Dukuhbadag, Cibingbin, Kuningan
Dukuhbadag adalah sebuah Desa yang berada di wilayah Jawa Barat Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan.
Dukuhbadag | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Barat | ||||
Kabupaten | Kuningan | ||||
Kecamatan | Cibingbin | ||||
Kode Kemendagri | 32.08.05.2006 | ||||
Luas | - | ||||
Jumlah penduduk | - | ||||
Kepadatan | - | ||||
|
SEJARAH
suntingAWAL BERDIRINYA DESA DUKUHBADAG
Dahulu kala pada waktu masa Kerajaan Mataram, disuatu tempat atau wilayah ada sebuah Padepokan yang penduduknya hanya beberapa penghuni saja. Di padepokan tersebut kehidupan masyarakatnya di pimpin oleh 2 (dua) tokoh saudara, yaiu:
1.Ki Buyut Wisa Merta
2.Ki Buyut Merta Wisa
Dua orang tokoh tersebut merupkan Pengembara yang berasal dari daerah Gunung Puteran (sekarang Capar). Padepokan artinya sebuah tempat yang dihuni manusia dengan segala kegiatannya. Sekarang tempat itu disebut Depok berada di sebelah barat Desa Dukuhbadag
Pada waktu itu wilayah Depok merupakan wilayah kurang subur dan selalu terkikis oleh aliran sungai/kali Cikaro, sehingga Padepokan mengalami pergeseran tempat, semakin ke utara, dan oleh sebab sering bergeser maka tempat tersebut sekarang dinamakan blok Keser.
Setelah dua tokoh sebagai pimpinan Padepokan yaitu Buyut Wisa Merta dan Buyut Merta Wisa meninggal kelompok masyarakat tersebut pindah ke sebuah lokasi yaitu bernama Golampit atau sering disebut Dukuh Turi (karena banyak pohon Turi). Di wilayah inilah pertumbuhan penduduk makin bertambah, dengan banyak pendatang dari daerah Pantura (Pantai Utara) yang konon kabarnya di daerah asalnya situasi keamanan sangat gawat. Sehubungan dengan pertambahan jumlah penduduk, pelebaran wilayah mulai merambah ke tempat yang lebih rata dan dianggap cukup sehat sehingga membentuk suatu perkampungan dengan nama CISAHAAT dan penyebutannya lama kelamaan berubah menjadi CISAAT, hal ini dikaitkan dengan aliran sungai Cikaro yang mengalir ke daerah tersebut yang setiap musim kemarau Sungai Cikaro benar-benar kering atau saat. Setelah membentuk perkampungan dengan jumlah warga makin bertambah diangkatlah seorang tokoh sakti menjadi pemimpin kampung Cisaat yang bernama MAYA KERTI.
Seiring dengan pertumbuhan kampung Cisaat, pada waktu itu terjadi pembagian daerah perbatasan yang dilakukan oleh Kerajaan Gebang yang ratunya bernama Ratu Aria Sutajaya Upas.
Kampung Cisaat merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Gebang, kemudian diangkatlah Maya Kerti sebagai Ngabeui, yaitu jabatan setaraf Kuwu yang mempunyai kewajiban menyetor upeti setiap tahun.
Selang beberapa tahun kemudian Maya Kerti jatuh sakit dan penyakitnya cukup berat yang berakibat tubuhnya cacat sehingga Maya Kerti mengubah namanya menjadi Maya Taruna (Bapak Maya yang penuh cacat). Dalam rangka menjalankan kewajibannya untuk memberikan upeti ke Ratu Gebang, Maya Kerti yang berubah nama menjadi Maya Taruna melaksanakannya secara langsung dikarenakan tidak boleh diwakilkan kepada orang lain. Sehingga ketika menghadap Ratu Gebang, Maya Kerti berangkat dengan menggunakan Tandu. Dari kejadian inilah Buyut Maya Kerti dijuluki oleh Gusti Sinuhun Aria Sutajaya Upas dengan julukan Ngabeui Tandu Maya, yang pengucapannya lama kelamaan berubah menjadi Tanu Maya (tercatat dalam sejarah sebgai Ngabeui Pertama Desa Dukuhbadag).
Perkembangan jumlah penduduk semakin bertambah dan penambahan perkampungan terjadi, apalagi dengan datangnya pendatang baru dari daerah Jawa Tengah yang terkenal dengan sebutan Buyut Jawa. Datang bersama rombongan Nini Gendel (sebutan karena rambutnya gendel/gimbal) dan tinggal membentuk perkampungan baru yang bernama kampung Maja (sampai sekarang tempat tersebut tidak berganti nama). Penambahan kampung berikutnya terjadi dengan adanya seorang pertapa terkenal bernama Aki Dukuh. Bersama pengikutnya ia membuat pondoknya disebelah utara Kiara Padung dan membuat perkampungan dengan nama Kampung Karangsari (sampai sekarangpun nama kampung tersebut tidak pernah berubah).
Proses kegiatan kehidupan masyarakat berjalan dengan baik sehingga perambahan demi perambahan dalam memperluas perkampungan kerap terjadi. Disebelah utara perkampungan Karangsari ada suatu pelataran yang cukup resik dan luas hal ini diakibatkan oleh endapan lumpur dan bebatuan yang terbawa arus sungai Cijangkelok. Hal tersebut membawa dampak dan daya tarik tersendiri bagi warga perkampungan untuk pindah dan menetap pada areal baru itu tersebut.
Diceritakan setelah perkampungan baru terbentuk, ada seorang petani tembakau yang cukup berhasil dan terkenal akan rasa dan aroma tembakaunya. Ada keunikan dalam mengolah hasil panennya, yaitu dalam memotong daun tembakau yang sudah dipanen. Dia memakai cara dipotong/diiris besar-besar (badag-badag), tidak seperti lazimnya petani yang lain memotong/mengiris dengan cara lembut atau tipis-tipis.
Saking terkenalnya orang tersebut maka irisan daun tembakau yang besar-besar membawa perkampungan tersebut dengan julukan Dukuhbadag.
Pertumbuhan penduduk sangat cepat mengalami penambahan dan perkampungan baru yang disebut Dukuhbadag sangat nyaman dan strategis sehingga timbul kesepakatan untuk memindahkan pusat pemerintahan dari kampung Cisaat ke kampung Dukuhbadag. Setelah Dukuhbadag menjadi pusat pemerintahan dikala itu, maka atas restu sinuhun Ratu Gebang diangkatlah seorang tokoh sakti menjadi pemimpin yaitu Ngabeui Brajadigiri yang diyakini berasal dari Banten.
TATA PEMERINTAHAN
suntingDesa Dukuhbadag dipimpin oleh seorang Kuwu atau Kepala Desa
No | Nama Kepala Desa | Waktu Jabatan | Jumlah Tahun | Ket |
---|---|---|---|---|
1 | Buyut Tandu Maya | Th ……. s/d ….. | ? | ? |
2 | Ngabeui Brajadigiri | Th ……. s/d ….. | ? | ? |
3 | Buyut Argadiwangsa | Th ……. s/d ….. | ? | ? |
4 | Buyut Cadikrama | Th ……. s/d ….. | 3thn | ? |
5 | Buyut Argadiwangsa | Th ……. s/d ….. | ? | ? |
6 | Bapak Cakra Dimerta | 1842 s/d 1872 | 30thn | Kuwu Bintang |
7 | Bapak Wiradiwangsa | 1872 s/d 1886 | 14thn | |
8 | Bapak Sacadiprana | 1886 s/d 1898 | 12thn | |
9 | Bapak Sacawinata | 1898 s/d 1906 | 12thn | |
10 | Bapak Bangsa Dipa | 1906 s/d 1920 | 14thn | |
11 | Bapak Atma Disastra | 1902 s/d 1945 | 25thn | |
12 | Bapak Marga Disastra | 1945 s/d 1948 | 3.5thn | |
13 | Bapak Sastra Wijaya | 1949 s/d 1951 | 2.5thn | |
14 | Bapak Wangsa Disastra | 1951 s/d 1953 | 3thn | |
15 | Bapak Parta Disastra | 1954 s/d 1962 | 8thn | Kuwu Hormat |
16 | Bapak Tirta Praja | 1962 s/d 1970 | 8thn | |
17 | Bapak Praja | 1970 s/d 1973 | 2thn | |
18 | Ibu Unijah | 1973 s/d 1985 | 8thn | |
19 | Bapak H.Nursidik | 1985 s/d 2002 | 16thn | |
20 | Bapak E.Suhendriana.EK | 2002 s/d 2004 | 1.5thn | |
21 | Dedy Juhendi | 2004 s/d 2012 | 8thn | Kuwu Hormat |
22 | Kastum | 2012 s/d..... | ... | sekarang masih bertugas |
Sumber:http://dukuhbadag.blogspot.com/2012/09/daftar-kepala-desa-yang-telah-memimpin.html?m=1
SENI DAN BUDAYA
sunting1.SINTREN
Sintren adalah sebutan kepada peran utama dalam satu jenis kesenian. Tapi akhirnya sebutan itu menjadi satu nama jenis kesenian yang disebut sintren. Sintren asal kata sesantrian artinya meniru santri bermain lais, debus, rudat atau ubrug dengan menggunakan magic (ilmu ghaib). Seni sintren ternyata tidak hanya hidup di daerah Kabupaten Majalengka, Indramayu dan Cirebon. Tapi juga hidup di Desa Dukuhbadag, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan.
Menurut, Udin Sahrudin, tokoh sintren di Desa Dukuhbadag, munculnya seni sintren di Kuningan belum bisa dipastikan. Sebab sampai sekarang belum ada penelitian ilmiah, tetapi yang jelas sejak tahun 1930 sudah banyak warga Desa Dukuhbadag yang mengadakan pertunjukan seni sintren terutama pada acara pesta khitanan dan pernikahan.
“Dulu yang pertama kali menjadi pimpinan seni sintren di Desa Dukuhbadag yakni Ibu Warjiah, tetapi saya tidak tahu pasti dari mana awal perkembangan seni sintren itu,” kata Udin Sahrudin.
Berdasarkan cerita orang tua dulu, lanjut dia, sini sintren di Dukuhbadag dibawa oleh orang dari daerah lain yang sengaja untuk mencari nafkah yakni sebagai Kukurung. Kukurung merupakan bahasa dialek masyarakat Desa Dukuhbadag yang ditujukan kepada orang yang sedang memcari nafkah dengan cara menjual jasa memanen padi.
Dia menjelaskan, mereka (kukurung) diperkirakan datang dari daerah perbatasan Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan dengan Kecamatan Banjarharja Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Diantaranya saja Desa Cibendung, Cikakak, Karangjunti, Pande, Dukuhjeruk dan Desa Randegan. Ada pula yang datang dari daerah perbatasan Kabupaten Cirebon, diantaranya Desa Tonjong, Cilengkrang, Ciledug, pabuaran, Cikulak, Leuweunggajah dan desa lainnya.
Kukurung-kukurung itu datang bukan saja ke Desa Dukuhbadag, tetapi ke desa lain di Kecamatan Cibingbin antara lain Desa Bantarpanjang, Cisaat, Citenjo, Cibingbin, Desa Cibeureum dan Desa Tarikolot, bahkan sampai Desa Sukasari dan Tanjungkerta KecamatanKarangkancana. (Desa Cibeureum dan Desa Tarikolot, kini Kecamatan Cibeureum)
“Untuk melepas lelah, kukurung-kukurug itu mengadakan pertunjukan seni sintren, di halaman rumah warga tanpa mendapat upah dari pemilik punya rumah, kecuali jamuan alakadarnya,”imbuhnya.
Dikatakan, pertunjukan sintren tidak selamanya memerlukan panggung, mereka bermain di halaman rumah beralaskan tikar, para penabuh gamelan dan juru kawih sambil duduk, sedangkan sintren menari sambil berdiri lemah gemulai mengikuti irama irama gamelan.
“Konon kabarnya, anak yang sudah dijadikan sintren harus mengalami 21 kali pentas, lebih sempurna 40 kali pertunjukan. Hal ini dipercaya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan bagi pribasdi sintrennya, terutama musibah. Setelah 40 hari biasanya rombongan seni tersebut mengadakan hajatan selamatan agar dijauhkan dari mara bahaya,” paparnya.
Daerah Penyebaran
a.Desa Bantar Panjang
b.Desa Cibeureum
c.Desa Cibingbin
d.Desa Cisaat
e.Desa Dukuhbadag
f.Desa Sukasari
g.Desa Tanjung Kerta
h.Desa Tarikolot
i.Kab. Brebes
j.Kab. Cirebon
k.Kab. Indramayu
l.Kab. Kuningan
m.Kab. Majalengka
Tokoh-Tokoh Sintren di Kec.Cibingbin
a.Warijah (Almh) di Desa Dukuhbadag tahun 1930.
b.Darpi (Almh) di Desa Cibingbin tahun 1935.
c.Jatmadi di Desa Cisaat tahun 1942.
d.Unti di Desa Dukuhbadag tahun 1944.
e.Waluh di Desa Dukuhbadag tahun 1973.
f.S.Subagyo di Desa Dukuhbadag tahun 1979.
2.GEMBYUNG
Sejarah dan perkembangan
Kesenian tradisional yang satu ini disebut seni Gembyung atau dikenal sebagai seni “Terbangan” yang bernafaskan islami. Pada setiap pementasan para pemain pendukung melantunkan shalawat-shalawat Nabi, Iramanya mirip kelompok paduan suara dengan intonasi yang teratur. Terkadang intonasinya tinggi lalu merendah. Begitulah seterusnya silih berganti. Dan tiba-tiba berhenti mendadak.
Gembyung merupakan jenis musik ensambel yang di dominasi oleh alat musik yang disebut waditra. Seni Gembyung merupakan salah satu kesenian peninggalan para wali di Cirebon, Namun tidak hanya di Cirebon kesenian gembyung juga Dilestarikan dan berkembang di kabupaten Kuningan sejak sekitar abad ke 15. Seni tersebut terdapat hampir di semua kecamatan yang ada di kabupaten Kuningan. Khususnya di kecamatan Cibingbin tepatnya di desa Dukuhbadag yang akan menjadi inti dalam pembahasan ini. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi,dan Rajaban, namun tidak hanya dipentaskan di acara-acara keagamaan, kesenian gembyung ini juga banyak dipentaskan di kalangan masyarakat seperti ngaruat bumi, ngali taneuh, babarit, Khitanan, dan lain-lain.
Tokoh-tokoh gembyung
Orang-orang yang pertama kali membawakan kesenian gembyung di Desa Dukuhbadag,antara lain:
Ø Surlandi (alm)
Ø Kartawinata (alm)
Ø Tabjani (alm)
Dia-dia mulai membawakan kesenian gembyung di Dukuhbadag mulai pada tahun 1930-an. Dia membuat sendiri peralatan gembyung nya dan sampai saat ini alatnya masih ada, walaupun sudah tidak dapat di pergunakan lagi.
Menurut bapak D.U. Sahrudin, Saat itu bapak Kartawinata menginginkan bila dia meninggal,dia ingin diiringi oleh musik gembyung.
Dan orang-orang yang berjasa dalam mempertahankannya kesenian gembyung di Desa Dukuhbadag sekarang diantaranya adalah:
1.Toharip berusia (85th) dia Lahir di desa Dukuhbadag Kec. Cibingbin, sebagai pemain Terbang besar.
2.Johani berusia (85th) dia Lahir di desa Dukuhbadag Kec. Cibingbin, sebagai pembawa lagu Sekaligus memainkan Terbang besar.
3.Kustandi berusia (35th) dia Lahir di desa Dukuhbadag Kec. Cibingbin, sebagai pemain terbang kecil.
4.Yasna berusia (35th) dia Lahir di desa Dukuhbadag Kec. Cibingbin, sebagai pemain Gendang.
5.Andri berusia (35th) dia Lahir di desa Dukuhbadag Kec. Cibingbin, sebagai pemain Taju.
Musik gembyung
Peralatan gembyung Buhun sangatlah sederhana berbeda dengan gembyung modern, gembyung buhun memakai peralatan Diantaranya:
1. Terbang besar
2. Terbang kecil
3. Kendang (sebagai pengatur lagu)
4. Taju
5. Nuskah (buku kumpulan shalawat shalawat Nabi)
Alat penunjang pertunjukan
Sama halnya dengan kesenian yang lain kesenian gembyung juga memiliki perelatan-peralatan penunjang pertunjukan agar kesenian ini terlihat tidak membosankan juga terdengar menarik, alat penunjang pertunjukan diantaranya adalah:
1. Kecrek.
2. Pakaian muslim.
3. Kopyah hitam.
4. Sarung.
5. Serban.
6. Dll.
Bentuk pertunjukan
Pementasan seni gembyung dibagi dua tahap yaitu diawali pembukaan tanpa diiringi musik, dan tahap kedua diiringi tetabuhan seraya melantunkan salawat-salawat nabi. Syair-syair yang di bacakan antara lain, Assalam, Mussahri, A-salatu Allanabi dan ayat-ayat lainnya.
Pementasan seni gembyung terkadang bisa semalam suntuk, dengan menampilkan 20 jenis pupuh. Sementara pada acara khitanan anak fungsinya sebagai media hiburan seraya menunggu terbitnya matahari menjelang pelaksanaan acara khitanan.
Di Dukuhbadag sendiri, pementasan seni Gembyung biasanya di laksanakan pada:
1. Hajat Ngarupus
2. Maulid Nabi
3. Sunatan
4. Isra Mi’raj
5. Sedekah Bumi
6. Sesudah shalat Tarawih (biasanya pada malam 20 ke atas)
Menurut tokoh-tokoh yang ada di Dukuhbadag, shalat Tarawih bisa menjadi lebih khidmat bila setelahnya diadakan seni Gembyung.
Upaya pelestarian
Kehidupan seni gembyung sempat mengalami “Senin-Kemis” dan nyaris punah, kalau saja tidak ada pengkaderan atau generasi penerus yang mau menerima tongkat estafet, untuk menjaga dan memelihara seni gembyung peninggalan nenek moyang kita.
Dalam upaya ke arah itu, sudah sewajibnya pihak Depdiknas dan Disparbud Kabupaten Kuningan menaruh perhatian dan berusaha mengadakan peremejaan pemain, karena selama ini yang tampil pada kesenian gembyung umumnya adalah para manula (manusia lanjut usia).
Kalangan pemuda dan pelajar yang berminat di daerah pedesaan perlu diberi kesempatan mempelajari sekaligus menekuni seni Gembyung di bawah bimbingan para seniornya. Sebagai tindak lanjutnya perlu diadakan pembinaan secara terus-menerus dan terarah, dengan sasaran sampai kapan pun Kuningan memilki generasi penerus di bidang seni Gembyung.
Sementara itu, pihak Disparbud turut membantu mempromosikan baik lewat media elektronik, (Radio dan Televisi), media cetak (Koran, majalah, Buku, dll), ataupun melalui pertunjukkan langsung di beberapa tempat ( contohnya apresiasi seni di SMAN 3 Kuningan dalam rangka Smantika Anniversary).
Selain itu, upaya pelestarian seni Gembyung pernah di rintis oleh para pemuda Kuningan pada tahun 1996 melalui “ Festival seni Gembyung “ yang di gelar di gedung pendopo dalam rangkaian hari jadi Kuningan, di ikuti oleh sekitar 30 grup.
Festival seni Gembyung khususnya dan festival seni tradisional lainnya diharapkan bisa ditindak lanjuti dan di lembagakan sehingga menjadi agenda tahunan dalam kalender pariwisata.
Pada tahun 1930-an group-group seni gembyung di dukuhbadag, berjumlah 4 group. Tapi semakin berkembangnya zaman dan globalisasi, grup seni gembyung yang masih aktif di Dukuhbadag hanya tersisa 2 group saja.
Menurut keterangan tokoh seni di Dukuhbadag, saat ini di butuhkan kaderisasi atau pengkaderan terhadap anak anak muda, agar terciptanya regenerasi akan kesenian gembyung tersebut. Selain itu, juga di butuhkan perbaikkan Nuskah atau buku kumpulan shalawat shalawat Nabi, karena buku Nuskah yang sekarang kata-kata nya sudah kurang jelas atau kurang layak untuk di pakai lagi.
3.BELUK
4.WAYANG GOLEK
Sumber:
http://kuninganmedia.com/buka/baca/1287664203
http://exoseko.blogspot.com/2012/04/sintren.html?m=1
http://yusufardiyansyahblog.wordpress.com/2013/08/04/seni-gembyung-buhun-terbangan/[pranala nonaktif permanen]