Elang flores
Elang flores | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Filum: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | N. floris
|
Nama binomial | |
Nisaetus floris (Hartert, 1898)
| |
Sinonim | |
Spizaetus floris |
Elang Flores (Spizaetus floris) merupakan salah satu jenis raptor (burung pemangsa) endemik yang dipunyai Indonesia dari keluarga Accipitridae dan Genus Nisaetus. Elang flores sebelumnya dianggap sebagai ras elang brontok tetapi Gjershaug et al (2004) menunjukkan bahwa perbedaan morfologis yang signifikan antara bentuk ini denga elang brontok. Jarak genetik antara kedua taksa ini ditemukan hanya 1% (Gamauf et al. 2005) Elang flores ini ditempatkan di genus Nisaetus mengikuti rekomendasi Helbig et al. (2005) yang didukung oleh studi molekuler Lerner dan Mindell (2005), berdasarkan pada urutan molekul dua gen mitokondria dan satu intron nuklir.
Deskripsi
suntingElang flores tergolong burung berukuran besar dengan panjang tubuh sekitar 60 sampai 79 cm. Kepala putih, kadang dengan garis-garis coklat pada mahkota. Tubuh bagian atas coklat-kehitaman. Dada dan perut putih berpalang coklat kemerahan yang tipis. Ekor coklat dengan enam garis gelap. Kaki putih. Tidak ada perbedaan signifikan antara jantan-betina dan dewasa-muda. Mirip dengan elang brontok muda
Penyebaran
suntingElang flores termasuk salah satu jenis burung endemik Indonesia yang dapat dijumpai di daerah timur khususnya di pulau Flores, Sumbawa, dan Lombok (di perbatasan Taman Nasional Rinjani) serta di dua pulau Satonda di dekat Sumbawa dan Rinca di dekat Komodo. Catatan dari Paloe dan Komodo belum diverifikasi.[2]
Habitat dan Kebiasaan
suntingJenis elang ini dipercaya pada dasarnya tergantung pada habitat hutan hujan dataran rendah untuk kelangsungan hidupnya, meskipun telah didokumentasikan di hutan submontane, yang merupakan hutan yang tumbuh di sepanjang kaki bukit atau lereng gunung yang rendah; dan hutan pegunungan setinggi 1.600 m di Flores. Peneliti lain mengamati spesies ini di bukit dan hutan yang dibudidayakan dari permukaan laut hingga 1.000 m. Namun, ketika terlihat terbang, selalu berada di dekat hutan utuh atau semi-utuh. Paling sering terlihat terbang di atas kanopi hutan di sepanjang sisi lereng gunung yang curam.[2]
Makanan
suntingDi kawasan dekat pemukiman, memiliki kebiasaan memangsa ayam peliharaan yang menyebabkan burung pemangsa ini sering diburu oleh petani karena dianggap sebagai hama. Memakan burung, kadal, ular dan mamalia kecil[2]
Populasi
suntingDari studi lapangan tentang elang flores ini, Gjershaug et al. (2004) menyimpulkan bahwa populasi spesies ini sekitar kurang dari 100 pasang, berdasarkan estimasi ukuran wilayah mereka sejauh 40 km². Raharjaningtrah dan Rahman (2004) secara independen memperkirakan populasi pada 73 sampai 75 pasangan, berdasarkan ekstrapolasi mereka dari perkiraan ukuran jelajah rumah 38,5 km² (n = 3). Atas dasar itu, mereka menyarankan bahwa mungkin ada 10 pasang di Lombok, 38 pasang di Sumbawa, dan 27 pasang di Flores.
Reproduksi
suntingVerheijen (1964) mencatat sarang aktif di Flores Barat pada bulan Maret (1), April (2), Mei (1), dan Agustus (1), tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut. Penerbangan layar dan sanggama diamati di Flores pada bulan Juni dan Juli 2003 oleh J.-M. Thiollay (in litt. To Gjershaug et al. 2004), menunjukkan bahwa pembiakan berlangsung selama musim kemarau. Gjershaug et al. (op cit.) diberitahu oleh penduduk desa di Mbeliling, Flores bahwa sebuah pohon besar yang ditebang pada bulan Agustus berisi sarang dengan sarang elang yang besar (mungkin dari spesies ini), juga mengindikasikan perkembangbiakan selama musim kemarau. Sarang dan telur tidak disebutkan.[2]
Referensi
sunting- ^ BirdLife International (2013). "Nisaetus floris". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2013.2. International Union for Conservation of Nature. Diakses tanggal 26 November 2013.
- ^ a b c d Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama:0