Enggak Bahauddin (lahir di Padang, 1918 - wafat 1977 dalam umur 59 tahun) merupakan seorang wartawan Imdonesia. Ia menjalani jenjang pendidikan dasar hingga MULO (setingkat SMP) di Padang. Dengan bermodalkan ijazah SMP, ia melamar sebagai korektor di surat kabar Sinar Soematra, yang terbit di Padang. Karena ketekunannya, maka redaksi Sinar Soematra menugaskan mencari berita kota. Enggak berpikir, kalau tetap di kampung halaman, maka ia tidak ada kesempatan untuk maju. Ia pun merantau ke Jawa. Di Jakarta, ia bertemu dengan Mochtar Lubis dan akhirnya menjadi wartawan surat kabar Indonesia Raya.

Selama 40 tahun menjadi seorang wartawan, Enggak sudah enam kali keluar masuk lubang bui. Pada zaman Belanda masuk penjara karena tuduhan melakukan gerakan subversi. Pada zaman Soekarno, ia masuk penjara sebanyak empat kali karena persdelict. Pada era Soeharto, ia harus masuk penjara selama sebelas bulan. Ia dikeluarkan dari penjara karena penyakit yang ia derita. Tidak begitu lama keluar dari penjara, ia pun menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1977 dalam usia 59 tahun.

Dalam wawancara dengan wartawan Kompas pada saat itu, Enggak mengemukakan pendapatnya bahwa kebebasan pers di negara Indonesia berkembang masih terasa terbatas. Ia mengemukakan tiga hal yang perlu dimiliki oleh pers negara berkembang, termasuk Indonesia, yaitu idealisme, dedikasi, dan keberanian mengambil risiko. Yang terakhir inilah yang tampaknya tidak dimiliki oleh wartawan sekarang. Sebagai seorang wartawan harus memiliki sifat berani mengambil risiko, karena dalam setiap melakukan segala sesuatu pasti ada risiko , kalau mau maju harus berani mengambil risiko tersebut.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ Chaniago, Hasril (2018). 121 Wartawan Hebat dari Ranah Minang dan sejumlah Jubir Rumah Bagonjong. Padang: Panitia Pelaksana Daerah Hari Pers Nasional 2018 Biro Humas Setda Provinsi Sumatera Barat.