Geofagia
Geofagia adalah kebiasaan pada manusia dan hewan untuk memakan tanah, termasuk lempung, batu, dan kerikil. Hal ini umum dijumpai pada hewan liar dan juga pada manusia, terutama pada masyarakat pedesaan atau praindustrial di antara anak-anak dan wanita hamil.[1] Kebiasaan ini dilakukan oleh beberapa masyarakat di belahan dunia dan biasanya dimiliki oleh orang yang tinggal di daerah tropis dan hangat, meski sebagian besar negara yang memiliki kebiasaan memakan tanah liat ini tidak pernah mengakuinya.[2]
Rincian | |
---|---|
Jenis | eating behavior (en) dan Pica |
Geofagia pada hewan
suntingGeofagia telah didokumentasikan pada berbagai spesies mamalia, burung, reptil, kupu-kupu dan isopoda, terutama pada herbivora.[3] Konsumsi tanah oleh hewan umumnya tidak berdampak buruk dan kadang kala malah menguntungkan. Misalnya, sejumlah jenis burung memakan kerikil atau tanah kasar untuk membantu mencerna makanannya karena burung tidak memiliki gigi. Sementara itu, ungulata, kelinci, dan kupu-kupu melakukan geofagia diduga untuk mendapatkan mineral esensial.
Dampak kesehatan pada manusia
suntingSebuah studi menyebutkan bahwa ternyata tanah liat atau lempung yang steril memiliki efek menyamankan perut dan membantu melindungi dari serangan virus dan bakteri.[2][4] Tanah liat juga bisa mengikat hal yang berbahaya seperti mikrob, patogen dan virus. Dengan demikian, lempung yang dimakan bisa menjadi semacam pelindung, semacam masker lumpur untuk usus.[2]
Ada risiko yang jelas dalam konsumsi tanah liat yang terkontaminasi oleh kotoran hewan atau manusia, khususnya risiko dari telur parasit, seperti cacing gelang yang dapat tinggal selama bertahun-tahun di dalam tanah dan dapat menimbulkan masalah. Juga dapat meningkatkan risiko terjangkit tetanus. Namun, risiko ini umumnya sudah dipahami oleh sebagian besar masyarakat atau suku yang mengonsumsi tanah liat. Kegemaran anak-anak untuk terlibat dalam mengonsumsi tanah membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi cacing. Bahaya lain yang terkait dengan mengonsumsi tanah liat mencakup kerusakan enamel gigi, menelan berbagai bakteri, berbagai bentuk pencemaran tanah, dan obstruksi usus. Namun proses pengolahan tanah liat yang cukup bagus dengan cara memasak atau dipanggang dapat mengurangi risiko tersebut.[5]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Peter Abrahams, Human Geophagy: A Review of Its Distribution, Causes, and Implications. in H. Catherine W. Skinner, Antony R. Berger, Geology and health: closing the gap. Oxford University Press US, 2003, p. 33. ISBN 0-19-516204-8
- ^ a b c (Indonesia) NEWS & FEATURES / HEALTH CONCERN - ARTIKEL - Kompas.com "Makan Tanah Liat Baik untuk Pencernaan?". Kompas.com. 2011-06-08. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-06. Diakses tanggal 22-08-2013.
- ^ Jared M. Diamond, "Evolutionary biology: Dirty eating for healthy living". Diarsipkan 2023-07-31 di Wayback Machine. Nature 400, 120-121 (1999)
- ^ Makan Tanah Itu Liat Baik www.kopimaya.com Diarsipkan 2021-12-22 di Wayback Machine.
- ^ Henry dan Kwong, "Why is geophagy treated like dirt?", halaman 355
Pranala luar
sunting- (Inggris) Tanah sebagai makanan Diarsipkan 2012-10-25 di Wayback Machine.
- (Inggris) Memakan tanah Diarsipkan 2013-11-07 di Wayback Machine.
- (Inggris) Permata dalam geofagia Diarsipkan 2019-04-21 di Wayback Machine.
- (Inggris) CDC dalam mengonsumsi tanah Diarsipkan 2011-09-04 di Wayback Machine.
- (Inggris) Kesehatan A sampai Z - Pica Diarsipkan 2008-12-18 di Wayback Machine.