: Author List and Title List Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine.)
  15. ^ Selected Death Tolls: Timur Lenk (1369–1405)

9. http://wawasansejarah.com/history-of-islam/dinasti-timuriyah

  • AS-SUYUTHI, Imam; TARIKH KHULAFA`, Sejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: AL-KAUTSAR, 2006. ISBN 979-592-175-4

Pranala luar sunting