Model pembingkaian Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki adalah sebuah model analisis yang digunakan untuk melihat realitas di balik wacana dari media massa dan merupakan sebuah seni yang bisa jadi menghasilkan kesimpulan berbeda apabila analisis dilakukan oleh orang yang berbeda, kendati kasus yang diteliti sama.[1] Selain itu berbagai ahli juga memiliki definisi lain dari framing ini yang pada intinya memiliki titik singgung sama pada adanya sebuah pembentukan dan kontruksi media terhadap sebuah peristiwa.[1] Dengan demikian akan ada sebuah penonjolan realitas sehingga mudah dikenal oleh khalayak.[1]
Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide.[1] Dalam hal ini digunakanlah sebuah perangkat yang dapat dikonseptualisasikkan ke dalam elemen konkret dalam suatu wacana.[1] Kemudian dapat disusun dan dimanipulasi oleh pembuat berita dan dapat dikomunikasikan dalam kesadaran komunikasi.[1] Perangkat ini dapat dipretasikan ke dalam empat struktur besar; sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.[1]
Di samping itu media massa memiliki fungsi yang sangat besar di tengah-tengah masyarakat.[2] Pers berperan mengemukakan sesuatu dengan memiliki tujuan korelasi untuk menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna dari suatu peristiwa dan informasi yang dapat memengaruhi cara pandang seseorang.[2]
Pada media televisi, bahasa tetap mejadi nyawa bagi kehidupannya sebagai media massa.[3] Televisi menggabungkan bahasa tulisan, ujaran, gambar, dan bunyi-bunyi (audiovisual).[3] Dengan menggunakan bahasa, televisi mengontruksikan setiap realitas yang diliputnya. Hanya saja konstruksi yang dilakukan juga dipengaruhi oleh siapa yang memiliki keuntungan atau menarik keuntungan atau pihak yang diuntungkan dengan suatu berita.[3] Di mana kepentingan itu sendiri dapat dimiliki oleh media itu sendiri atau pihak yang memiliki relasi khusus dengan media tersebut.[3] Tood Gitlin dalam Ahmad dapat menjadi pendukung dari pernyataan tersebut dengan mengatakan frame yang dibuat media didasarkan atas berbagai kepentingan internal maupun eksternal media, baik teknis ekonomis, politis, ataupun ideologis.[3]
Akhirnya satu-satunya hal yang dipakai dalam konstruksi realitas adalah kebijakan redaksi (redational concept) media masing-masing.[3] Namun apapun yang akhirnya menjadi pertimbangan, hal yang relatif pasti adalah realitas yang ditonjolkan, dibesar-besarkan, disamarkan, atau bahkan tidak diangkat sama sekali dalam setiap pengonstruksian realitas.[3]
Dari penayangan berita ke masyarakat, berarti sebuah media telah membentuk suatu realitas dari hasil konstruksi terhadap realitas.[4] Kemudian disebut oleh Burhan Bungin sebagai realitas media.[4] Sementara pihak yang berhubungan dengan konstruksi tersebut adalah desk dan redaksi.[4] Konstruksi media sendiri menurut Bungin melalui empat tahapan, yaitu penyiapan materi konstruksi, sebaran konstruksi, pembentukan konstruksi realitas, dan konfirmasi.[4]
Media massa bukan hanya sekadar sarana yang menampilkan sebuah peristiwa secara apa adanya, tetapi juga tergantung kepada kelompok atau siapa pemilik yang mendominasinya, dengan kata lain adanya unsur kepemilikan yang mempengaruhi peristiwa tersebut.[3] Curran & Gurevitch (1982), mengatakan bahwa kepentingan pemilik media dikhawatirkan akan mempengaruhi pesan yang disampaikan media dan hegemoni ideologi media yang akhirnya berpengaruh kepada khalayak (Subiakto, 2012:140).[5] Bahkan pengaruh pemilik media juga berdampak pada pemberitaan konten media.[5] Dengan adanya intervensi dari kepemilikan media, maka secara tidak langsung masyarakat telah „dipilihkan‟ dalam membaca sebuah berita.[5] Apalagi jika berita tersebut berkaitan dengan kegiatan sang pemilik media.[4]
Dalam model analisis framing Zhondang dan Kosicki memiliki perangkat analisis yang terdiri dari empat strutur besar, yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.[1]
Struktur besar analisis
sunting- Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa-pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk umum susunan berita.[1] Hal ini dapat diamati dari bagan berita (lead yang dipakai, latar, headline, kutipan yang diambil, dan sebagainya).[1] Pada intinya dari sintaksis ini diamati bagaimana wartawan memahami peristiwa yang dapat dilihat dari cara ia menyusun fakta ke dalam bentuk umum berita.[1]
- Skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau meceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita.[1] Struktur ini melihat bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur yang dipakai oleh wartawan dalam mengemas peristiwa ke dalam bentuk berita.[1]
- Tematik berkaitan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.[1] Pada bahasan struktur ini akan melihat bagaimanna pemahaman itu diwujudkan dalam bentuk yang lebih kecil.[1]
- Struktur retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita.[1] Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada khalayak.[1]
Simpulan
suntingKeempat dimensi struktural tersebut membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global.[1] Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide.[1] Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita—kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu—kedalam teks secara keseluruhan.[1]
Rujukan
sunting- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t Eriyanto (2005). Analisis Framing. Yogyakarta: LKis. hlm. xiv, 66. ISBN 979-9492-69-6.
- ^ a b Dennis McQuail (2011). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Penerbit Salemba. ISBN 978-602-8555-32-6.
- ^ a b c d e f g h Ibnu Hamad (2004). Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Granit. ISBN 979-461-495-5.
- ^ a b c d e Burhan Bungin (2008). Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. ISBN 979-3925-38-8.
- ^ a b c Henry Subiakto & Rachmah Ida. (2012). Komunikasi politik, media, & demokrasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hlm. 140.