Francisco Serrão (Spanyol: Francisco Serrano; meninggal tahun 1521) adalah penjelajah Portugis dan sepupu Fernão de Magalhães. Perjalanannya pada tahun 1512 merupakan penjelajahan pertama bangsa Eropa melintasi Malaka melewati Nusantara. Ia diangkat sebagai penasihat pribadi Sultan Bayanullah dari Ternate. Ia tetap di Kesultanan Ternate hingga saat kematiannya yang bertepatan tahunnya dengan kematian Fernao de Magalhaes.

Perjalanan ke Nusantara sunting

Serrão bertugas sebagai kapten salah satu dari 3 kapal yang seluruhnya di bawah komando António de Abreu[1]) yang dikirim dari Melaka oleh Afonso de Albuquerque untuk menemukan Kepulauan Rempah-rempah di Maluku pada tahun 1511.[2] Banda adalah satu-satunya sumber pala di dunia. Pala merupakan rempah-rempah yang digunakan untuk bumbu, obat, dan bahan pengawet, yang pada masa itu amat tinggi harganya di pasaran Eropa. Portugis mencoba menguasai sumber itu daripada mengandalkan pedagang Arab yang menjualnya ke Venesia dengan harga tinggi.

Ekspedisi ke Malaku yang dipandu oleh orang Melayu tersebut melintasi Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil sebelum menuju ke utara Banda melintasi Pulau Ambon. Ketika kapalnya berlabuh di Gresik, Serrão menikahi wanita setempat, yang kemudian menemaninya sepanjang perjalanan berikutnya.[3] Pada tahun 1512, kapalnya karam namun ia tetap mencoba mencapai Pulau Luco-Pino (Hitu), di utara Ambon. Para penjelajah itu tetap berada di Banda selama sebulan, membeli dan mengisi kapalnya dengan pala, juga cengkih yang banyak dijual di Banda.[1] Serrão meninggalkan Banda dengan menaiki jung Cina yang dibeli dari pedagang setempat sebagai pengganti kapalnya yang hilang.[1] Antonio de Abreu berlayar ke Ambon sementara Serrão terus menjelajah ke dalam Kepulauan Maluku.

Dengan 9 orang Portugis dan 9 penduduk Nusantara, kapal itu tenggelam akibat angin ribut dan pecah di sebuah batu karang lepas pantai sebuah pulau. Percobaannya untuk bergabung kembali dengan kapal De Abreu terhambat oleh badai dan Serrão terdampar di Pulau Ternate.[4] Ketika penduduk pulau itu mengamati bangkai kapal, ABK Serrão menampakkan diri tanpa senjata dan tak berdaya, namun membawa banyak uang. Ketika para penduduk mendekat, orang-orang Portugis itu menyerang dan memimpin kapal dan anak buahnya. Para penyelamatnya yang kurang hati-hati terpaksa membawa mereka ke Ambon, lalu mendarat di Hitu.[1]

Baju zirah, musket, dan keahlian menembak Serrão menarik hati para tetua yang berkuasa di Hitu. Mereka sedang menghadapi perang dengan Luhu, permukiman penting di Semenanjung Hoamal dekat Hitu.[5] Bangsa Portugis juga disambut di daerah itu sebagai pembeli makanan dan rempah-rempah selama ketenangan dalam perdagangan rempah-rempah akibat gangguan sementara dengan pelaut Jawa dan Melayu di daerah itu setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511. Pendatang itu direkrut sebagai sekutu militer dan tindakan luar biasa berikutnya didengar oleh penguasa Ternate dan Tidore yang sama-sama mengirimkan utusan untuk meminta bantuan.[2]

Mendukung wilayah Ternate, kekuatan terbesar Portugis, Serrão bertindak sebagai kepala kelompok prajurit upahan Portugis yang mengabdi pada Sultan Bayanullah yang mengendalikan perdagangan rempah-rempah. Mereka menjadi sahabat dekat dan sultan mengangkat Serrão sebagai penasihat pribadi untuk segala masalah, termasuk militer (pokoq isi dokumen Portugis) dan keluarga. Setelah diterima oleh sultan, Francisco Serrão memutuskan menetap di Ternate, tak berusaha kembali ke Malaka.[4]

Tahun-tahun terakhir sunting

Surat Franscisco Serrão kepada Fernando de Magallanes, dibawa ke Portugal melalui Malaka dan menjelaskan Kepulauan 'Rempah-rempah', membantu Magallanes memengaruhi Raja Spanyol mendanai pelayarannya.[6] Sebelum mereka bertemu satu sama lain, Serrão meninggal secara misterius di Ternate, hampir bertepatan dengan kematian Magallanes di Filipina.[4] Salah satu teori menjelaskan bahwa Serrão meninggal akibat racun yang diberikan oleh Sultan Ternate.[6] Ikatan kekerabatannya dengan Juan Serrano tetap tak jelas dalam historiografi penjelajahan Portugis ke Asia Tenggara. Satu-satunya dokumen tertulis adalah daftar nama kapten dalam armada Magallanes.[4]

Lihat juga sunting

Rujukan sunting

Umum sunting

  • Hannard, Willard A. (1991). Indonesian Banda: Colonialism and its Aftermath in the Nutmeg Islands. Bandanaira: Yayasan Warisan dan Budaya Banda Naira. 
  • Muller, Karl (1997). Maluku: Indonesian Spice Islands. Singapore: Periplus Editions. ISBN 962-593-176-7. 

Catatan sunting

  1. ^ a b c d Hannard (1991), halaman 7
  2. ^ a b Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia Since c.1300, 2nd Edition. London: MacMillan. hlm. 24. ISBN 0-333-57689-6. 
  3. ^ Paramita R. Abdurachman (1988). "'Niachile Pokaraga' A Sad Story of a Moluccan Queen". Modern Asian Studies. 22 (3): 571–592. doi:10.1017/S0026749X00009690. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-25. Diakses tanggal 2009-11-21. 
  4. ^ a b c d Duarte Barbosa; Mansel Longworth Dames; Fernão de Magalhães (1989). The book of Duarte Barbosa: an account of the countries bordering on the Indian Ocean and their inhabitants. New Delhi: Asian Educational Services. ISBN 8120604512. 
  5. ^ Hannard (1991), halaman 7; Muller (1997), halaman 43
  6. ^ a b Hannard (1991), page 8