Flora Indonesia terdiri dari berbagai varietas tumbuhan tropis yang unik. Memiliki iklim tropis dan sekitar 17.000 pulau, Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia. Flora Indonesia mencerminkan percampuran spesies Asia, Australia, dan tumbuhan endemik. Hal ini disebabkan letak geografis Indonesia yang terletak di antara dua benua. Kepulauan Indonesia terdiri dari berbagai wilayah mulai dari hutan hujan tropis dataran rendah utara dan hutan musiman dataran rendah selatan melalui perbukitan dan vegetasi pegunungan, hingga vegetasi semak pegunungan. Memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia juga memiliki banyak kawasan rawa dan vegetasi pantai.

Berbagai jenis flora Indonesia yang tumbuh di Kebun Raya Cibodas

Terdapat sekitar 28.000 jenis tumbuhan berbunga di Indonesia, terdiri dari 2.500 jenis anggrek, 6000 jenis tumbuhan obat tradisional yang dijadikan Jamu,[1] 122 jenis bambu, lebih dari 350 jenis rotan dan 400 jenis Dipterocarpus, termasuk eboni, cendana, dan kayu jati. Indonesia juga merupakan habitat bagi beberapa spesies yang tidak biasa seperti tumbuhan karnivora. Salah satu spesies tumbuhan yang banyak dikenal misalnya Rafflesia arnoldi, dinamai menurut Sir Thomas Stamford Raffles dan Dr. Thomas Arnold, yang menemukan bunga tersebut di kedalaman Bengkulu, Sumatra barat daya. Tumbuhan parasit ini memiliki bunga yang besar, tidak menghasilkan daun dan tumbuh pada sejenis liana tertentu di lantai hutan hujan. Tumbuhan unik lainnya adalah Amorphophallus titanum dari Sumatra. Berbagai jenis tumbuhan kantong semar yang menjebak serangga (Nepenthes spp.) juga dapat ditemukan di Kalimantan, Sumatera, dan pulau-pulau lain di kepulauan Indonesia.

Sejarah alam

sunting

Asal usul tumbuhan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh peristiwa geografis dan geologi di benua Asia dan benua Australasia (sekarang Australia).[2] Pulau New Guinea saat ini terhubung dengan daratan yang kini menjadi benua Australia, membentuk superbenua yang disebut superbenua selatan Gondwana. Benua super ini mulai pecah 140 juta tahun yang lalu, dan wilayah New Guinea (sebelumnya dikenal sebagai Sahul) bergerak menuju ekuator. Akibatnya, hewan dari New Guinea bermigrasi ke benua Australia dan sebaliknya, menciptakan banyak spesies berbeda yang hidup di ekosistem berbeda. Migrasi ini terus berlangsung hingga kedua wilayah tersebut terpisah sama sekali.

Pengaruh benua Asia, di sisi lain, adalah hasil dari pembentukan superbenua Laurasia, yang terbentuk setelah pecahnya Rodinia sekitar 1 miliar tahun yang lalu. Sekitar 200 juta tahun yang lalu, benua super Laurasia terpecah seluruhnya, membentuk benua Laurentia (sekarang Amerika) dan Eurasia. Meskipun demikian, daratan benua Eurasia, termasuk Tiongkok, tidak terlepas sepenuhnya dari kepulauan Indonesia. Akibatnya, tumbuhan dari daratan Eurasia dapat menyebar ke nusantara, dan, di bawah ekosistem yang berbeda, memunculkan banyak jenis spesies baru.

Pada abad kesembilan belas, Alfred Russel Wallace mengajukan gagasan tentang Garis Wallace, yaitu garis yang membagi wilayah kepulauan Indonesia menjadi dua wilayah, wilayah biogeografis Asia (Sundaland) dan Wilayah biogeografis Australasia (Wallacea). Jalur ini melintasi Kepulauan Indonesia, antara Kalimantan dan Sulawesi (Celebes); serta antara Bali dan Lombok.[3]

Kepulauan Indonesia merupakan Kepulauan Rempah-Rempah, telah dikenal sejak zaman dahulu sebagai sumber rempah-rempah, seperti cengkeh, pala, dan merica. Kepulauan Maluku, hingga akhir abad kedelapan belas, merupakan satu-satunya sumber rempah-rempah yang signifikan secara ekonomi. Pada masa kolonial, cengkeh dan pala merupakan komoditas paling berharga setelah emas dan perak bagi sebagian besar bangsa Eropa. Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, Belanda juga banyak menciptakan perkebunan (perkebunan) kopi, teh dan tebu, kebanyakan di pulau Jawa.

Seiring dengan perkembangan sejarah bangsa Indonesia, para pelaut dari India, Tiongkok dan Eropa juga membawa jenis-jenis tumbuhan baru ke nusantara. Jenis tumbuhan yang bukan asli nusantara seperti teh, kopi, dan pohon karet kemudian banyak ditanam.

Vegetasi

sunting
 
Sebaran vegetasi di Indonesia

Flora darat Indonesia dapat dikumpulkan menjadi kelompok-kelompok vegetasi yang khas. Penentu terpenting adalah curah hujan, diikuti oleh suhu yang mempengaruhi ketersediaan air. Sebaran flora Indonesia didominasi oleh hutan cemara berdaun lebar. Hal ini banyak terlihat di wilayah yang kepadatan penduduknya masih relatif rendah seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua Barat. Di Jawa dan Bali vegetasi didominasi oleh tanaman budidaya. Hutan rawa, bakau, dan hutan nipah ditemukan di sepanjang pantai. Sementara itu daerah pegunungan didominasi oleh vegetasi subalpine dan alpine. Di kepulauan Sunda kecil, di mana curah hujan tidak sebanyak di bagian lain Indonesia, banyak dijumpai padang rumput.

Keanekaragaman hayati

sunting
 
Bunga Amorphophallus titanum di Kebun Raya Bogor

Menurut Conservation International, terdapat dua hotspot keanekaragaman hayati di Indonesia, yaitu Wallacea dan Sundaland.[4] Provinsi Papua Barat dan Papua juga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Taman Nasional Lorentz, yang terletak di provinsi Papua, dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia pada tahun 1999 oleh UNESCO.[5][6]

Sundaland

sunting

Sundaland atau Paparan Sunda, terletak di bagian barat kepulauan Indonesia. Paparan Sunda adalah habitat dari sekitar 25.000 spesies tumbuhan yang berbeda. 15.000 di antaranya endemik di wilayah ini dan tidak dapat ditemukan di tempat lain. Scyphostegiaceae adalah famili tumbuhan yang diwakili oleh satu spesies, Scyphostegia borneensis, yang merupakan flora endemik Kalimantan. 155 spesies Dipterocarpus lainnya juga endemik di pulau ini. Kalimantan juga memiliki lebih dari 2.000 spesies anggrek. Hutan di Sumatra mencakup lebih dari 100 spesies Dipterocarpus, hampir belasan di antaranya merupakan endemik pulau ini. Pulau Jawa memiliki sekitar 270 spesies anggrek endemik.

Setidaknya 117 marga tumbuhan endemik di hotspot keanekaragaman hayati ini. 59 di antaranya ditemukan di Kalimantan dan 17 di Sumatra. Tumbuhan unik dari kawasan ini mirip dengan tumbuhan dari benua Asia, sebut saja Rafflesia arnoldii, tumbuhan kantong semar dan Edelweis jawa (Anaphalis javanica) sebagai contohnya.

Wallacea

sunting
 
Bunga Eucalyptus deglupta

Diperkirakan, terdapat sekitar 10.000 spesies tumbuhan di kawasan hotspot keanekaragaman hayati ini. Sekitar 1.200 spesies dan 12 genera adalah flora endemik. Pulau Sulawesi memiliki sekitar 500 jenis tumbuhan endemik. Kepulauan Maluku memiliki sekitar 300 jenis tumbuhan endemik dan Kepulauan Sunda Kecil terdiri dari sedikitnya 110 jenis tumbuhan endemik. Baru sedikit yang diketahui tentang keanekaragaman flora wilayah ini. Tiga dari spesies unik tersebut misalnya Agathis, Pterocarpus indicus, dan Eucalyptus deglupta.

Papua Barat dan Papua

sunting

Flora di wilayah ini agak dipengaruhi oleh benua Australia. Kawasan ini didominasi dari pegunungan dengan puncak bersalju, lahan basah dataran rendah hingga lingkungan laut tropis yang saling bersilangan. Wilayah ini adalah tempat yang tepat bagi sejumlah besar spesies tanaman yang beragam. Diperkirakan bahwa di Papua dan Papua Barat terdapat 20.000 hingga 25.000 spesies tumbuhan berpembuluh. 60-90% dari mereka mungkin merupakan flora endemik di wilayah ini. Wilayah ini belum banyak dieksplorasi sehingga jumlah spesies endemik yang sebenarnya tidak diketahui.

Hari nasional

sunting

Untuk membangun rasa hormat dan kecintaan terhadap flora dan fauna Indonesia, Pemerintah mencanangkan 5 November sebagai Hari Cinta Puspa dan Satwa.[7] Setiap tahun terdapat perangko yang dirilis dengan motto ini. Perangko ini menampilkan gambar tumbuhan dan hewan yang endemik atau unik di suatu wilayah atau provinsi tertentu di Indonesia.

Bunga nasional Indonesia

sunting

Melati (Jasminum sambac), bunga putih kecil dengan wangi manis, merupakan bunga nasional Indonesia,[butuh rujukan] bersama dengan Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) dan Padma Raksasa Rafflesia (Rafflesia arnoldii). Ketiganya dipilih pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 5 Juni 1990 oleh Presiden Soeharto.[8][9] Pada kesempatan lain juga ditambahkan Bunga bangkai (Titan arum) sebagai puspa langka bersama Rafflesia. Setiap provinsi di Indonesia juga memiliki lambang bunga sendiri-sendiri.

Isu terkini

sunting

Deforestasi merupakan masalah utama di Indonesia. Sekitar 64% daratan di Indonesia merupakan hutan, tetapi luas hutan terus menyusut akibat perubahan iklim global dan eksploitasi sumber daya.[10] Laju saat ini adalah hilangnya 2 juta hektar per tahun.[11] Sebagai negara berpenduduk padat dengan kecenderungan industrialisasi yang pesat, kebutuhan akan sumber daya alam dan lahan juga semakin meningkat. Kebakaran hutan ilegal menyebabkan kabut asap tebal di sekitar negara tetangga Indonesia.

Menurut Departemen Kehutanan Indonesia, per tahun 2006 terdapat 174 tumbuhan endemik Indonesia yang terdaftar sebagai spesies yang terancam punah.[12] Selain itu, terdapat pula nilai keanekaragaman kondisi flora di Kawasan Taman KEHATI Eroniti sebagai data awal penetapan status kawasan berada pada kriteria rendah untuk keanekaragaman flora (H’) yaitu 1,15, dan untuk indeks kekayaan jenis (R’) sebesar 2,67 merupakan kriteria sedang serta nilai pemerataan jenis 0.37 menunjukkan kurang menyebar. Keseluruhan flora tersebut didominasi jenis-jenis pada tingkatan semai dan sapihan (72 % dan 16%).[13]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Flora-The Embassy of The Republic of Indonesia in New Zealand". The Embassy of The Republic of Indonesia (Administrator). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-08-06. Diakses tanggal 1 May 2007. 
  2. ^ "Indonesia - Flora". Encyclopedia of the Nations. Encyclopedia of the Nations. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-01-05. Diakses tanggal 12 October 2006. 
  3. ^ Zubi, Teresa (25 August 2006). "The Wallacea Line". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-05-25. Diakses tanggal 12 October 2006. 
  4. ^ "Biodiversity". Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 October 2002. Diakses tanggal 12 October 2006. 
  5. ^ Kusmana, Cecep; Hikmat, Agus (2015-11-03). "KEANEKARAGAMAN HAYATI FLORA DI INDONESIA". Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management). 5 (2): 187. doi:10.29244/jpsl.5.2.187. ISSN 2086-4639. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-01. Diakses tanggal 2022-12-12. 
  6. ^ "UNESCO- Lorentz National Park". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-03-03. Diakses tanggal 12 October 2006. 
  7. ^ Siti Ninda Lestari. "Sejarah Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 5 November". tirto.id. tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-03. Diakses tanggal 19 Mei 2021. 
  8. ^ "ASEAN National Flowers". ASEAN. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 January 2012. Diakses tanggal 8 June 2007. 
  9. ^ "ASEANWEB – ASEAN National Flowers". Asean.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 October 2011. Diakses tanggal 23 October 2011. 
  10. ^ "12 Pohon Langka Indonesia Terancam Punah". lipi.go.id. LIPI. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-19. Diakses tanggal 19 Mei 2021. 
  11. ^ "Global Forest Watch: Indonesia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-12. Diakses tanggal 3 November 2008. 
  12. ^ "Indonesian Departement of Forestry". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-28. Diakses tanggal 12 October 2006. 
  13. ^ Wahyudiono, Sugeng (Maret 2021). "KAJIAN IDENTIFIKASI JENIS FLORA DAN KELIMPAHANNYA DI LAHAN PENETAPAN TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI KALURAHAN KARANGASEM, KAPANEWON PONJONG, KABUPATEN GUNUNG KIDUL". Joupe Journal. 1 (1): 34–42. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-12. Diakses tanggal 2022-12-12. 

Pranala luar

sunting