Film di Jerman
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Februari 2023. |
Film di Jerman pernah mengalami berbagai masalah dalam perekonomian, Jerman mampu berhasil membangun industri film yang kuat. Dari tahun 1918 hingga berkembangnya kekuatan Nazi pada tahun 1933, Sinema Jerman hanya setingkat di bawah Hollywood dalam ukuran, kemampuan teknis, dan pengaruh dari luar lainnya. Film-film Jerman di putar di seluruh dunia dengan pengembangan stylistic movement, expresionisme, dan terus berkembang dari tahun 1920, hingga 1926.
Perkembangan Film Jerman | |
---|---|
Jumlah layar | 4,637 (2014)[1] |
• Per kapita | 7.2 per 200,000 (2013)[2] |
Distributor utama | Warner (19.5%) Walt Disney (11.5%) Sony Pictures (11.1%)[3] |
Film fitur yang diproduksi (2011)[4] | |
Fiksi | 128 (60.4%) |
Animasi | 5 (2.4%) |
Dokumenter | 79 (37.3%) |
Jumlah admisi (2014)[1] | |
Total | 121,740,690 |
• Per kapita | 1.50 (2014) |
Film nasional | 32,100,000 (26,7%) |
Keuntungan Box Office (2014)[1] | |
Total | €980 juta |
Awal Mula
suntingPada tahun 1916, Pemerintah Jerman melarang pemutaran film-film asing, sehingga mereka memproduksi film-film mereka sendiri. Perusahaan film terus bertambah banyak dari 25 buah 1914, hingga mencapai 130 buah 1918. Hingga akhir perang, Universum Film Aktiengesellschaft (Ufa) menciptakan trend penggabungan dua perusahaan, untuk menciptakan perusahaan yang lebih besar. Walaupun telah berkembang pesat, jika pemerintah Jerman menarik kembali peraturan dilarang diputarnya film asing saat perang telah berakhir, film-film asing kemungkinan besar akan masuk kembali (terutama dari amerika). Pemerintah jjerman sangat mendukung industri perfilman dalam negeri pada periode ini, pelarangan diputarnya film asing terus berlanjut hingga tanggal 31 desember. Pada tahun 1922 negara-negara lain yang sebelumnya membenci Jerman telah melunak, dan film-film Jerman terkenal secara internasional. Pada tanggal 9 November 1918 republik Jerman di deklarasikan. Selama beberapa bulan partai-partai radikal dan liberal bertarung untuk mendapatkan kekuasaan dan sepertinya revolusi yang telah terjadi di Rusia akan terjadi di Jerman. Klimaks dari drama politik Jerman terjadi pada tahun 1920, dan berkuasanya Nazi pada tahun 1933.[4] Perang secara resmi berakhir dengan ditanda tanganinya perjanjian Versailles pada tanggal 28 Juni 1919. Daripada memperbaiki hubungan dengan Jerman, Inggris dan Prancis lebih memilih untuk terus menekan musuh mereka tersebut. Mereka menuduh Jerman sebagai penyebab dari konflik yang terjadi. Berbagai daerah kekuasaan atau territorial diserahkan kepada Polandia dan Prancis (Jerman kehilangan 13% dari daerah kekuasaannya). Jerman dilarang memiliki seratus ribu orang tentara dalam angkatan bersenjatanya, dan semuanya dilarang memegang senjata. Dan yang paling utama, pihak sekutu meminta Jerman untuk membayar semua kerusakan perang (hanya Amerika yang menolak, mereka menanda tangani perjanjian damai mereka sendiri dengan Jerman pada tahun 1921). Hal-hal tersebut secara berangsur-angsur menekan system financial Jerman Hingga keterpurukan. Hingga akhirnya Jerman mengalami inflasi, bahkan Hyperinflasi pada tahun 1923. nilai mata uang mark Jerman yang awalnya bernilai 4 mark jika di kurskan ke dalam dollar, setelah perang berubah menjadi 50.000 mark. Pada akhir 1923 nilai mata uang mark mencapai 6 miliar mark jika di kurskan. Masalah ekonomi ini tidak membuat semua orang menderita. Beberapa industri besar meraih keuntungan dari inflasi. Sejak uang menjadi tidak berharga, para penerima gaji lebih memilih untuk menghabiskan uangnya selagi uang tersebut masih bisa digunakan untuk sesuatu, dan film adalah salah satu produk yang tersedia. Pengunjung bioskop sangat tinggi pasa periode inflasi, dan banyak bioskop baru yang dibangun.
Genre dan Gaya Perfilman Jerman Paska Perang
suntingGenre film-film fantasy menjadi yang paling menarik seperti film-film yang dibintangi oleh Paul Wegener, antara lain The Golem (1920), dan Der Verlorene Schatten (The Lost Shadow, 1921). Beberapa genre lainnya yang unggul pada era paska perang adalah genre pertunjukan besar, gerakan Expresionist Jerman, dan film Kammerspiel.
Pertunjukan Besar
suntingSetelah perang, Jerman mencoba taktik serupa, menekankan pada pertunjukan-pertunjukan besar. Beberapa dari film yang dihasilkan meraih sukses yang serupa dengan Italia, dan secara tidak sengaja menemukan sosok Sutradara mayor Jerman paska perang, Ernst Lubitsch. Selama Inflasi, Perusahaan Jerman yang besar merasa mudah untuk menggarap epik sejarah. Beberapa firma menyediakan fasilitas studio, buruh yang membangun set dan kostum mampu di biayai, dan para figuran dapat dibayar dengan murah. Hasilnya dapat bersaing secara internasional dan seperti film karya Lubitsch yang berjudul Madame Dubarry (1919), mengeluarkan biaya hanya sebesar 40.000 Dollar. Para ahli mengatakan, jika film tersebut di produksi di Hollywood, biayanya bisa mencapai 500.000 Dollar. Lubitsch yang menjadi sutradara menonjol dalam genre epik sejarah, telah membangun kariernya dari awal tahun 1910-an sebagai comedian dan sutradara.[4] Negri dan Lubitsch pertama kali bekerjasama pada tahun 1918 dalam film Die Augen der Mumie Ma (The Eyes of the Mummy Ma). Lubitsch menyutradarai Madame Dubary pada tahun 1919 berdasarkan kisah hidup selir Raja Prancis yang bernama King Louis XV. Lubitsch lalu berusaha mengulang suksesnya dengan membuat film bertema serupa yang berjudul Anna Boleyn (1920). Pada tahun 1923, Lubitsch menjadi sutradara asal Jerman yang bernama besar yang di rekrut untuk bekerja di Hollywood.[4]
Gerakan Expresionist Jerman
suntingPada Bulan Februari 1920, Sebuah film di putar di Berlin, dan dianggap sebagai sesuatu yang baru: The Cabinet of Dr. Caligari. Film ini sukses. Menggunakan setting penuh gaya, dengan bentuk bangunan yang aneh dan miring-miring di lukis di kanvas sebagai backdrop layaknya teater. Aktornya tidak berakting secara natural, malahan mereka bergerak seperti tarian.
Saat Dr. Caligari diputar untuk pertama kalinya, pengkritik film dan para penonton dibuat terkagum-kagum. Film-film expresionisme lainnya segera menyusul, hingga awal tahun 1927.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa hanya beberapa film saja yang dapat dianggap sebagai film-film expresionist yang sebenarnya, yaitu film-film yang menyerupai The Cabinet of Dr. Caligari dalam menggunakan distorsi, dan mise-en-scene yang diciptakan dari expresionisme teaterikal. Ada dua faktor penting yang menyebabkan berakhirnya era expresionisme. Yang pertama adalah para sineas Jerman banyak yang merasa tertarik untuk berkarya di Hollywood. Dan yang kedua, para sineas Jerman yang tetap memilih tinggal di Negara asalnya tidak lagi memproduksi film-film jenis expresionisme. Mereka lebih memilih untuk berkarya di fil-film jenis New Objectivity.[2]
Kammerspiel
suntingKammerspiel atau Chamber-Drama (Drama di dalam kamar). Namanya diambildari Teater Kammerspiele, dibuka tahun 1906 oleh sutradara panggung Max Reinhardt yang ingin mengemas drama untuk konsumsi penonton yang tidak ramai. Film-filmnya seperti: Shatered (1921), dan Sylvester (New Year’s Eve atau St. Sylvester’s Eve, 1923), Backstairs (Leopold Jassner,1921), The Last Laugh (Murnau,1924), dan Michael (Carl Dreyer,1924). Semua film tersebut,[2] kecuali Michael ditulis skenarionya oleh Carl Mayer yang ikut menulis The Cabinet of Dr. Caligari dan film-film lainnya. Carl Mayer bisa disebut sebagai kekuatan utama dari genre Kammerspiel. Film Kammerspiel berfokus pada karakter yang sedikit dan mengeksplorasi masalah mereka secara mendetil. Lebih menekankan pada acting dan detail daripada ekspresi emosi. Gaya expressionist terkadang muncul di settingnya, tetapi lebih pada lingkungan yang suram daripada fantasi dan pokok utama dari expressionist. Setting film-film Kammerspiel lebih ke sehari-hari dengan jangka waktu yang pendek. The Last Laugh menjadi film Kammerspiel yang paling terkenal dan paling sukses. Pada akhir 1924, Genre ini menjadi genre paling menonjol di Jerman.
Objek Baru
suntingTrend baru itu disebut dengan Neue Sachlichkeit, atau New Objectivity (Obyektivitas Baru). Contohnya, Karikatur politik George Grosz dan Otto Dix. Lukisan mereka bergaya seperti expressionist, tetapi perhatian mereka lebih terpaku pada realita dari Jerman. Fotografi berkembang menjadi penting sebagai media seni di Jerman pada periode 1927-1933. Gambar-gambar seperti karya Karl Blossfeldt yang indah, close up tumbuh-tumbuhan abstrak, hingga karya John Heartfield yang menyerang Nazi dengan photo Montage yang satir. Bertolt Brecht unggul di akhir tahun 1920-1930-an. Faktor lain yang menyebabkan kemunduran New Objectivity adalah berubah haluannya situasi politik Jerman pada awal 1930-an. Partai Sosialis dan Komunis memproduksi banyak film pada era ini. Genre operetta menjadi salah satu genre yang sangat menjanjikan karena menggunakan suara.[3]
Sukses di Luar Negeri
suntingPada bulan Desember tahun 1920, Madame Dubarry yang di beri judul ulang Passion memecahkan rekor box office di New York theater, dan kemudian dirilis ke seluruh kota di Amerika melalui salah satu distributor film terbesar saat itu, First National. Secara tiba-tiba perusahaan-perusahaan film Amerika begitu bersemangat untuk membeli film-film Jerman, karena kesuksesan Passion. Yang lebih mengejutkan lagi, para sineas expresionisme ikut serta dalam mengekspor film-filmnya ke negara lain. Akhirnya film-film Jerman yang lain menyusul, genre-genre kammerspiel dan expresionist sukses di Prancis hingga melebihi lima tahun ke depan. Trend serupa juga merambah Jepang di awal 1920-an, dan negara-negara lainnya.
Perubahan Besar
suntingWalaupaun pada awalnya sukses, namun Industri film Jerman tidak dapat terus-menerus memproduksi film dengan cara lama. Banyak faktor yang kemudian akhirnya mengubah sistem produksi film. Gaya dan teknologi asing merupakan salah satunya. Kesuksesan juga membuat industri film Jerman mengalami masalah, seperti banyak sineas-sineas menonjol yang kemudian tertarik untuk berkarya di Hollywood. Perusahaan film Jerman bahkan mulai meniru film-film Hollywood. Pada tahun 1929, industri film Jerman kemudian berubah dari situasi paska perangnya.[3]
Teknologi Pembuatan Film
suntingTeknologi pembuatan film berkembang dengan kencang pada tahun 1920-an. Inflasi mendorong banyak perusahaan film yang menginvestasikan dananya untuk fasilitas dan lahan, sehingga banyak studio yang dibangun atau diperbesar. Sperti Ufa yang melebarkan dua komplek utama studio mereka, di Tempelhof dan Neubabelsberg, dan segera saja mereka memiliki fasilitas terlengkap dan terbagus di Eropa. Jerman juga kemudian menggunakan inovasi pada tekhnik pencahayaan yang dikembangkan oleh Hollywood pada tahun 1910-an. Karena Perusahaan-perusahaan film Jerman begitu bernafsu untuk untuk mengekspor film-film mereka ke Hollywood, beredar kabar bahwa para filmmaker harus mencontoh elemen-elemen baru dari gaya Amerika, seperti Backlighting dan cahaya tambahan pada shot exterior. Artikel-artikel pada harian Trade Press menghimbau perusahaan-perusahaan film untuk membangun fasilitas yang lebih baik, dengan peralatan lighting terbaik. Salah satu inovasi Jerman dalm teknologi film pada tahun 1920-an yang menjadi sangat berpengaruh secara internasional adalah entfesselte camera (unfastened camera, atau kamera dapat bergerak secara bebas).[5]
Era Milennium
suntingMenjelang pergantian milenium muncul karya ceria yang membangkitkan dunia perfilman Jerman: Lola rennt (Lola Berlari, 1998 karya Tom Tykwer. Film komedi eksperimental mengenai Lola, si gadis berambut merah, mengenai nasib, cinta dan hal- hal kebetulan mencerminkan perasaan hidup di akhir tahun sembilan puluhan. Perjuangan Lola yang nekad berlari melin tasi Berlin dengan melawan waktu diartikan di seluruh dunia sebagai kiasan ketergesaan zaman kita. Dengan “Lola rennt”, sutradara Tom Tykwer mendobrak pintu ke dunia perfilman internasional.[5] Fase kemajuan untuk film Jerman dimulai. Untuk pertama kali sejak era apa yang disebut “film pencipta” dan masa berkaryanya tokoh Rainer Werner Fassbinder † 1982, pengamat di luar negeri kembali memperhatikan film Jerman yang meraih sukses internasional. Pada tahun 2002, Caroline Link menerima Hadiah Oscar untuk “Nirgendwo in Afrika”, trofi yang sama diraih 2007 oleh Florian Henckel von Donnersmarck untuk film perdananya “Das Leben der Anderen”. Festival Film Cannes pada tahun yang sama memberikan hadiah untuk skenario terbaik serta hadiah istimewa kepada Fatih Akin untuk film “Auf der anderen Seite”.[3] Pada awal milenium baru, sineas Jerman meraih sukses yang tak tersangka dengan film jenis komedi – seperti “Die fetten Jahre sind vorbei” (2004) karya Hans Weingartner. Sebaliknya, perhatian menjelang akhir dasawarsa pertama difokuskan pada film yang berbobot. Namun tema-tema tidak berubah. Film jenis tragikomedi “Good Bye, Lenin!” 2003 diputar dengan sukses di 70 negara lebih, sebab diperlihatkannya juga kegagalan sosialisme. Film karya Donnersmarck Das Leben der Anderen 2007 bertemakan kehidupan warga Jerman Timur di bekas RDJ di bawah pengawasan dinas rahasia Stasi. Dengan nada berat yang mencekamkan, Fatih Akin, warga Hamburg bernenek moyang Turki, menggambarkan kehidupan di Jerman. Dalam drama “Gegen die Wand” 2004 yang antara lain meraih hadiah Goldener Bär pada Festival Film Berlin, Akin memaparkan kisah cinta dua insan Jerman-Turki dan keterombang-ambingan mereka antara dua kebudayaan. Presisi cerita film itu berkesan menyakitkan, tetapi tidak ce ngeng. Pada tahun 2007, dalam drama “Auf der anderen Seite”, digambarkannya kisah enam orang di Jerman dan di Turki yang nasibnya saling bertautan. Juri Hadiah Film Jerman memberi empat penghargaan sekaligus untuk karya itu. Dengan “Soul Kitchen” 2009, Akin mengungkapkan apresiasinya untuk kota Hamburg, kali ini dalam bentuk komedi. Film-film Jerman berhasil, karena ceritanya yang bersifat nasional dan penggarapan sinematografis dari cerita itu membahas tema universal. Namun materi yang diolah oleh para pembuat film, mereka angkat dari perkembangan dan perubahan di negara sendiri dan di jalan hidup masing-masing.[5]
Referensi
sunting- ^ a b c "Marktdaten - Kinoergebnisse". FFA - Filmförderungsanstalt. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-02. Diakses tanggal 25 March 2015.
- ^ a b c "Table 8: Cinema Infrastructure - Capacity". UNESCO Institute for Statistics. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-25. Diakses tanggal 5 November 2013.
- ^ a b c d "Table 6: Share of Top 3 distributors (Excel)". UNESCO Institute for Statistics. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-24. Diakses tanggal 5 November 2013.
- ^ a b c d "Table 1: Feature Film Production - Genre/Method of Shooting". UNESCO Institute for Statistics. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-24. Diakses tanggal 5 November 2013. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "production_uis" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ a b c Fathurrahman Maulana S, Perkembangan Film di Jerman april 18, 2015.