Northrop F-5

Pesawat Northrop F-5 E/F
(Dialihkan dari F-5 Tiger II)

F-5A/B Freedom Fighter dan F-5E/F Tiger II adalah sebuah bagian dari keluarga pesawat tempur supersonik ringan yang dirancang dan diproduksi oleh Northrop, di Amerika Serikat, sejak tahun 1960-an. Ratusan pesawat ini masih dipakai oleh berbagai angkatan udara di dunia sampai abad ke-21, dan pesawat ini juga menjadi dasar untuk pengembangan beberapa pesawat lainnnya. Produksi pesawat F-5A dan F-5E berakhir pada tahun 1972 dan 1987.

Northrop F-5
F-5E/F Tiger II milik TNI AU.
TipePesawat tempur serang
PerancangEdgar Schmued
Terbang perdana30 Juli 1960 (F-5A)
11 Agustus 1972 (F-5E)
StatusDipensiunkan sejak 3 Mei 2016
Pengguna utamaAmerika Serikat
Pengguna lainIndonesia
Brasil
35 negara lain
Jumlah produksi836 A/B/C
1400+ E/F
Harga satuanUS$2,1 juta (Rp32,51 Miliar) (F-5E)[1]
Acuan dasarT-38 Talon
VarianCanadair CF-5
F-20 Tigershark

Pengembangan pesawat ini berawal sebagai pesawat tempur ringan Northtrop yang dibiayai oleh swasta, pada tahun 1950-an. Generasi pertama F-5 Freedom mulai dipakai pada tahun 1960-an. Sampai 1972, lebih dari 800 pesawat diproduksi untuk negara sekutu Amerika Serikat pada Perang Dingin, sementara Angkatan Udara Amerika Serikat membeli sekitar 1100 pesawat.

Generasi kedua, keluarga F-5E Tiger II, juga banyak digunakan oleh negara sekutu Amerika Serikat, dan di Amerika Serikat sendiri dipakai sebagai pesawat latih tempur. Jumlah Tiger II yang diproduksi sampai tahun 1.987 mencapai 1.400 buah. Pesawat F-5 yang masih dipakai sampai tahun 1990-an dan 2000-an telah melalui banyak modifikasi pembaruan.

Perancangan dan pengembangan

sunting
 
Pesawat F-5 yang digunakan oleh Amerika Serikat sebagai pesawat musuh dalam latihan.
 
Pesawat F-5 Norwegia.

Pesawat ini awalnya dirancang oleh Northrop, dengan nama N-156, sebagai pesawat tempur ringan, harga rendah, dan dengan perawatan mudah. Pesawat ini dirancang untuk menggunakan mesin modifikasi dari General Electric J85, yang awalnya dibuat untuk digunakan pada pesawat kecil McDonnell ADM-20 Quail yang dibawa sebagai drone oleh pesawat pengebom B-52. Angkatan Darat Amerika Serikat tertarik untuk menggunakan pesawat ini sebagai pesawat serang darat, namun penggunaan pesawat bersayap tetap merupakan tugas Angkatan Udara Amerika Serikat, dan Angkatan Udara AS tidak menyetujui pemakaian N-156.

Walaupun belum diterima di Angkatan Udara AS, F-5 ternyata sukses digunakan oleh para sekutu Amerika Serikat. Tetapi, F-5 tetap tidak digunakan oleh Amerika Serikat untuk pemakaian di garis depan. Angkatan Udara AS hanya mengadopsi T-38 Talon, versi pesawat latih dari F-5, yang menjadi pesawat latih supersonik pertama. Selain itu, pesawat ini juga menjadi dasar untuk pengembangan YF-17, yang kemudian berkembang menjadi F/A-18 Hornet.

Sejarah operasi

sunting

Indonesia

sunting

Latar Belakang

sunting

Paruh akhir tahun 1970-an pesawat F-86 Avon Sabre dari Skadron Udara 14, Lanud Iswahyudi perlu untuk dicarikan penggantinya karena pesawat itu sudah tua dan diproduksi pada tahun 1950-an. Dari kajian yang dilakukan, terpilihlah penggantinya pesawat F-5E Tiger II dan proses pengadaannya dilaksanakan mulai tahun 1978 dengan nama Operasi Komodo. Operasi ini merencanakan tentang pengadaan pesawat, pendidikan penerbang dan teknisi, serta pembangunan fasilitas prasarana dan sarana pendukung operasional pesawat ini. Hal itu antara lain, perpanjangan landasan pacu sepanjang 500 meter, pembangunan runway crash barrier, pembentukan drainage, shoulder, overrun, overlay, runway making, pembangunan dan rehabilitasi hanggar, perbaikan tower, pembangunan engine test cell, power check area, swing compas area, arming/dearming area, pembangunan lox plant termasuk pemasangan lampu landasan, lampu tower, approach light, pembangunan perumahan, penambahan listrik dan peningkatan kelengkapan alat navigasi udara, dimana itu semua belum ada. Dengan adanya operasi ini, maka TNI AU kembali memasuki era pesawat-pesawat tempur supersonik dan dengan sistem senjata yang memadai seperti radar, mampu membawa rudal AIM-9 Sidewinder, yang setara dengan era MiG-21 yang disegani pada tahun 1960-an. Dan juga karena pesawat-pesawat F-86 Sabre itu tidak dilengkapi dengan persenjataan yang mumpuni.[2]

Pendidikan Kru Macan

sunting

Sesuai dengan kontrak, mulai dikirimkan para perwira teknik dan penerbang ke Amerika Serikat untuk belajar mengenai teknik pesawat dan pendidikan konversi di F-5 bertempat di Skadron 225th Tactical Fighter Training mempergunakan pesawat F-5 B dan F-5 E/F. Tercatat penerbangan yang diberangkatkan adalah:[3]

Awalnya penerbang ketiga yang akan dikirimkan adalah Kapten Pnb Lambert F. Silooy, namun dibatalkan karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan.[3]

Pendidikan disana dimulai dari 27 Januari 1980 dengan empat macam silabus, dimana setiap silabus terdiri atas tiga tahap. Empat silabus itu adalah :[3]

  • Silabus A dan B, diperuntukkan bagi penerbang yang baru lulus sekolah penerbang
  • Silabus C dan D, untuk para penerbang tempur yang berpengalaman

Sedangkan tiga tahap itu adalah:[3]

  • Tahap Transisi
  • Tahap Penguasaan Pertempuran Udara
  • Tahap Penyerangan Sasaran Darat

Ketiga penerbang tempur Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara menempuh silabus D dengan rincian:[3]

  • Transisi : 12 jam/30 hari
  • Pertempuran Udara : 20,7 jam/44 hari
  • Serangan Darat : 5,5 jam/1 hari

Dan dengan total 39,2 jam/85 hari. Tahap transisi terbagi atas enam kali terbang pengenalan, dua kali terbang instrumen dan tiga kali terbang formasi. Tahap Pertempuran Udara ditempuh dengan tiga kali terbang taktik formasi diteruskan dengan lima kali terbang dasar pertempuran udara (Basic Fighter Manouvre). Dan kemudian dilanjutkan dengan lima kali terbang Air Combat Manouvre dan lima kali terbang Air Combat Tactic, dan latihan penembakan darat. Di bagian akhir mereka menjalani pendidikan penembakan udara-ke-udara dan penembakan udara-ke-darat.[3]

Sehabis menamatkan pendidikan di jalur D, mereka melaksanakan kursus instruktur F-5 selama sepuluh kali penerbangan. Dalam modul ini, mereka belajar untuk mendarat dan memberikan instruksi dari kokpit belakang. Selain itu juga satu kali penerbangan dengan pesawat F-5 E serta belajar sebagai chaser, pesawat pendamping yang bertugas mengawal pesawat lain yang sedang ada masalah atau mendampingi pesawat yang sedang dikemudikan oleh penerbang baru. Akhirnya semua pendidikan terselesaikan dan akhir Mei 1980 mereka kembali ke tanah air dan siap untuk menjadi instruktur dan penerbang tempur F-5 E/F Tiger II.[3]

Pencetakan penerbang tempur F-5 E/F Tiger II di Skadron Udara 14 dilakukan dengan dua moda, moda konversi, yaitu para mantan penerbang tempur pesawat F-86 Sabre yang ditunjuk dan moda transisi, yaitu para penerbang tempur yang berasal dari Sekolah Penerbang TNI AU. Mereka yang berhasil lulus kemudian diberikan sebutan sebagai Eagle. Para penerbang itu juga menempuh pendidikan lanjutan di Fighter Weapon Instructur Course (FWIC) di Amerika Serikat, yaitu sekolah khusus untuk tingkat lanjut bagi para penerbang tempur milik Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF), semacam sekolah Top Gunnya AL AS. Pada pendidikan ini dipelajari teori dan praktek pertempuran udara secara detail dimana mereka harus mampu menguasai manajemen pertempuran udara. Berikut penerbang yang pernah menempuh pendidikan ini:[3]

Kedatangan Macan

sunting

Gelombang Pertama kedatangannya terjadi pada 21 April 1980, dibawa oleh pesawat raksasa Lockheed C-5 Galaxy milik Military Airlift Command USAF yang membawa delapan unit dari enam belas pesawat yang dibeli dan mendarat di Lanud Iswahyudi, Madiun dengan disaksikan KASAU saat itu, Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi. Proses perakitan dilakukan oleh para teknisi TNI AU bersama para teknisi dari pabrik sehingga pada 28 April 1980 pukul 14;35 WIB, sebuah pesawat F-5 F, TL-0514, berhasil melaksanakan uji terbang diawaki oleh Kapten Bill Edward dan Kapten Tom Danilson, pesawat ini adalah bertempat duduk ganda. Pesawat F-5 E yang pertama diberi nomor registrasi TS-0501 dan pesawat selanjutnya menyesuaikan. Pada 5 Mei 1980 penggunaan pesawat F-5 E/F Tiger II diresmikan oleh Menhankam/Pangab kala itu, Jendral TNI M. Jusuf sebagai pesawat buru sergap menggantikan F-86 Sabre dengan terbitnya Surat Keputusan KASAU Nomor Skep/21/V/1980 tertanggal 3 Mei 1980. Pada 5 Juli 1980 datanglah pesawat Lockheed C-5 Galaxy sebagai gelombang kedua membawa delapan pesawat sisanya sehingga melengkapi satu skadron, sebanyak 16 pesawat.[3]

Tampilan di media

sunting

Varian

sunting

Versi kursi tunggal

sunting
  • N-156F
  • YF-5A
  • F-5A
  • F-5A (G)
  • XF-5A
  • A.9
  • B.Kh.18
  • B.Kh.18B
  • F-5C Skoshi Tiger
  • F-5E Tiger II
  • F-5E Tiger III
  • F-5E / F
  • F-5G
  • F-5N
  • F-5S
  • F-5T Tigris
  • F-5em
  • F-5TIII

Versi reconnaissance

sunting
  • RF-5A
  • RF-5A (G)
  • RF-5E Tigereye
  • RF-5E Tigergazer
  • RF-5S Tigereye
  • AR-9
  • B.TKh.18

Versi dua kursi

sunting
  • AE.9
  • B.Kh.18A
  • B.Kh.18C
  • F-5-21
  • YF-5B
  • F-5E Tiger II.
  • F-5B
  • F-5B (G)
  • F-5B M
  • F-5D
  • F-5F Tiger II
  • F-5F Tiger III
  • F-5T
  • F-5FM

Versi berlisensi

sunting
  • CF-5
  • NF-5A
  • NF-5B
  • SF-5A
  • SRF-5A
  • SF-5B
  • VF-5A
  • VF-5D
  • KF-5E
  • KF-5F
  • Chung Chen

versi tanpa izin

sunting
  • Azarakhsh
  • Sa'eqeh

Derivatif

sunting
  • F-20 Tigershark
  • Northrop YF-17

Operator

sunting
 
Operator Northrop F-5 Tiger
 
Brazil Air Force F-5E Tiger II di CRUZEX 2013, Brazil
 
144 Squadron, Republic of Singapore Air Force bersiap takeoff
 
NF-5B dari Turkish Stars di RIAT 2008, England

Spesifikasi (F-5E Tiger II)

sunting
 
Gambar teknis F-5 Freedom Fighter.
 
Gambar teknis F-5 Freedom Fighter.

Data dari Quest for Performance[4]

Ciri-ciri umum

Kinerja

  • Laju maksimum: 917 knot (1.700 km/jam)
  • Radius tempur: 760 nm (1.405 km)
  • Jangkauan feri: 2.010 nm (3.720 km)
  • Langit-langit batas: 51.800 ft
  • Laju tanjak: 34.400 ft/min
  • Lift-to-drag ratio: 10,0

Persenjataan

Referensi

sunting
  1. ^ Knaack, Marcelle Size. Encyclopedia of US Air Force Aircraft and Missile Systems: Volume 1, Post-World War II Fighters, 1945-1973. Washington, DC: Office of Air Force History, 1978. ISBN 0-912799-59-5.
  2. ^ Saragih 2018, hlm. 32.
  3. ^ a b c d e f g h i Saragih 2018, hlm. 33-35.
  4. ^ Loftin, LK, Jr. "Quest for performance: The evolution of modern aircraft. NASA SP-468". Diakses tanggal 2006-04-22. 

Daftar pustaka

sunting
  • Saragih, Maylina (2018). 18 Pesawat Warnai Muspusdirla Yogyakarta. Jakarta: Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara. 
  • M. Tarigan, Lisa (2015). Monumen TNI Angkatan Udara (Revisi I). Jakarta: Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara. 

Lihat pula

sunting

Pengembangan yang berhubungan
Pesawat sebanding dalam peran, konfigurasi, dan era