Fatahillah

penyebar agama Islam di Indonesia

Fatahillah, Fadhillah Khan, Falatehan (ejaan orang Portugis)[2]:433, Tubagus Pase atau Pangeran Jayakarta I adalah Laksamana Cirebon dan tokoh penyebar Islam yang dikenal karena memimpin penaklukan Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan mengganti namanya menjadi Jayakarta.

As-Syekh

Fadhillah Khan
( Fatahillah )
Fatahillah (kanan) dalam perangko keluaran tahun 2008
Sultan Cirebon ke-2
Masa jabatan
1568–1570
Adipati Jayakarta ke - 1
Masa jabatan
1530–1550
Sebelum
Pendahulu
Jabatan Baru
Sebelum
Panglima Perang Demak ke - 4
Masa jabatan
1521–1530
Sebelum
Pendahulu
Pati Unus
Pengganti
Belum Diketahui
Sebelum
GelarPangeran Jayakarta I
Informasi pribadi
Lahir
Fadhillah Khan

Tidak diketahui
Meninggal1570 M
AgamaIslam
PasanganRatu Wulung Ayu
Anak
Orang tua
  • Syarif Abdullah bin Jarullah Abdul Aziz (Aceh) (ayah)
ZamanPenyebaran Islam di Nusantara, Kolonialisme Portugis di Indonesia
DenominasiSunni
Dikenal sebagai
Pemimpin Muslim
PendahuluMaulana Muhammad Al-Maghribi
PenerusMaulana Yusuf

Penaklukkan ini adalah salah satu misinya untuk menyebarkan Islam ke wilayah Kerajaan Sunda di Jawa Barat dan mencegah bangsa Portugis membentuk benteng disana.[3]

Nama Falatehan pertama kali disebutkan oleh João de Barros dalam seri bukunya yang berjudul Décadas da Ásia (Dekade-dekade dari Asia).

Ia melaporkan bahwa salah satu kapal brigantin armada Duarte Coelho [en] yang terdampar di Sunda Kelapa, telah diserang oleh pasukan muslim di bawah pimpinan Fatahillah dan membunuh semua laskar Portugis di kapal tersebut.[4]

Latar belakang

sunting

Barros mencatat bahwa Fatahillah berasal dari Pasai, Aceh Utara, yang kemudian pergi meninggalkan Pasai ketika daerah tersebut dikuasai Portugis. Fatahillah pergi ke Mekkah untuk mempelajari agama Islam, dan setelah dua atau tiga tahun lalu kembali ke Pasai. Karena masih diduduki oleh Portugal, Fatahillah melanjutkan perjalanannya ke Pulau Jawa, ke Jepara, dan mengabdikan diri kepada sultan Demak di sana. Merasa puas atas pengabdiannya, Raja memberikan seorang adiknya kepada Fatahillah untuk diperistri.[5] Graaf dan Pigeaud menganggap bahwa raja Jepara yang dimaksud adalah Raja Demak ketika itu, Sultan Trenggana.[6]:112-3

Setelah mengabdi pada Sultan Trenggana, Fatahillah lalu berangkat ke Cirebon untuk mempersiapkan angkatan laut Demak dalam perang melawan kerajaan Sunda yang saat itu dipimpin prabu Surawisesa. Selama di Cirebon, ia menikah dengan putri Sunan Gunung Jati bernama Ratu Ayu.[7] Ia juga mengemban peran untuk mengislamkan daerah pesisir utara seperti Banten, dan diberi dukungan 2.000 orang prajurit dan pembantu oleh sultan. Dengan dukungan pasukan muslim itulah Fatahillah menaklukkan pelabuhan Sunda (Kalapa dan Banten).[8] Adolf Heuken berpendapat bahwa peristiwa terdamparnya armada Duarte Coelho di pantai Kalapa terjadi pada akhir November 1526,[9]:66, 76 jadi penaklukan Fatahillah atas Kalapa mungkin terjadi pada pertengahan bulan November itu.

Keluarga

sunting

Silsilah

sunting

Kedatangan Fatahillah ke Jayakarta sebenarnya bertujuan untuk membendung ekspansi Portugis di Nusantara. :

Daftar Anak

sunting

Sultan kedua di Cirebon

sunting

Ketika Sunan Gunung Jati wafat di tahun 1568, Fatahillah menjadi sultan Kesultanan Cirebon dimana ia berperan sebagai kepala pemerintahan di Pakungwati selama 2 tahun antara tahun 1568 sampai ia wafat di tahun 1570.[10]

Setelah ia wafat, Fatahillah dimakamkan bersebelahan dengan makam Sunan Gunung Jati di komplek pemakaman Astana Gunung Sembung yang sekarang terletak di Kec. Gunungjati, Kab Cirebon.[11]

Takhta Kesultanan Cirebon selanjutnya diwariskan kepada Zainul Arifin, cicit Sunan Gunung Jati yang bergelar Panembahan Ratu.[12]

Penghargaan

sunting

Untuk menghormati jasa-jasanya dalam mempertahankan Sunda Kelapa dari cengkraman Portugis, Pemerintah Republik Indonesia menjadikan ia sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.[butuh rujukan]

Catatan

sunting
  1. ^ Ada perbedaan pendapat mengenai asal usulnya Fatahillah[1]

Referensi

sunting
  1. ^ "Sejarah HUT Jakarta & Benarkah Fatahillah Membantai Rakyat Betawi?". Tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-07. Diakses tanggal 2020-12-12. 
  2. ^ Wain, Alexander (2017). "China and the Rise of Islam on Java". Dalam Peacock, A. C. S. Islamisation: Comparative Perspectives from History. Edinburgh: Edinburgh University Press. hlm. 419–443. 
  3. ^ Kotapradja Djakarta Raya 1953, hlm. 491.
  4. ^ Barros 1777, hlm. 85.
  5. ^ Barros 1777, hlm. 86.
  6. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama graaf
  7. ^ Adhim, Alik al (2016-06-18). Sunan Gunung Jati-Peletak dasar kerajaan Islam di Jawa. JPBOOKS. ISBN 978-602-206-205-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-09. Diakses tanggal 2023-03-09. 
  8. ^ Barros 1777, hlm. 86,87.
  9. ^ Heuken, A. (1999). Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid I. Jakarta: Cipta Loka Caraka
  10. ^ M.A, Prof Dr H. J. Suyuthi Pulungan (2022-02-16). Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Amzah. ISBN 978-602-0875-48-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-04. Diakses tanggal 2023-02-04. 
  11. ^ X, SASTRAWAN. BEDUG BEDUG PENGUASA. Guepedia. ISBN 978-623-7953-26-5. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-04. Diakses tanggal 2023-02-04. 
  12. ^ Hernawan, Wawan; Kusdiana, Ading (2020-05-12). BIOGRAFI SUNAN GUNUNG DJATI: Sang Penata Agama di Tanah Sunda. LP2M UIN Sunan Gunung Djati Bandung. ISBN 978-623-93720-1-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-04. Diakses tanggal 2023-02-04. 
Fatahillah
Lahir: tidak diketahui Meninggal: 1570
Gelar
Didahului oleh:
Sunan Gunung Jati
Sultan Cirebon
1568–1570
Diteruskan oleh:
Panembahan Ratu I

Daftar pustaka

sunting