Perang Saudara Islam III
Perang Saudara Islam ketiga atau Fitnah Ketiga (bahasa Arab: الفتنة الثاﻟﺜـة; al-Fitna al-thālitha), adalah serangkaian perang saudara dan pemberontakan terhadap Kekhalifahan Umayyah diawali dengan penggulingan Khalifah al-Walid II tahun 744 dan diakhiri dengan kemenangan Marwan II atas berbagai pemberontak dan rival kekhalifahan pada tahun 747. Namun, kekuasaan Umayyah di bawah Marwan II tidak pernah sepenuhnya pulih, dan perang saudara ini berlanjut menjadi Revolusi Abbasiyah (746–750) yang memuncak pada penggulingan Umayyah dan pendirian Kekhalifahan Abbasiyah pada tahun 749/750. Oleh karena itu, batasan kronologis yang jelas dari konflik ini menjadi tidak mungkin.[1]
Fitnah Ketiga | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Fitnah dan Persaingan Qais-Yaman | |||||||||
Wilayah kekuasaan Kekhalifahan Umayyah (hijau) ca 740, sebelum Fitnah Ketiga | |||||||||
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
Umayyah | Abbasiyah | Pendukung keluarga Ali | Khawarij | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
Marwan II † (750) Abu al-Ward Nashr bin Sayyar † (748) Yazid bin Umar bin Hubairah |
As-Saffah Abu Muslim Qahthabah bin Syabib † (749) Hafsh bin al-Walid bin Yusuf al-Hadhrami |
Abdullah bin Mu'awiyah † (746/7) Al-Harits bin Suraij |
Adh-Dhahhak bin Qais asy-Syaibani (745) † Thalib al-Haq (747) † |
Perebutan kekuasaan Yazid III
suntingPerang saudara ini dimulai dengan penggulingan al-Walid II (743–744), putra Yazid II (berkuasa 720–724). Al-Walid telah ditunjuk oleh ayahnya sebagai pengganti pamannya, Hisyam bin Abdul-Malik (berkuasa 724-743), dan meskipun naik takhtanya pada awalnya telah diterima dengan baik karena ketidakpopuleran Hisyam dan keputusannya untuk menaikkan gaji tentara, suasana hati dengan cepat berubah. Al-Walid dilaporkan lebih tertarik pada kesenangan duniawi daripada dalam agama, reputasi yang dapat dikonfirmasi melalui dekorasi yang disebut "istana gurun" (termasuk Qusayr Amra dan Khirbat al-Mafjar) yang telah dikaitkan dengannya.[2] Naiknya al-Walid dibenci oleh beberapa anggota keluarga Umayyah itu sendiri, dan permusuhan ini diperdalam ketika al-Walid menunjuk dua putranya di bawah umur sebagai penerusnya dan mencambuk dan memenjarakan sepupunya, Sulaiman bin Hisyam.[3] Penentangan lebih lanjut muncul melalui penindasannya terhadap sekte Qadariyya,[4] dan melalui implikasinya dalam perseteruan yang selalu ada antara suku-suku Arab utara (Qaisi dan Mudari) dan selatan (Kalbi dan Yamani). Sama seperti ayahnya, al-Walid dipandang sebagai pro-Qais, terutama setelah penunjukan Yusuf bin Umar ats-Tsaqafi sebagai gubernur Irak, dan penyiksaan dan kematian pendahulu Yusuf bersuku Yamani, Khalid al-Qasri. Harus dicatat bahwa kesetiaan itu tidak pasti, dan orang-orang dari kedua belah pihak bergabung dengan yang lainnya.[5]
Pada bulan April 744, Yazid III, putra al-Walid I (berkuasa 705–715), memasuki Damaskus. Para pendukungnya, yang didukung oleh banyak suku Kalbis dari wilayah sekitarnya, merebut kota dan memproklamasikkan dia sebagai khalifah. Al-Walid II, yang berada di salah satu istana gurunnya, melarikan diri ke al-Bakhra dekat Palmyra. Dia menghimpun kekuatan kecil yang terdiri dari suku Kalbi dan Qais setempat dari Hims, tetapi ketika pasukan Yazid III yang jauh lebih besar di bawah Abdul Aziz bin Al-Hajjaj bin Abdul Malik tiba, sebagian besar pengikutnya melarikan diri. Al-Walid II tewas, dan kepalanya yang terpenggal dikirim ke Damaskus.[6] Pemberontakan pro-Qais di Hims terjadi setelahnya, di bawah Abu Muhammad as-Sufyani Sufyaniyah, tetapi pawainya di Damaskus secara meyakinkan dikalahkan oleh Sulaiman bin Hisyam yang sudah bebas. Abu Muhammad dijebloskan ke penjara di Damaskus bersama dengan para putra al-Walid II.[7]
Referensi
sunting- ^ Hawting 2000, hlm. 90.
- ^ Hawting 2000, hlm. 90–91.
- ^ Hawting 2000, hlm. 91–92.
- ^ Hawting 2000, hlm. 92.
- ^ Hawting 2000, hlm. 93.
- ^ Hawting 2000, hlm. 93–94.
- ^ Hawting 2000, hlm. 94.
Sumber
sunting- Hawting, G. R. (2000). The First Dynasty of Islam: The Umayyad Caliphate AD 661–750 (2nd Edition). London and New York: Routledge. ISBN 0-415-24072-7.
- Kennedy, Hugh (1998). "Egypt as a province in the Islamic caliphate, 641–868". Dalam Petry, Carl F. Cambridge History of Egypt, Volume One: Islamic Egypt, 640–1517. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 62–85. ISBN 0-521-47137-0.
- Shaban, M. A. (1979). The ʿAbbāsid Revolution. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 0-521-29534-3.
- Sharon, Moshe (1990). Revolt: the social and military aspects of the ʿAbbāsid revolution. Jerusalem: Graph Press Ltd. ISBN 965-223-388-9.
- Veccia Vaglieri, Laura (1965). "al-Ḍaḥḥāk b. Qays al-Shaybānī". Dalam Lewis, B.; Pellat, Ch.; Schacht, J. Encyclopaedia of Islam. Volume II: C–G (edisi ke-2). Leiden: E. J. Brill. hlm. 90. OCLC 495469475.
- Zetterstéen, K. V. (1987). "ʿAbd Allāh b. Muʿāwiya". Dalam Houtsma, Martijn Theodoor. E.J. Brill's First Encyclopaedia of Islam, 1913–1936, Volume I: A–Bābā Beg. Leiden: BRILL. hlm. 26–27. ISBN 90-04-08265-4.