Geologi tambang adalah salah satu cabang ilmu geologi yang termasuk dalam geologi terapan.[1] Dalam sejarah perkembangannya, geologi tambang awalnya merupakan pendukung kegiatan pertambangan dan evaluasi proyek pertambangan. Geologi tambang bertujuan untuk memberikan informasi rinci tentang geologi, studi teknis dan ekonomi yang berguna dalam evaluasi proyek pertambangan. Manfaat dari geologi tambang adalah adanya dukungan geologi yang dapat memastikan penghematan biaya operasional, pengaturan metode pertambangan dan peningkatan akurasi ekstraksi mineral berharga selama berlangsungnya kegiatan pertambangan.[2]

Lingkup keilmuan sunting

Pada zaman modern, geologi tambang merupakan gabungan dari banyak disiplin ilmiah yang berbeda. Disiplin-disiplin ilmiah ini meliputi geologi struktur, petrografi, stratigrafi, geokimia, geofisika pertambangan, teori sampling, statistik matematika, geostatistika, teknik pertambangan, mekanika batuan, ekonomi mineral dan ilmu komputer. Landasan teoretis dan prinsip-prinsip dari geologi tambang merupakan hasil adopsi dari disiplin-disiplin ilmiah tersebut. Penggunaan masing-masing landasan teoretis disesuaikan dengan kebutuhan pertambangan.[2]

Karakteristik sunting

Hasil kegiatan geologi tambang dapat menetapkan kebutuhan akan teknik khusus. Karena hal ini, geologi tambang adalah mampu memberikan dukungan penilaian dari segi teknis dan ekonomi terhadap suatu proyek pertambangan. Geologi tambang juga dapat memberikan dukungan yang optimal untuk eksploitasi berkelanjutan sesuai dengan rencana produksi tambang. Karakterisitik ini diperoleh melalui pemodelan geologis tiga dimensi yang akurat dari deposit mineral. Selain itu, karakteristik ini diperoleh melalui penentuan kuantitatif karakteristik geologis. Penentuan kuantitatif ini menjadi dasar penilaian teknis dan ekonomi dari operasi penambangan, yang kemudian menghasilkan optimalisasi produksi tambang.[2]

Pengindraan jauh sunting

Landsat sunting

Landsat merupakan salah satu satelatik yang digunakan untuk pemantauan sumber daya lahan, khususnya peta tutupan lahan. Satelit ini dibuat dan dikembangkan oleh Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat dan Kementerian Dalam Negeri Amerika Serikat. Pemilihan Landsat sebagai alat pengindraan jauh didasari oleh kombinasi resolusi spasial, sensor radiometrik dan cakupan aera per lemba yang optimal untuk pemetaan area yang luas. Resolusi spasial dari Landsat mencapai 30 meter dengan sensor radiometrik sebanyak 9 kanal.[3] Pada awal peluncurannya ke luar angkasa, satelit Landsat bernama Eart Resource Techonology Satellite (ERTS). Satelti Landsat generasi pertama ada tiga, yaitu ERTS-1 (1972), Landsat-2 (1975) dan Landsat-3 (1978).[4] Pemakaian khusus dari satelit Landsat adalah untuk deteksi potensi sumber daya alam, khususnya untuk geologi dan tambang di seluruh dunia. Fungsi ini diadakan oleh Survei Geologi Amerika Serikat. Pada penerapan geologi tambang, pengindraan jauh dari satelit Landsat kini mulai jarang dimanfaaatkan.[5]

Pengeboran sunting

Pengeboran untuk kegiatan geologi tambang secara umum menggunakan mata bor berukuran NQ, HQ, dan PQ. Mata bor NQ memiliki lubang dengan diameter lubang sepanjang 76 milimeter dan diameter inti sepanjang 48 milimeter. Mata bor HQ memiliki lubang dengan diameter lubang sepanjang 96 milimeter dan diameter inti sepanjang 63 milimeter. Sedangkan mata bor PQ memiliki lubang dengan diameter lubang sepanjang 123 milimeter dan diameter inti sepanjang 85 milimiter.[6]

Survei geologi diadakan terhadap lubang hasil pengeboran untuk mengambil sampel berupa bekas batuan yang melekat pada inti bor. Informasi ini sangat penting dalam geologi tambang karena seringkali menjadi satu-satunya informasi geologis yang memberitahukan kondisi langsung dari batuan yang terletak ratusan meter di bawah permukaan tanah. Pada geologi tambang, informasi yang diperoleh dari inti bor dibuat lebih rinci dan memerlukan pengukuran kuantitatif struktur, kontak dan karakteristik geoteknik batuan. Ketika proyek pertambangan telah mencapai tahap kelayakan, jumlah pengeboran pada geologi tambang juga meningkat. Ini bertujuan untuk menentukan ketersediaan cadangan batuan di dalam tambang yang dieksploitasi.[7]

Industri pertambangan modern umumnya mempraktikkan pemotretan semua inti untuk pengkajian dan dan audit di masa depan. Setelah inti bor dicatat dan ditandai, inti kemudian difoto sebelum dipotong untuk pengambilan sampel. Penandaan kontak dan interval kedalaman memberikan dukungan terhadap korelasi fitur yang diamati pada foto dengan informasi yang dicatat. Pemotretan inti bor menggunakan kamera digital sederhana maupun perangkat pemotretan khusus. Pemotretan dilakukan pada sebuah bingkai khusus dengan jumlah kamera sebanyak tiga atau empat. Masing-masing kamera memiliki resolusi gambar yang berkualitas tinggi. Pemakaian bingkai bertujuan untuk menghindari terjadinya distorsi saat pemotretan. Setiap foto berisi referensi nomor lubang, pendulang inti, dan interval pengeboran. Foto ini berkualitas tinggi bermanfaat kondisi geologi tambang yang tidak menggunakan log grafis konvensional.[8]

Pada pengeboran pertambangan untuk intan, geologi tambang umumnya menerapkan metode pengeboran perkusi lubang terbuka dan sirkulasi terbalik. Metode pengeboran perkusi lubang terbuka diawali dengan peniupan udara ke permukaan batu melalui pusat batang bor. Antara bagian luar batang bor dan dinding lubang diberi celah yang menjadi tempat keluarnya batu yang telah dihancurkan oleh mata bor. Metode ini berbiaya rendah, tetapi rentan mengalami kontaminasi dan tidak efisien di lahan basah. Sebaliknya, metode ini sesuai untuk pengeboran dengan lubang yang dangkal dan dilakukan dalam jumlah banyak.[9]

Referensi sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ Memed, M. W., dkk. (2019). Oktariadi, O., Yuwana, D. A., dan Kurnia, A., ed. Dinamika Geologi Selat Sunda dalam Pembangunan Berkelanjutan (PDF). Bandung: Badan Geologi. hlm. 2. ISBN 978-602-9105-79-7. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-08-11. Diakses tanggal 2022-02-19. 
  2. ^ a b c Abzalov 2016, hlm. 1.
  3. ^ Ekadinata, A., dkk. (2008). Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam Buku 1: Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh Menggunakan ILWIS Open Source (PDF). Bogor: World Agroforestry Centre. hlm. 27–28. ISBN 978-979-3198-42-2. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-07-15. Diakses tanggal 2022-02-19. 
  4. ^ Susilo, Setyo Budi (2017). Penginderan Jarak Jauh "Ocean Color" (PDF). Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 13–14. ISBN 978-602-440-201-3. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-05-07. Diakses tanggal 2022-02-19. 
  5. ^ Julzarika, Atriyon (2018). "Penginderaan Jauh untuk Pendeteksian Awal Potensi Tembaga di Sumbawa" (PDF). Riset Geologi dan Pertambangan. 28 (1): 77–78. doi:10.14203/risetgeotam2018.v28.434. ISSN 0125-9849. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-02-19. Diakses tanggal 2022-02-19. 
  6. ^ Abzalov 2016, hlm. 42-44.
  7. ^ Abzalov 2016, hlm. 54.
  8. ^ Abzalov 2016, hlm. 58.
  9. ^ Abzalov 2016, hlm. 60.

Daftar pustaka sunting