Festival Istiqlal
Festival Istiqlal merupakan festival kebudayaan Islam Indonesia dari masa tradisional hingga modern. Festival ini diselenggarakan sebanyak 2 kali—pertama pada 1991 dan terakhir pada 1995—di Masjid Istiqlal, Jakarta. Pada festival ini, Al-Qur’an Mushaf Istiqlal mendapat tempat tersendiri: pada festival pertama, Presiden Soeharto menulis kalimat basmalah yang menandakan dimulainya Festival Istiqlal I sekaligus penulisan mushaf ini, dan pada festival terakhir, mushaf yang sudah selesai ditulis kemudian dipamerkan sebagai bagian dari pembukaan Festival Istiqlal II. Jumlah pengunjung festival ini selalu melebihi target semula: pada festival pertama dikunjungi sekitar 6 juta orang dari target semula sebesar 6 kali lipatnya, dan pada festival terakhir dikunjungi sekitar 11 juta orang, lebih 1 juta orang dari yang diperkirakan. Berbagai pertunjukan memeriahkan kedua festival ini. Pos Indonesia selalu menerbitkan prangko yang dikhususkan untuk kedua festival.
Festival Istiqlal I
suntingDalam festival kali ini akan kita tampilkan berbagai ragam kegiatan penjelmaan karya dan cipta seni yang ditandai oleh ciri khas keislaman. Kedatangan Islam di Indonesia memang membawa dampak dalam berbagai bidang kehidupan yang masih membekas hingga saat ini, seperti gaya arsitektur, dalam pola dan motif hiasan, dalam karya kesastraan dan berbagai cipta karya dan cipta seni lainnya. Bahkan, dalam adat istiadat masyarakat kita pengaruh Islam juga kuat. Hal ini jelas terungkap, misalnya dalam peribahasa yang berlaku di Ranah Minang: Adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah. Melalui Festival Istiqlal ini penampilan kebudayaan kita yang bernafaskan Islam itu, kita laksanakan dan kita kaitkan dengan Tahun Kunjungan Indonesia 1991. Dengan demikian, festival ini lebih merupakan paparan kebudayaan Islam khas kaum muslimin Indonesia, baik bagi bangsa Indonesia sendirimaupun bangsa-bangsa lainnya. Tujuan yang ingin kita capai adalah timbulnya kesadaran akan jatidiri khas umat Islam Indonesia, terpeliharanya saling pengertian antara berbagai umat beragama serta makin kukuhnya persahabatan antara bangsa-bangsa. Festival seperti ini merupakan festival yang pertama kali kita selenggarakan di tanah air kita. Festival ini bukanlah festival negara ataupun festival pemerintah, tetapi festival masyarakat sendiri. Kesemarakan festival ini bergantung kepada dukungan umat Islam Indonesia khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.
– Soeharto dalam pidato pembukaan.[1]
Festival Istiqlal I diselenggarakan dalam rangka, sebagaimana disebut dalam pidato pembukaan Soeharto,[1] menyukseskan Tahun Kunjungan Indonesia 1991;[2] dimulai selama sebulan sejak 15 Oktober-15 November 1991.[3] Pembukaan festival ini ditandai dengan penulisan kalimat basmalah pada Al-Qur’an Mushaf Istiqlal oleh Presiden Soeharto. Banyak kegiatan yang berlangsung dalam festival kali ini, yaitu pameran arsitektur,[4] pameran seni rupa tradisional dan modern,[5] pameran seni dekoratif (terutama tekstil),[4] pameran Al-Qur’an dari seluruh dunia,[4][5] pameran kaligrafi,[4] pameran naskah dan buku, pameran tata boga, dan pameran busana muslimah, pertunjukan tilawah, teater, musik dan tarian, membaca puisi, pemutaran film, forum ilmiah,[note 1][4] simposium, diskusi, ceramah, perlombaan azan untuk anak-anak dan remaja,[4][5] dan perlombaan kaligrafi untuk semua umur.[4][5] Beberapa pementasan seni dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki. Karya seni Islam yang ditampilkan tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga berasal dari Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Pakistan. Festival kali ini dikunjungi oleh sekitar 6 juta orang, 6 kali lipat dari target semula. Selama 2 minggu pertama, pengunjung rata-rata mencapai 200.000 orang per hari. Pada 2 minggu terakhir, pengunjung meningkat 2 kali lipatnya hingga 400.000 orang per hari.[5] Sebuah sumber berbahasa Inggris yang dimuat oleh Kementerian Agama menjelaskan bahwa berbeda dari Festival Dunia Islam di London pada April-Oktober 1976, yang menampilkan budaya Islam di Timur Tengah dan pameran artefak bergerak dari museum, Festival Istiqlal menitikberatkan kepada kegiatan sehari-hari dan penampilan seni yang memiliki nilai keislaman dari seluruh Indonesia.[6][note 2] Menurut Gade, pernyataan ini menempatkan festival ini sebagai festival internasional, sembari juga memamerkan nilai-nilai kebinekaan dalam kebudayaan Islam di Indonesia. Gade menambahkan festival ini juga memamerkan gagasan Islam Indonesia sebagai percontohan kepada dunia dalam hal seni visual Al-Qu'ran Indonesia.[4] Pos Indonesia turut merayakan festival kali ini dengan menerbitkan satu prangko bernilai Rp200 dan sampul hari pertama bernilai Rp500.[7]
Menurut Bambang Asrini Widjanarko, yang menulis sebuah berita untuk Kompas, sejak awal tiada itikad bahwa Festival Istiqlal 1991 menampilkan corak dan pola ekspresi Islam dalam perspektif teologis yang kaku, namun sebuah perayaan seni yang bernafaskan Islam di Indonesia. Tak juga menampilkan hanya pameran kaligrafi Islam namun lebih daripada itu, khasanah budaya Islam di Nusantara.[8] Zaenudin Ramli dalam tesisnya menambahkan Festival Istiqlal I merupakan tonggak penting bagaimana kebudayaan Islam di Indonesia secara fisik ditampilkan dalam suatu festival.[1]
Taufik Abdullah, dalam Islam dan Kebudayaan Indonesia: Dulu, Kini, dan Esok (1993) yang dikarang oleh Yustiono,[9] menandaskan bahwa proses pembaruan pemikiran kesadaraan keagamaan saat itu ialah adanya transformasi kesalehan individual yang transedental menjadi berkonteks sosial serta budaya. Makna simboliknya maupun penyaluran nilai-nilai seni maupun budayanya adalah sebuah transmisi kesadaran intelektualitas umat Islam. Festival Istiqlal, menurut Taufik, merupakan sebuah ajang dialog yang tak ada habisnya melalui berbagai pameran, kerajinan, arsitektur, film, sastra, seni rupa, seni pertunjukan maupun jenis ungkapan artistik lainnya yang semata mengungkap dualisme antara bertemunya Islam dan Indonesia secara tradisonal maupun yang modern. Dengan kata lain, Festival Istiqlal-lah wajah paling otentik, bagaimana Islam telah 'kembali' menemukan identitasnya sebagai umat mayoritas. Dengan demikian, Islam dalam perspektif kebangsaaan maupun negara, bersama bertemu memaknai spiritualitas kekinian.[8]
Festival Istiqlal II
suntingFestival Istiqlal II diselenggarakan dalam rangka peringatan Tahun Emas Indonesia dari 23 September–18 November 1995. Festival kali ini dikunjungi 11 juta orang, dua kali lipat dari festival sebelumnya dan lebih 1 juta orang dari yang diperkirakan, sepuluh kali lipat dari target kunjungan festival sebelumnya. Pembukaan festival ini ditandai dengan peluncuran Al-Qur’an Mushaf Istiqlal yang telah disusun selama 4 tahun,[4] yang diikuti dengan penandatanganan prasasti sebagai tanda selesainya penulisan mushaf, penabuhan beduk Masjid Sunan Ampel oleh Presiden Soeharto, penandatanganan prangko, dan pertunjukan multimedia kolosal ‘’Semarak Emas Menyulang Emas’’, yang mewakili hampir seluruh wilayah Indonesia. Upacara pembukaan ini diiringi pula dengan irama gamelan sekaten. Banyak kegiatan yang berlangsung dalam festival kali ini, yaitu Mushaf Usmani dari Tashkent, Uzbekistan, maket dan foto berbagai bentuk masjid, naskah dan buku-buku kuno, surat para wali dan raja-raja Islam masa lalu, seni ukir dan seni lukis Islam kontemporer, simposium, pembacaan puisi, pertunjukan wayang, dll. Festival ini diketuai oleh Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad dan diikuti pula oleh masyarakat Islam dari berbagai negara, misalnya Turki, Mesir, Inggris, dll.[5]
Pos Indonesia turut merayakan festival kali ini dengan menerbitkan satu prangko bernilai Rp700 dan sampul hari pertama bernilai Rp1400.[10]
Festival Istiqlal III
suntingPada Februari 2017, pengurus Masjid Istiqlal menyelenggarakan perayaan bernama "Merayakan Milad Istiqlal"[11] yang dilaksanakan dari 10-27 Februari 2017.[12] Perayaan ini menampilkan pameran arsip kebudayaan Islam dan sejarah Masjid Istiqlal, yang mula dipamerkan dari 22-27 Februari 2017.[12] Perayaan ini diselenggarakan lewat kerja sama antara masjid Istiqlal dan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Perayaan ini dirayakan dalam rangka merayakan ulang tahun Masjid Istiqlal yang ke-39.[13] Kepala Bagian Protokoler Istiqlal Abu Hurairah menyatakan bahwa perayaan ini dimaksudkan sebagai acara pembuka menuju Festival Istiqlal III, yang ingin coba dihidupkan kembali.[13] Ketua Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal Muhammad Muzammil Basyuni mengaku memiliki harapan besar terhadap perhelatan ini, bahkan Muzammil berharap lewat festival ini, Festival Istiqlal yang sempat terputus kembali diselenggarakan. Muzammil merasa peringatan hari lahir merupakan momentum yang sangat tepat untuk mengembalikan tradisi Festival Istiqlal.[11]
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyebutkan pemerintah akan mengembalikan Masjid Istiqlal sebagai pusat kebudayaan melalui Festival Istiqlal III yang bakal digelar pada Maret-September 2018. Festival Istiqlal III rencananya diikuti negara anggota Organisasi Konferensi Islam. Dalam rencana Hilmar, disebutkan pedang Nabi Muhammad ﷺ akan dipamerkan pada festival kali ini. [14]
Namun, Bambang Asrini Widjanarko menyebutkan apabila belum ada tanda-tanda festival ini akan diselenggarakan, yang dapat dibuktikan dengan tiadanya sosialisasi mengenai ini. Menurut Bambang, pada Februari 2017, pemerintah berniat menggagas untuk membuat perhelatan yang memiliki benchmark tersendiri bagi Festival Istiqlal 2018, yang direncanakan kick-off-nya pada Februari 2018. Selebihnya, tentang Festival Istiqlal III itu raib, tak ada kabar lagi.[8] Dimungkinkan Festival Istiqlal III ini tidak dapat terselenggara dikarenakan kurangnya koordinasi di dari pihak Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (sebagai inisiator Festival Istiqlal III) dalam membentuk tim perencanaan yang cukup baik dan berkoordinasi dengan beberapa para nara sumber yang masih hidup dan pernah terlibat didalam kepanitiaan dan perencanaan Festival Istiqlal I.
Catatan kaki
sunting- ^ Tema forum ilmiah pada festival ini adalah "Islam dan Kebudayaan Indonesia: Dulu, Kini, dan Masa Depan, dengan subtopik meliputi "Ekspresi Aestetik pada Islam di Indonesia", "Tradisi dan Inovasi Islam di Indonesia", dan "Islam dan Masa depan Peradaban Dunia".
- ^ Aslinya: "different from the World of Islam Festival in London April-October 1976, which showed Islamic culture in Middle East region and exhibition moving artefact from museum, Istiqlal Festival pointed out daily activity and art performa which have Islamic value from entire Indonesia region."
Referensi
sunting- ^ a b c Ramli 2007, hlm. 35.
- ^ Ramli, hlm. 39.
- ^ Gade 2004, hlm. 19.
- ^ a b c d e f g h i Gade 2004, hlm. 20.
- ^ a b c d e f Nata dkk. 2003, hlm. 254-256.
- ^ Gade 2004, hlm. 19-20.
- ^ Pos Indonesia (1991) Brosur Penerbitan Prangko Festival Istiqlal 1991
- ^ a b c Widjanarko, Bambang Asrini; Sodikin, Amir (peny.) (29 Januari 2018). Sodikin, Amir, ed. "Seni Bernafaskan Islam dan Festival Istiqlal". Kompas.com. Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-08. Diakses tanggal 10 Februari 2018. templatestyles stripmarker di
|first2=
pada posisi 6 (bantuan) - ^ Yustiono 1993.
- ^ Pos Indonesia (1995) Brosur Penerbitan Prangko Festival Istiqlal 1995
- ^ a b Suryana, Wahyu; Rezkisari, Indira (red.) (21 Februari 2017). "Masjid Istiqlal Ingin Jadi Wajah Keramahan Islam". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-11. Diakses tanggal 12 Februari 2018. templatestyles stripmarker di
|first2=
pada posisi 8 (bantuan) - ^ a b Suhada, Amirullah (22 Februari 2017). Surabaya, Kukuh S Wibowo, ed. "Milad Masjid Istiqlal ke-39, Kalla Bicara Fungsi Masjid". Tempo.co. Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-05. Diakses tanggal 12 Februari 2018.
- ^ a b Mustaqim, Ahmad (22 Februari 2017). "Milad Ke-39, Pengurus Masjid Istiqlal Gelar Pameran Sejarah". detikcom. Detik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 Agustus 2017. Diakses tanggal 12 Februari 2018.
- ^ "Masjid Istiqlal Kembali jadi Pusat Kebudayaan". Media Indonesia. 23 Februari 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-02-12. Diakses tanggal 12 Februari 2018.
Daftar pustaka
sunting- Gade, Anna M. (2004). Perfection Makes Practice: Learning, Emotion, and the Recited Quran in Indonesia. Honolulu, Hawaii: University of Hawaii Press. ISBN 9780824825997. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-20. Diakses tanggal 2018-02-12.
- Nata, Abuddin; Asmuni, Ahmad; Raya, Ahmad Thib; Kusaeri, Atjeng Achmad; Azra, Azyumardi; Yatim, Badri; Sudradjat, Djadjat; Hasyim, Husmiaty; Shiddiq, Muhammad Arfah; Matola, Muhammad Galib; Suparta, Muhammad; Mukhtar, Maksum; Mulia, Musdah; Haroen, Nasrun; Wahid, Ramli Abdul; Jamrah, Suryan A.; Ranuwijaya, Utang; Ali, Yunasril; Bagil, Zainal Abidin (2003). Suplemen Ensiklopedi Islam. 1 (A-K). Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve. ISBN 979-8276-76-0.
- Ramli, Zaenudin (2007). "Festival Istiqlal I 1991 dan Festival Istiqlal II 1995: Seni Rupa Modern Indonesia Bernafaskan Islam". Identifikasi pada Pameran Seni Rupa Modern Indonesia Bernafaskan Islam Festival Istiqlal I 1991 & II 1995 (Tesis). Bandung, Jawa Barat: Perpustakaan Digital Institut Teknologi Bandung. pp. 35-79. http://www.digilib.itb.ac.id/files/disk1/615/jbptitbpp-gdl-zaenudinra-30712-4-2007ts-3.pdf. "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-02-12. Diakses tanggal 2018-02-12.
- Rasmussen, Anne K. (2010). Women, the Recited Qur'an, and Islamic Music in Indonesia. Oakland, California: University of California Press. ISBN 9780520255487. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-20. Diakses tanggal 2018-02-14.
- Stanzah, Akmal; Noorsy, Indy K.; Kawiyan (1 November 1991). "FI, Wujud dari Sebuah Kerinduan". Panji Masyarakat. No. 700. Jakarta: Yayasan Nurul Islam. ISSN 0126-0103.
- Willford, Andrew Clinton; George, Kenneth M. (2005). Spirited Politics: Religion and Public Life in Contemporary Southeast Asia. Southeast Asia Program Publication. ISBN 9780877277378. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-20. Diakses tanggal 2018-02-12.
- Yustiono (1993). Islam dan Kebudayaan Indonesia: Dulu, Kini, dan Esok. Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-20. Diakses tanggal 2018-02-12.