Perkembangan teknologi yang cepat pada arus informasi saat ini memberikan dampak positif dan negatif. Hal ini tergantung dari segi penggunaan dan pemanfaatannya. Dari segi positifnya, perkembangan teknologi dan informasi memudahkan individu untuk dapat bertukar informasi dengan cepat. Namun, disisi lain kemudahan ini juga mempunyai dampak yang negatif, yaitu tersebarnya informasi hoax atau bohong. Terkadang juga informasi tersebut dilebih - lebihkan dari fakta yang ada, dengan tujuan mencemarkan nama baik hingga penyalahgunaan wewenang.

Tidak adanya sesuatu alat atau perangkat yang mampu memfilter informasi yang tersebar di media sosial, menjadi hambatan cukup serius bagi masyarakat maupun bangsa Indonesia. Hoax banyak tersebar melalui media sosial. Melalui media sosial ini mengakibatkan timbul berbagai masalah seperti maraknya penyebaran hoax, hasutan, ujaran kebencian, adu domba, caci maki dan lainya yang mengakibatkan perpecahan bangsa. Penyebaran hoax terbilang cukup cepat, hal ini disebabkan kemudahan orang untuk mempercayai informasi yang disebar, tanpa dilakukannya pengecekan terhadap keakuratan dan kevalidan informasi tersebut (cross check validity). Berawal dari keinginan agar terlihat mengikuti perkembangan zaman, agar terlihat berwawasan luas, orang seenaknya share informasi- informasi yang belum jelas kebenaran sumber dan informasi itu sendiri. Kecepatan akses yang diberikan oleh internet menjadi sumber informasi utama bagi masyarakat.

Pengertian Misinformasi dan Disinformasi

sunting

Misinformasi merujuk pada informasi yang salah atau keliru yang disebarkan tanpa sengaja. Misalnya, seseorang membagikan artikel dengan fakta yang salah karena percaya bahwa informasi tersebut benar. Pada dasarnya, tidak ada tujuan buruk dari orang-orang yang telah menyebarkan konten „misinformasi‟. Mereka menyebarkan informasi tersebut sekadar untuk mengingatkan atau berjaga-jaga. Di sisi lain, disinformasi adalah informasi salah yang sengaja dibuat dan disebarkan untuk menyesatkan atau memanipulasi opini publik. Pihak penyebar konten tersebut berbuat demikian dengan niat untuk membohongi masyarakat, sengaja ingin mempengaruhi opini publik, dan lantas mendapatkan keuntungan tertentu. [1]

Jenis - Jenis Misinformasi dan Disinformasi

sunting
  1. Satir atau Parodi, Diciptakan tanpa niat merugikan, tetapi dapat mengelabui masyarakat.

Memasukkan satire atau sindiran dalam tipologi tentang disinformasi dan misinformasi mungkin mengejutkan. Satire dan parodi dapat dianggap sebagai bentuk seni. Namun, di dunia tempat orang semakin menerima informasi melalui media sosial, ada kebingungan ketika tidak dipahami bahwa sebuah laman itu bersifat satire atau sindiran. Contohnya adalah dari The Khabaristan Times, sebuah kolom dan laman sindiran yang merupakan bagian dari laman berita Pakistan Today. Pada Januari 2017, laman tersebut diblokir di Pakistan dan karena itu berhenti menerbitkan konten [1]

2. Konten Menyesatkan, Menggunakan informasi asli tetapi diedit sehingga tidak memiliki hubungan dengan konteks aslinya.

Jenis konten ini adalah ketika ada penggunaan informasi yang menyesatkan untuk membingkai isu atau individu dalam cara tertentu dengan memotong foto, atau memilih kutipan atau statistik secara selektif. Ini disebut Framing Theory. Beberapa contoh telah diungkap di Rappler.com. Visual adalah wahana yang sangat ampuh untuk menyebarkan informasi yang menyesatkan, karena otak kita cenderung tidak terlalu kritis terhadap visual. Iklan berbayar yang meniru konten editorial juga masuk dalam ketegori ini jika tidak disertai keterangan yang memadai sebagai disponsori

3. Konten Tiruan, Meniru sumber asli untuk mengaburkan fakta sebenarnya.

Ada masalah besar ketika nama seorang jurnalis diletakkan di bawah artikel yang tidak mereka tulis, atau logo organisasi yang digunakan dalam video atau gambar yang tidak mereka buat. Sebagai contoh, menjelang pemilihan umum Kenya pada 2017, BBC Afrika menemukan bahwa seseorang telah membuat video lalu menambahkan logo BBC hasil Photoshop, dan video itu beredar di WhatsApp. BBC lalu harus membuat video yang memperingatkan orang-orang untuk tidak tertipu oleh video rekayasa tersebut.

4. Konten Palsu: Informasi baru yang sepenuhnya salah dan dirancang untuk menipu

Salah satu alasan istilah “berita palsu” sangat tidak membantu adalah karena konten asli sering terlihat diedarkan kembali di luar konteks aslinya. Misalnya, gambar dari Vietnam, yang diambil pada 2007, diedarkan kembali tujuh tahun kemudian, dibagikan dengan klaim bahwa itu adalah foto dari gempa bumi Nepal pada 2015. [2]

Antara Fakta atau Fiksi

sunting

Fakta dan Fiksi merupakan dua hal yang berbeda. Fakta adalah segala hal yang bisa ditangkap oleh indra manusia berupa data dari keadaan nyata yang telah terbukti kebenarannya. Catatan pengumpulan berbagai fakta disebut data[3]. Fakta sering diyakini oleh khalayak sebagai sebuah kebenaran, baik karena telah mengalami kenyataannya dari dekat maupun dianggap telah melaporkan suatu pengalaman orang lain yang telah terjadi. Fakta yang didefinisikan harus teruji secara ketat, dapat diukur, bisa diamati, dan paling utama adalah dapat dibuktikan. Hal ini dapat menjadi acuan pada sesuatu pernyataan benar dan digunakan untuk kepentingan studi dan penelitian. Fakta dapat berbentuk peristiwa atau informasi berdasarkan kenyataan yang dapat diuji melalui verifiability serta didukung bukti, statistik, dan dokumentasi. Oleh karena itu, fakta bisa diverifikasi dan disepakati oleh sebuah kumpulan orang [4]

Ciri - Ciri Fakta

sunting
  • Dari segi isi fakta sesuai dengan kenyataan.
  • Dari segi kebenaran fakta benar karena sesuai kenyataan.
  • Dari segi pengungkapan fakta cenderung deskriptif dan apa adanya.
  • Dari segi penalaran fakta cenderung induktif.


Fiksi adalah cerita atau narasi yang dibangun berdasarkan imajinasi, tidak berdasarkan peristiwa atau kejadian sebenarnya.

Ciri - Ciri Fiksi

sunting
  • Menyasar emosi atau perasaan pembaca
  • Menampilkan sudut pandang berbeda
  • Tidak ada klasifikasi standar
  • Kebenarannya relatif dan tidak mutlak

Dampak Misinformasi dan Disinformasi

sunting

Penyebaran misinformasi dan disinformasi dapat menciptakan "media bermusuhan," di mana perbedaan pandangan politik atau sosial dapat memicu konflik lebih besar dan memperburuk polarisasi dalam masyarakat. Selain itu, berita palsu dapat membuat masyarakat merasa tidak aman, bingung, dan mengambil keputusan yang keliru. Hal ini juga berpotensi merusak reputasi individu atau kelompok tertentu. [5]

Cara Memberantas

sunting

Untuk mengurangi dampak negatif misinformasi dan disinformasi, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, organisasi internasional, dan platform media sosial. Beberapa langkah tersebut meliputi:

  • Inisiatif untuk mengidentifikasi dan menandai konten yang salah.
  • Program verifikasi fakta.
  • Kampanye literasi media untuk membantu masyarakat memahami cara mengevaluasi informasi.

Namun, penanggulangan ini menghadapi tantangan besar, termasuk volume konten yang sangat besar dan kecepatan penyebarannya, serta isu kebebasan berekspresi yang sensitif[6]

Kesimpulan

sunting

Misinformasi dan disinformasi adalah dua fenomena yang memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat modern. Memahami perbedaan antara keduanya serta dampaknya sangat penting untuk menanggulangi penyebaran informasi yang salah di era digital ini. Upaya kolektif dari individu, pemerintah, dan platform media sosial diperlukan untuk menciptakan lingkungan informasi yang lebih sehat dan akurat.

Referensi

sunting
  1. ^ "Misinformasi". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2024-11-07. 
  2. ^ Henriette, Shary Charlotte; Windiani, Reni (2018-06-01). "PEMBERDAYAAN LITERASI MEDIA DAN INFORMASI (LMI) UNESCO SEBAGAI SARANA PENCEGAHAN PENYEBARAN HOAKS". Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah. 16 (1): 59–66. doi:10.36762/litbangjateng.v16i1.747. ISSN 2548-463X. 
  3. ^ Ahmadi, Dadi (2008-12-29). "Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar". Mediator: Jurnal Komunikasi. 9 (2): 301–316. doi:10.29313/mediator.v9i2.1115. ISSN 2581-0758. 
  4. ^ Abdul Hadi; Lilik Sumarni (2024-02-27). "Strategi Kampanye Public Relations Prepp Studio dalam Mempertahankan Citra Perusahaan". Jurnal Kajian dan Penelitian Umum. 2 (1): 282–292. doi:10.47861/jkpu-nalanda.v2i1.903. ISSN 2985-8666. 
  5. ^ Mukhtar, Harun; Syafutri, Trimaiyuza Maulina; Rahman, Rayhan Aulia; Putra, Afyuadri; Hafsari, Rizka (2021-12-03). "ANALISIS KESUBURAN PERTANIAN MELALUI IRIGASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE K-MEANS CLUSTERING". Journal of Software Engineering and Information Systems. 4 (2): 102–107. doi:10.37859/seis.v4i2.7599. ISSN 2809-0950. 
  6. ^ Adila, Isma; Weda, Wayan; Tamitiadini, Dian (2019-06-28). "PENGEMBANGAN MODEL LITERASI DAN INFORMASI BERBASIS PANCASILA DALAM MENANGKAL HOAKS". WACANA, Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi. 18 (1). doi:10.32509/wacana.v18i1.721. ISSN 2598-7402.