Eka Darmaputera (16 November 1942 – 29 Juni 2005) adalah seorang pendeta dan teolog Indonesia yang banyak menulis sehingga karya-karya dan pikirannya sering kali muncul dalam berbagai surat kabar nasional Indonesia. Ia juga sering diundang menjadi pembicara di berbagai seminar dan lokakarya, baik di dalam maupun di luar negeri.

Eka Darmaputera

Riwayat Hidup

sunting

Latar belakang dan pendidikan

sunting

Eka dilahirkan dengan nama The Oen Hien sebagai anak sulung dari dua bersaudara dalam sebuah keluarga sederhana pemilik warung kecil yang hidupnya sering kali pas-pasan. Kadang-kadang selama berminggu-minggu mereka hanya mampu makan singkong. Pada 1953 ia lulus dari SD Masehi di Magelang, lalu melanjutkan ke SMP BOPKRI dan lulus dari sana pada 1957. Setelah lulus dari SMA Negeri Magelang pada 1960, ia mula-mula berkeinginan melanjutkan pendidikannya ke Akademi Militer Nasional yang juga terletak di Magelang, karena ia selalu terkesan oleh penampilan para taruna yang rapi dan gagah. Selain itu, ia juga banyak berteman dengan anak kolong - sebutan untuk anak-anak dari keluarga militer - yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Meskipun dilarang, dengan sembunyi-sembunyi Eka sering pergi mengunjungi teman-temannya di kompleks militer. Dengan mereka, Eka kerap kali berkeliling naik sepeda ke daerah Pecinan, sambil mengenakan sarung dan peci. Seperti umumnya anak-anak lelaki seusianya, tak jarang Eka bersama teman-temannya terlibat dalam perkelahian.

Mengingat kondisi keuangan keluarganya, akhirnya Eka memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya ke Akademi Militer, melainkan menerima ajakan seorang temannya untuk bersama-sama mendaftar di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (STT Jakarta) untuk menjadi pendeta. Pertimbangannya, belajar di STT Jakarta ia dapat meminta bantuan beasiswa.

Menjadi mahasiswa

sunting

Setelah lulus ujian masuk, Eka tinggal di asrama STT Jakarta. Meskipun mendapat bantuan beasiswa, kesulitan keuangan Eka ternyata tidak begitu saja selesai. Dalam keadaan terdesak karena kiriman orangtuanya terlambat datang atau memang sangat terbatas, kenakalan Eka kadang-kadang muncul kembali. Bersama teman-temannya, ia malah pernah mencuri barang dari gudang asrama untuk dijual. Masalah keuangan kemudian sedikit teratasi setelah dia diterima mengajar di SMA BPSK Jakarta, dengan gaji Rp 1.500 sebulan.

Sejak duduk di bangku kuliah, Eka sudah aktif dalam kegiatan berorganisasi dan bergereja. Ia aktif dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan pernah menjabat sebagai salah satu anggota Pengurus Pusat organisasi itu (1962-1966). Ia juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Gerakan Siswa Kristen Indonesia (GSKI) (1962-1966). Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), yang kini telah berubah nama menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia. Keaktifannya di DGI membuat ia mendapatkan beasiswa tambahan, sehingga hidupnya menjadi lebih terjamin. Di luar itu, ia aktif sebagai anggota Front Pemuda Pelajar pada 1965-1966.

Lulus dan menjadi pendeta

sunting

Pada 1966 Eka lulus dari kuliahnya di STT Jakarta dan ia segera melayani sebagai pendeta di sebuah jemaat GKI Jawa Barat di daerah Jakarta Timur. Di sini bakat kepemimpinan dan pemikiran-pemikirannya kembali mendapatkan penghargaan dari rekan-rekannya, sehingga pada usia yang masih sangat muda, pada 1968, ia diangkat menjadi Ketua Sinode di Gerejanya.

Sebelas tahun setelah melayani penuh di Gereja, Eka mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studinya di Boston College di Boston dan Seminari Teologi Andover Newton, di Newton Center, kedua-duanya terletak di negara bagian Massachusetts, Amerika Serikat, dan lulus pada 1982 dengan gelar Ph.D. dalam bidang Agama dan Masyarakat. Eka menulis disertasinya dengan judul Pancasila and the Search for Identity and Modernity in Indonesian Society - An Ethical and Cultural Analysis. Dalam disertasinya ini, Eka berargumentasi bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi yang sangat tepat bagi masyarakat Indonesia yang majemuk, karena ideologi ini bersifat inklusif. Pemikiran ini berbeda dengan penafsiran Pancasila yang muncul pada masa pemerintahan Orde Baru, khususnya pada tahun-tahun terakhirnya, yang justru mengharamkan perbedaan pendapat dan kemajemukan budaya Indonesia.

Pemikiran-pemikiran Eka Darmaputera tidak luput dari perhatian pendidikan teologi di dunia, sehingga pada Desember 1999, Seminari Teologi Princeton di New Jersey, Amerika Serikat, menganugerahkan kepadanya Kuyper Prize for Excellence in Reformed Theology and Public Life.[1]

Kegiatan lain

sunting

Sejak awal kariernya sebagai seorang pendeta dan teolog, Eka telah aktif sebagai penganjur gerakan ekumenis antara pihak Protestan dan Katolik, dan antara pihak Kristen dengan agama-agama lainnya. Bersama-sama dengan Abdurrahman Wahid, Gedong Bagus Oka, dll. Eka adalah salah satu tokoh di balik pembentukan Dian/Interfidei, sebuah organisasi yang aktif bergerak dalam dialog antar iman dan berkedudukan di Kaliurang, Sleman.

Eka juga pernah duduk sebagai anggota Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia dan mengajar sebagai dosen di STT Jakarta dan Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Eka adalah salah satu dosen dari Southeast Asia Graduate School of Theology yang berkedudukan di Manila, Filipina.

Pada 1999 Eka merasa perlu berkiprah pula dalam ajang politik. Ia bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan dan namanya muncul sebagai salah satu calon wakil rakyat mewakili Kabupaten Tangerang. Namun nama Eka tidak termasuk dalam daftar calon jadi, sehingga ia tidak sempat berjuang lewat kursi parlemen.

Akhir hayat dan kematian

sunting

Eka telah lama mengidap penyakit lever yang kemudian berkembang menjadi sirosis dan kanker hati. Penyakitnya ini menggerogotinya selama bertahun-tahun, hingga akhirnya pada 29 Juni 2005 ia menghembuskan napasnya yang terakhir di Rumah Sakit Mitra Internasional, Jakarta.

Jenazahnya sempat disemayamkan beberapa hari di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jl. Bekasi Timur IX, Jatinegara, Jakarta Timur, gereja yang dilayaninya sejak pertama kali lulus dari STT Jakarta hingga kematiannya dan kemudian dikremasikan di Krematorium Cilincing.

Keluarga

sunting

Eka meninggalkan seorang istri, Evang Meyati Kristiani, seorang ahli pendidikan dan seorang anak laki-laki Arya Wicaksana, yang tinggal di Australia bersama istrinya Vera Iskandar.

Bibliografi

sunting

Berikut ini adalah sebagian dari karya tulis Eka Darmaputera:

  • Spiritualitas Siap Juang: Khotbah-khotbah tentang Spiritualitas Masa Kini (2004)
  • Jalan Kematian, Kehidupan: Khotbah-khotbah pra-Paskah dan Paskah (2003)
  • Etika sederhana untuk semua: perkenalan pertama (1987, 2002) Jakarta: Gunung Mulia. ISBN 979-415-187-4
  • Etika sederhana untuk semua: Bisnis, Ekonomi dan Penatalayanan (1990, 2002), BPK Gunung Mulia. ISBN 979-415-477-6
  • Pergulatan kehadiran Kristen di Indonesia: teks-teks terpilih Eka Darmaputera (2001)
  • Kepemimpinan Kristiani: Spiritualitas, Etika, dan Teknik-teknik Kepemimpinan dalam Era Penuh Perubahan (2001)
  • Gereja dan Reformasi: Pembaruan Gereja menuju Indonesia Baru (1999)
  • AIDS: Kutukan Tuhan? Beberapa Catatan Medis, Teologis dan Etis (1995)
  • Pancasila and the Search for Identity and Modernity in Indonesian Society: a Cultural and Ethical Analysis, Leiden, New York: E.J. Brill, (1988)
  • Konteks Berteologi di Indonesia: Buku Penghormatan untuk HUT ke-70 Prof. Dr. P.D. Latuihamallo (sebagai penyunting, 1988)
  • Pancasila, Identitas dan Modernitas: Tinjauan Etis dan Budaya (1987)
  • Keluarga Berentjana dalam Rangka Keluarga Bertanggung djawab (1972)
  • Toleransi, Kerukunan, Pembangunan (1970)

Referensi

sunting

Pranala luar

sunting