Gemblak
Gemblak[1] (aksara Jawa: ꦒꦼꦩ꧀ꦧ꧀ꦭꦏ꧀) adalah mantan tokoh dari seni Reog dan berkaitan erat dengan warok. Gemblak adalah seorang anak laki-laki rupawan yang tinggal bersama dengan komunitas warok dalam jangka waktu 2 tahun.[2] Gemblak dipinang menggunakan hewan ternak sapi atau sawah garapan. Mahar itu diberikan ke keluarga gemblak, yang selanjutnya hidup bersama sang Warok mengikuti kelompok pertunjukan keliling di banyak tempat untuk meramaikan pementasan Reog.[3]
Warok dan Gemblak
suntingWarok adalah sebutan lelaki yang punya sifat kesatria, berbudi pekerti luhur, dan memiliki wibawa tinggi di kalangan masyarakat. Pada awalnya warok digambarkan sebagai sosok pengolah kanuragan yang demi pencapaian ilmu dan kesaktiannya, mereka melakoni "puasa perempuan" alias tidak berhubungan dengan wanita, melainkan dengan anak laki-laki berumur 11–15 tahun yang acapkali disebut gemblakan.[3] Warok dapat menikah dengan seorang wanita sebagai istri mereka, tetapi mereka mungkin tetap memiliki gemblak. Hal ini menyebabkan hubungan Warok-Gemblakan mirip dengan tradisi perjantanan di Yunani kuno. Siapa saja yang mengenal cara hidup tradisional di Ponorogo, tahu bahwa ada pria yang lebih tua yang disebut warok, tidak berhubungan seks dengan istri-istri mereka, tetapi berhubungan seks dengan anak laki-laki yang lebih muda.[4] Mungkin yang dilakukan warok dan gemblak adalah tindakan homoseksual, namun mereka tidak pernah mengidentifikasi diri mereka sebagai seorang homoseksual, tetapi mereka akan menyebutnya dengan istilah warok-gemblakan.[3][4][5]
Warok kaya yang mengontrak gemblak sering memanjakan gemblak dengan diberi masakan enak, diajak jalan-jalan, diberi perhiasan, dan tak segan-segan mengeluarkan uang untuk sekolah dan uang saku gemblak-nya.[5][6] Meskipun mendapat kesenangan, selama dikontrak gemblak harus mengabdi kepada warok-nya dan taat pada setiap nasihatnya. Meskipun gemblakan sering dianggap sebagai homoseksualitas, warok dan gemblak mempunyai hubungan melekat seperti ayah-anak pada soal pendidikan. Warok mengajari gemblak bagaimana hidup bijak dan santun, mengajari menari untuk pementasan Reog, dan menyekolahkannya.[5][7]
Kini praktik Warok-Gemblak ditentang oleh pemuka agama setempat melalui perlawanan moral publik. Karena hal itulah, kini pagelaran Reog Ponorogo jarang sekali menampilkan gemblak, anak laki-laki tampan sebagai penunggang kuda. Sekarang peran gemblakan diganti dengan Jathil, prajurit perempuan yang menunggangi kuda lumping.[8]
Budaya populer
suntingKisah warok dan gemblak diangkat ke dalam berbagai film, seperti Warok Singo Kobra, Bathoro Katong Dan Reog Ponorogo, Kucumbu Tubuh Indahku.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ (Indonesia) Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Republik Indonesia "Arti kata gemblak pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-03. Diakses tanggal 09 Januari 2020.
- ^ Pebrianti, Charolin (13 Januari 2018). "Ini Cerita Miring Gemblak di Ponorogo". detikcom. detikNews. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-24. Diakses tanggal 09 Februari 2020.
- ^ a b c Muhammad Ishomuddin (23 April 2019). "Relasi Mistis dan Sensual Rumit Antara Warok-Gemblak di Ponorogo". vice.com. VICE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-04. Diakses tanggal 09 Februari 2020.
- ^ a b "Talks on Reyog Ponorogo - Intersections : gender, history and culture in the Asian context". intersections.anu.edu.au. Perth, W.A: Murdoch University, School of Asian Studies. 02 Mei 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-04. Diakses tanggal 09 Februari 2020.
- ^ a b c "Misteri Kehidupan Malam Warok-Gemblak". jawapos.com. JawaPos.com. 19 September 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 09 Februari 2020.
- ^ Administrator (10 Oktober 1987). "Pengakuan seorang warok". Tempo.co. Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 09 Februari 2020.
- ^ Administrator (10 Oktober 1987). "Dari mata turun ke gemblak". Tempo.co. Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 09 Februari 2020.
- ^ Asmoro 2013.
Bacaan lanjutan
sunting- Asmoro, Achmad (2013), Pasang Surut Dominasi Islam terhadap Kesenian Reog Ponorogo, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung[pranala nonaktif permanen]
Pranala luar
sunting- Definisi kamus gemblak di Wikikamus