Gajah asia (Elephas maximus), kadang dikenal dengan nama salah satu subspesiesnya, gajah india, adalah satu dari tiga spesies gajah yang masih hidup, dan merupakan satu-satunya spesies gajah dari genus Elephas yang masih hidup. Hewan ini adalah hewan darat terbesat di Asia.[3] Gajah Asia adalah spesies terancam karena habitat yang terus berkurang dan perburuan liar,[4] populasi gajah di alam liar tersisa antara 41,410 sampai 52,345.[2] Gajah asia cenderung berumur panjang, dengan usia tertua yang diketahui mencapai 86 tahun.

Gajah asia[1]
Bong Su, seekor gajah asia jantan di Kebun Binatang Melbourne
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Domain: Eukaryota
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Proboscidea
Famili: Elephantidae
Genus: Elephas
Spesies:
E. maximus
Nama binomial
Elephas maximus
Penyebaran gajah Asia
(cokelat — daerah asal, hitam — asal belum jelas)

Hewan ini banyak didomestikasi. dan telah digunakan dalam kehutanan di Asia Selatan dan Tenggara selama berabad-abad dan digunakan juga untuk tujuan seremonial. Sumber-sumber sejarah mengindikasikan bahwa hewan ini kadang digunakan selama musim panen dalam kegiatan penggilingan. Gajah liar dapat dimanfaakatn untuk menarik wisatawan, namun hewan ini juga merusak panen, dan dapat memasuki perkampungan untuk merusak perkebunan.

Penyebaran dan habitat

sunting

Gajah asia menghuni kawasan padang rumput, hutan hijau tropis, hutan semi-hijau, hutan gugur lembap, hutan gugur kering dan hutan berduri kering. Selain itu mereka juga biasa hidup di hutan tanaman, hutan sekunder dan semak belukar. Beberapa dari tipe habitat gajah ini bisa mencapai ketinggian 3.000 m (9.800 ft) di atas permukaan laut.

Ada tiga subspesies gajah asia yang dikenal:[2][3]

Di China, gajah asia hanya terdapat di prefektur Xishuangbanna, Simao, dan Lincang di selatan Yunnan. Di Bangladesh, hanya terdapat sebagian populasi gajah yang terpencil di Bukit Chittagong.[5]

Ekologi dan perilaku

sunting
 
Seekor anak gajah (5 bulan) dan sepupunya (17 bulan) di sebuah suaka di Laos

Gajah merupakan hewan krepuskular.[3] Mereka dikelompokkan sebagai megafauna dan mengkonsumsi sekitar 150 kg (330 pon) pakan tanaman per hari.[6] Mereka adalah pemakan segala tumbuhan; pemakan rumput (grazer) dan juga pemakan pohon (browser) sekaligus. Tercatat 112 spesies tanaman yang berbeda menjadi santapan hewan ini. Kebanyakan tumbuhan dari bangsa Malvales, suku polong-polongan, pinang-pinangan, teki-tekian dan padi-padian.[7] Mereka memakan pohon (browsing) lebih banyak pada musim kemarau, dengan kulit pohon menjadi porsi utama.[8] Mereka minum setidaknya sekali sehari dan tidak pernah tinggal jauh dari sumber air murni.[3] Mereka membutuhkan 80–200 liter air dalam satu hari.

Anak gajah biasanya bergabung dalam kawanan gajah betina dewasa. Namun gajah jantan akan memisahkan mereka saat sang anak mencapai masa remaja.[9]

Gajah mampu mengenal suara dengan amplitudo rendah.[10] Mereka menggunakan infrasonik unutk berkomunikasi satu sama lain; hal ini pertama kali diketahui dan dicatat oleh naturalis asal India, Madhaviah Krishnan, yang dipelajari lebih lanjut oleh Katharine Payne kemudian.[11]

Pemangsaan harimau terhadap gajah Asia jarang terjadi dan hanya terbatas pada anak gajah yang masih kecil.[12]

Perilaku

sunting

Gajah secara luas dipandang sebagai salah satu hewan paling cerdas di Bumi. Bagian otak mereka mirip dengan kera besar dan lumba-lumba. Mereka juga dapat menunjukkan beberapa perilaku kognitif tingkat lanjut, seperti kasih sayang, mimikri, kesedihan, altruisme, dan kesadaran diri. Gajah Asia menggunakan belalai mereka - sebenarnya hidung yang panjang - untuk menjelajahi dunia mereka. Ini digunakan untuk mencium, bernapas, membuat terompet, minum, dan meraih sesuatu-terutama makanan. Mereka juga akan menyentuh belalai untuk meyakinkan satu sama lain, yang oleh para ahli digambarkan setara dengan pelukan. [13]

Gajah menyukai air dan senang mandi dengan menghisap air ke dalam belalainya dan menyemprotkannya ke seluruh tubuhnya. Belalainya sendiri mengandung sekitar 100.000 otot yang berbeda. Gajah Asia memiliki fitur seperti jari di ujung belalainya yang dapat mengambil benda-benda kecil.

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Shoshani, J. (2005). "Order Proboscidea". Dalam Wilson, D. E.; Reeder, D. M. Mammal Species of the World (edisi ke-3rd). Johns Hopkins University Press. hlm. 90. ISBN 978-0-8018-8221-0. OCLC 62265494. 
  2. ^ a b c Choudhury, A., Lahiri Choudhury, D.K., Desai, A., Duckworth, J.W., Easa, P.S., Johnsingh, A.J.T., Fernando, P., Hedges, S., Gunawardena, M., Kurt, F., Karanth, U., Lister, A., Menon, V., Riddle, H., Rübel, A. & Wikramanayake, E. (2008). "Elephas maximus". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2008. International Union for Conservation of Nature. Diakses tanggal 28 October 2008. 
  3. ^ a b c d Shoshani, J, Eisenberg, J. F. (1982). "Elephas maximus" (PDF). Mammalian Species. 182: 1–8. doi:10.2307/3504045. JSTOR 3504045. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-09-24. Diakses tanggal 2013-05-19. 
  4. ^ Cynthia Turnage and Mark McGinley. 2010. Asian Elephant Diarsipkan 2013-05-23 di Wayback Machine.. Encyclopedia of Earth. C. Michael Hogan, Topic editor. eds. Cutler J. Cleveland. National Council for Science and the Environment, Washington DC
  5. ^ Sukumar, R. (1993) The Asian Elephant: Ecology and Management Diarsipkan 2023-07-28 di Wayback Machine. Second edition. Cambridge University Press. ISBN 0-521-43758-X
  6. ^ Samansiri, K. A. P.; Weerakoon, D. K. (2007). "Feeding Behaviour of Asian Elephants in the Northwestern Region of Sri Lanka" (PDF). Gajah: Journal of the IUCN/SSC Asian Elephant Specialist Group. 2: 27–34. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2016-11-18. Diakses tanggal 2013-05-19. 
  7. ^ Sukumar, R. (1990). "Ecology of the Asian Elephant in southern India. II. Feeding habits and crop raiding patterns" (PDF). Journal of Tropical Ecology. 6: 33–53. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-10-12. Diakses tanggal 2013-05-19. 
  8. ^ Pradhan, N. M. B.; Wegge, P.; Moe, S. R.; Shrestha, A. K. (2008). "Feeding ecology of two endangered sympatric megaherbivores: Asian elephant Elephas maximus and greater one-horned rhinoceros Rhinoceros unicornis in lowland Nepal". Wildlife Biology. 14: 147–154. 
  9. ^ McKay, G. M. (1973). "Behavior and ecology of the Asiatic elephant in southeastern Ceylon". Smithsonian Contributions to Zoology. 125: 1–113. 
  10. ^ Heffner, R.; Heffner, H. (1980). "Hearing in the elephant (Elephas maximus)". Science. 208 (4443): 518–520. doi:10.1126/science.7367876. 
  11. ^ Payne, K. (1998). Silent Thunder. Simon & Schuster. ISBN 0-684-80108-6. 
  12. ^ Karanth, K. U. and Nichols, J. D. (1998). Estimation of tiger densities in India using photographic captures and recaptures Diarsipkan 2017-08-09 di Wayback Machine.. Ecology, 79 (8): 2852–2862.
  13. ^ "Asian elephant". National Geographic. Diakses tanggal 2024-11-23. 

Pranala luar

sunting