Fariduddin Attar adalah seorang penyair sufi yang cukup terkenal.[1] Nama lengkapnya adalah Fariduddin Abu Hamid Muhammad bin Ibrahim. Fariduddin Attar merupakan nama julukan yang diberikan kepadanya saat masih muda. Julukan lain yang diterimanya adalah Si Penyebar Wangi. Attar lahir pada tahun 1120 Masehi di kota Nishapur. Attar wafat pada tahun 1230 Masehi.[2]

Infobox orangFariduddin Attar

Edit nilai pada Wikidata
Nama dalam bahasa asli(fa) فَریدالدّین ابوحامِد محمّد عطّار نِیشابوری Edit nilai pada Wikidata
Biografi
KelahiranMaret 1145 Edit nilai pada Wikidata
Naisaburi (Kesultanan Seljuk Raya) Edit nilai pada Wikidata
Kematian26 April 1221 Edit nilai pada Wikidata (76 tahun)
Naisaburi (Kekaisaran Mongol) Edit nilai pada Wikidata
Tempat pemakamanMausoleum Attar dari Nishapur Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! Edit nilai pada Wikidata
Data pribadi
AgamaSunni Muslim (en) Terjemahkan Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
Pekerjaanfilsuf, biografer, mystic (en) Terjemahkan, apoteker, penyair, penulis, Sufi Edit nilai pada Wikidata
Karya kreatif

Musicbrainz: ffa4bb4b-7783-4019-a1c1-09956e76bae7 Modifica els identificadors a Wikidata

Masa Muda

sunting

Fariduddin Attar lahir di Desa Kerken pada masa pemerintahan Sultan Sanjar. Setelah berusia beberapa tahun, Attar dan ayahnya berpindah tempat tinggal ke Schadbakh. Ayahnya mendirikan sebuah toko obat di daerah tersebut. Setelah ayahnya meninggal dunia, Attar mewarisi toko tersebut dan tetap menekuni perdagangan obat-obatan.[3] Keluarga Attar memang dikenal sebagai ahli yang bekerja di bidang perdagangan dan kesehatan. Keluarganya secara khusus menekuni perdagangan obat-obatan tradisonal. Attar adalah nama julukan yang diberikan kepadanya. Attar sendiri berarti ahli kimia atau peramu minyak wangi. Masa mudanya dilalui dengan mengelola toko obat. Attar termasuk orang kaya di kota Nishapur. Toko obatnya mempekerjakan lebih dari 30 orang pekerja.[4]

Masa Tua

sunting

Ketika Attar mulai memasuki masa tuanya, hidupnya berubah karena dialog singkat dengan seorang fakir miskin di tokonya.[5] Attar mulai melakukan pengembaraan ke berbagai negeri untuk belajar ilmu tasawuf. Attar mengembara selama 39 tahun. Attar mulai belajar ilmu tasawuf dari Syekh Buknaddin. Guru tasawufnya yang lain adalah Abu Sa’id bin Abil Khair. Attar juga belajar dari berbagai sufi lain yang bermukim di suatu daerah yang dilaluinya. Attar tidak belajar hanya dengan mendengar, ia juga mencatat segala pemikiran para sufi itu.[1] Attar mengembara ke negara-negara di kawasan Timur Tengah, Asia Tengah, dan Asia Selatan.[4] Setelah mengakhiri pengembaraan, Attar kembali ke Nishapur. Attar tinggal di Nishapur hingga akhir hayatnya.[1] Attar dimakamkan di sebuah komplek pemakaman di Nishapur. Makamnya berada di taman yang ada di area tengah komplek pemakaman. Makamnya memiliki kubah yang berwarna biru langit. Kubah ini dihiasi oleh kaligrafi dan mozaik bergaya khas Persia.[5]

Setelah melakukan pengembaraan yang panjang, Attar kembali ke Nishapur untuk memberi pengajaran kepada orang-orang di kota itu. Pengajarannya disampaikan dalam bentuk cerita yang ditulis dalam buku-buku yang dibuatnya. Beberapa karyanya yang terkenal adalah Tadzkiratul Awliya, Ilah Nameh, Asrar Nameh, Musibat Nameh, dan Mantiqut Thair.[5]

Pemikiran

sunting

Konsep manusia paripurna ditemukan dalam pencarian Simurgh dalam buku Mantiqut Thair. Pengenalan terhadap diri sendiri termasuk dalam konsep manusia paripurna. Konsep ini menyatakan di dalam diri manusia terdapat konsep kesempurnaan. Kesempurnaan ruhani hanya dapat diperoleh dengan mengenal dan memahami diri sendiri. Dengan paham ini, manusia akan melakukan perbaikan sikap dan sifat dirinya sebelum melakukan penilaian terhadap orang lain.[5] Dalam karya-karyanya, Attar juga ingin menyampaikan mengenai keberagaman manusia beserta keberagaman persoalan hidup manusia. Attar berusaha mengingatkan manusia tentang hakikat penciptaannya.[2]

Para sufi lainnya memberikan gelar S'aitu as-Salikin' atau 'Cambuk Sufi' kepada Attar. Pemberian gelar ini dasari oleh kemampuan Attar dalam membuat puisi. Melalui tema ketuhanan, Attar mampu membangkitkan gairah kerinduan dan cinta di dalam diri para sufi kepada Allah.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d "Fariduddin Attar, Si Penyebar Wangi yang Mempengaruhi Jalaluddin Rumi". Jurnaba (dalam bahasa Inggris). 2019-05-11. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-07. Diakses tanggal 2020-02-26. 
  2. ^ a b "Fariduddin Attar dan Mantiqut Thair: Cermin Perjalanan Spiritual Manusia". Alif.ID. 2018-08-15. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-03. Diakses tanggal 2020-02-26. 
  3. ^ "Fariduddin Attar". www.worldspirituality.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-05. Diakses tanggal 2020-02-26. 
  4. ^ a b "Attar : Lembah Spiritual Bagi para 'Burung'". FORNEWS.CO. 2019-05-18. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-11-25. Diakses tanggal 2020-02-26. 
  5. ^ a b c d "Fariduddin Attar, Penulis Kisah Para Wali dan Buku Cerita Para Burung". Islami[dot]co (dalam bahasa Inggris). 2019-11-18. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-06. Diakses tanggal 2020-02-26.