Geometri proyektif

Di dalam matematika, geometri projektif adalah kajian sifat-sifat geometris yang invarian di bawah transformasi projektif. Ini berarti bahwa geometri projektif memiliki tatanan, ruang projektif, dan himpunan selektif yang berbeda dibandingkan konsep-konsep geometri elementer. Intuisi-intuisi dasarnya adalah bahwa ruang projektif memiliki lebih banyak titik daripada ruang euklides, di dalam dimensi yang diberikan, dan bahwa transformasi geometris adalah diizinkan untuk memindahkan titik-titik ekstra (yang disebut "titik di ketakhinggaan") ke titik-titik tradisional, dan begitu juga sebaliknya.

Projektif sebuah bola ke pesawat

Sifat-sifat yang penuh makna di dalam geometri projektif disokong oleh gagasan baru transformasi ini, yang lebih radikal dalam efek-efeknya dibanding keterekspresiannya oleh suatu matriks transformasi dan translasi (transformasi afin). Isu pertama bagi para ahli geometri adalah bahasa geometri manakah yang memadai bagi situasi baru ini? Tidaklah mungkin untuk memperbincangkan sudut dalam geometri projektif karena ia ada dalam geometri euklides, karena sudut adalah sebuah contoh dari konsep yang tidak invarian di bawah transformasi projektif, seperti yang tampak jelas dalam gambar perspektif. Satu sumber untuk geometri projektif adalah tentu saja teori perspektif. Perbedaan lainnya dari geometri elementer adalah cara di mana garis-garis sejajar dapat dikatakan saling bertemu di sebuah titik di ketakhinggaan, ketika konsep ini ditranslasikan ke dalam suku-suku geometri projektif. Dan lagi, gagasan ini memiliki landasan intuitif, misalnya rel kereta api yang bertemu di cakrawala menurut gambar perspektif. Lihatlah bidang projektif untuk dasar-dasar geometri projektif dalam dua dimensi.

Sementara beberapa gagasan telah hadir terlebih dahulu, geometri projektif sebagian besarnya merupakan hasil pengembangan dari abad ke-19. Satu rancang bangun raksasa dari berbagai penelitian telah menjadikannya sebagai cabang geometri yang paling representatif pada masa itu. Geometri projektif adalah teori tentang ruang projektif kompleks, karena koordinat-koordinat yang digunakan (koordinat homogen) adalah bilangan kompleks. Beberapa lembaran utama matematika yang lebih abstrak (termasuk teori invarian, mazhab Italia geometri aljabar, dan program Erlangen-nya Felix Klein yang mengarah pada kajian grup klasik) dibangun di atas geometri aljabar. Geometri projektif juga merupakan subjek dengan banyak praktisi yang bekerja deminya, di bawah panji-panji geometri sintetis. Cabang lain yang muncul dari kajian-kajian aksiomatis geometri projektif adalah geometri berhingga.

Cabang geometri projektif sendiri saat ini dibagi ke dalam banyak sub-cabang penelitian, dua contoh darinya adalah geometri aljabar projektif (kajian varietas projektif) dan geometri diferensial projektif (kajian invarian diferensial transformasi projektif).

Tinjauan sunting

Geometri projektif adalah sebuah bentuk tak-metrik elementer dari geometri, artinya bahwa geometri projektif tidak didasarkan pada konsep jarak. Di dalam dua dimensi, geometri projektif bermula dengan kajian konfigurasi titik dan garis. Tentu saja terdapat beberapa kepentingan geometri di dalam tatanan yang langka ini dipandang sebagai geometri projektif yang dikembangkan oleh Desargues dan lain-lain di dalam penggalian mereka akan prinsip-prinsip seni perspektif.[1]

Di dalam ruang-ruang yang berdimensi lebih tinggi terdapat hiperbidang dan subruang linear lainnya, yang memperlihatkan prinsip dualitas. Ilustrasi paling sederhana dari dualitas adalah dalam bidang projektif, di mana pernyataan "dua titik yang berbeda menentukan sebuah garis unik" (yakni garis yang melaluinya) dan "dua garis yang berbeda menentukan satu titik unik" (yakni titik perpotongannya) menunjukkan struktur yang sama sebagai proposisi.

Geometri projektif dapat juga dipandang sebagai geometri konstruksi dengan hanya satu straightedge (sisi-lurus).[2] Karena geometri projektif tidak melibatkan konstruksi jangka, maka tidak ada lingkaran, tidak ada sudut, tidak ada pengukuran, tidak ada garis sejajar, dan tidak ada konsep intermediasi.[3] Dimaklumi bahwa teorema-teorema yang digunakan di dalam geometri projektif adalah pernyataan-pernyataan yang lebih sederhana. Misalnya irisan-irisan kerucut yang berbeda adalah semuanya ekivalen di dalam geometri projektif (kompleks), dan beberapa teorema mengenai lingkaran dapat dilihat sebagai kasus khusus dari teorema-teorema umum ini.

Pada permulaan abad ke-19, karya Poncelet, Lazare Carnot, dan yang lainnya mendirikan geometri projektif sebagai cabang tersendiri dari matematika.[3] Dasar-dasar yang saksama ini diajukan oleh Karl von Staudt dan disempurnakan oleh orang Italia Giuseppe Peano, Mario Pieri, Alessandro Padoa, dan Gino Fano pada penghujung abad ke-19.[4]

Geometri projektif, seperti geometri afin dan geometri euklides, dapat juga dikembangkan dari program Erlangen-nya Felix Klein; geometri projektif dikarakterisasi oleh invarian-invarian di bawah transformasi-transformasi grup projektif.

Setelah banyak karya yang memuat sedemikian banyaknya teorema dalam subjek ini, dasar-dasar geometri projektif menjadi lebih terpahami. Struktur insidensi dan rasio silang adalah invarian fundamental di bawah transformasi projektif. Geometri projektif dapat dimodelkan oleh bidang afin (atau ruang afin) ditambah sebuah garis (hiperbidang) "di ketakhinggaan" dan kemudian memperlakukan garis itu (atau hiperbidang) sebagai sesuatu yang "biasa".[5]

Sebuah model aljabar untuk mengerjakan geometri projektif di dalam gaya geometri analitik diberikan oleh koordinat-koordinat homogen.[6][7] Di pihak lain, kajian-kajian aksiomatik justru menyibak keberadaan bidang non-desarguesian, contoh-contoh untuk menunjukkan bahwa aksioma-aksioma insidensi dapat dimodelkan (hanya dalam dua dimensi) oleh struktur-struktur yang tidak aksesibel untuk penalaran melalui sistem koordinat homogen.

Di dalam artian yang mendasar, geometri projektif dan geometri terurut adalah elementer karena mereka melibatkan aksioma sesedikit mungkin dan kedua-duanya dapat digunakan sebagai fondasi bagi geometri afin dan geometri euklides.[8][9] Geometri projektif tidaklah "terurut"[3] dan dengan demikian geometri projektif adalah fondasi yang berbeda dari geometri.

Sejarah sunting

Sifat-sifat geometri pertama dari sifat projektif ditemukan pertama kali pada abad ke-8 oleh Pappus dari Iskandariyah.[3] Filippo Brunelleschi (1404–1472) mulai menyelidiki geometri perspektif pada tahun 1425[10] (lihatlah sejarah perspektif untuk pembahasan lebih lanjut tentang karya dalam bidang seni rupa yang memotivasi banyak pengembangan geometri projektif).

Johannes Kepler (1571–1630) dan Gérard Desargues (1591–1661) secara terpisah mengembangkan konsep berporos tentang "titik di ketakhinggaan".[11] Desargues mengembangkan cara alternatif untuk membikin gambar perspektif dengan memperumum penggunaan titik hilang untuk menyertakan kasus ketika titik-titik ini berjarak jauh tak terhingga. Dia membuat geometri euklides, di mana garis-garis sejajar adalah benar-benar sejajar, ke dalam kasus khusus dari sistem geometri yang meliputi semuanya. Pengkajian Desargues terhadap bagian-bagian kerucut melukiskan perhatian seorang Blaise Pascal yang berumur 16 tahun dan membantunya merumuskan teorema Pascal.

Karya-karya Gaspard Monge pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 adalah penting bagi pengembangan geometri projektif berikutnya. Karya Desargues diabaikan sampai Michel Chasles berkesempatan membaca salinan sebuah tulisan tangan pada tahun 1845. Sementara itu, Jean-Victor Poncelet telah menerbitkan risalah dasar tentang geometri projektif pada tahun 1822.

Poncelet memisahkan sifat-sifat projektif objek-objek dalam kelas individual dan mendirikan hubungan antara sifat-sifat metrik dan projektif. Geometri non-euklides yang ditemukan tak lama kemudian sebenarnya diperagakan untuk mendapatkan model-model, seperti model Klein tentang ruang hiperbolik, yang berhubungan dengan geometri projektif.

Geometri projektif pada abad ke-19 ini merupakan sebuah batu loncatan dari geometri analitik ke geometri aljabar. Ketika diperlakukan dalam suku-suku koordinat homogen, geometri projektif tampak seperti perluasan atau perbaikan teknis penggunaan koordinat untuk mengurangi masalah-masalah geometri terhadap aljabar, yakni sebuah perluasan dengan mengurangi banyaknya kasus khusus. Kajian rinci dari kuadrik dan "geometri garis"-nya Julius Plücker masih membentuk sehimpunan kaya contoh-contoh bagi para ahli geometri untuk bekerja dengan konsep-konsep yang lebih umum.

Karya Poncelet, Steiner dan lain-lain tidak ditujukan untuk memperluas geometri analitik. Teknik-teknik ini dianggap sebagai geometri sintetis: pengaruhnya, ruang projektif yang kini dipahami dulunya diperkenalkan secara aksiomatis. Hasilnya, perumusan kembali karya dini tentang geometri projektif supaya ia memenuhi standar-standar kekakuan saat ini kadang-kadang dapat menjadi sulit. Bahkan dalam kasus bidang projektif sendiri, pendekatan aksiomatis terhadap model tidak dapat dijelaskan melalui aljabar linear.

Periode ini dalam geometri telah diambil-alih oleh penelitian mengenai kurva aljabar umum oleh Clebsch, Riemann, Max Noether, dan lain-lain, yang merentangkan teknik-teknik yang telah ada, dan kemudian oleh teori invarian. Mendekati akhir abad ke-19 mazhab Italia geometri aljabar (Enriques, Segre, Severi) memecah pokok bahasan tradisional menjadi wilayah-wilayah yang memerlukan teknik-teknik yang lebih dalam.

Pada bagian akhir abad ke-19, kajian rinci tentang geometri projektif menjadi kurang bergaya lagi, meski pustaka yang membahasnya sangat banyak. Beberapa karya penting telah dibikin dalam bidang geometri enumeratif khususnya, oleh Schubert, yang kini dipandang sebagai antisipasi teori kelas Chern, diambil untuk menyajikan topologi aljabar Grassmannian.

Paul Dirac mengkaji geometri projektif dan menggunakannya sebagai basis untuk pengembangan konsep-konsepnya mengenai mekanika kuantum, meskipun karya-karyanya yang diterbitkan selalu berbentuk aljabar. Lihatlah sebuah artikel blog Diarsipkan 2020-10-20 di Wayback Machine. yang merujuk pada sebuah artikel dan buku tentang pokok bahasan ini, juga pada ceramah Dirac yang disajikan dalam audiensi umum tahun 1972 di Boston mengenai geometri projektif, tanpa menspesifikasi aplikasi dalam fisikanya.

Deskripsi sunting

Geometri projektif tidaklah begitu mengungkung bila dibandingkan dengan geometri euklides atau geometri afin. Ia secara intrinsik merupakan geometri non-metrik, yang fakta-faktanya tidak bergantung pada struktur metrik manapun. Di bawah transformasi projektif, struktur insidensi dan relasi sekawan harmonik projektif dipelihara. Rentang projektif adalah dasar satu dimensi. Geometri projektif memformalkan salah satu prinsip sentral seni perspektif: bahwa garis-garis sejajar bertemu di ketakhinggaan, dan oleh karenanya digambarkan seperti itu. Intinya, geometri projektif dapat dipikirkan sebagai perluasan geometri euklides di mana "arah" tiap-tiap garis dimasukkan ke dalam garis sebagai "titik" ekstra, dan di mana sebuah "cakrawala" arah yang berpadanan dengan garis-garis koplanar dipandang sebagai "garis". Dengan demikian, dua garis sejajar bertemu pada garis mendatar karena mereka memiliki arah yang sama.

Arah yang teridealisasi dirujuk sebagai titik di ketakhinggaan, sementara cakrawala teridealisasi dirujuk sebagai garis di ketakhinggaan. Pada gilirannya, semua garis ini terletak pada bidang di ketakhinggaan. Tetapi, ketakhinggaan berada dalam konsep metrik, jadi dalam hal ini geometri projektif murni tidaklah mengasingkan titik, garis, atau bidang manapun; semua yang berada di ketakhinggaan diperlakukan sama seperti yang lainnya.

Karena geometri euklides dibahas di dalam geometri projektif, di mana geometri projektif memiliki fondasi yang lebih sederhana, hasil-hasil umum dalam geometri euklides boleh jadi tiba di dalam gaya yang lebih transparan, di mana teorema-teorema yang terpisah tetapi serupa di dalam geometri euklides dapat ditangani secara kolektif di dalam kerangka kerja geometri projektif. Contohnya, garis-garis yang sejajar dan tidak sejajar tidak mesti diperlakukan sebagai kasus yang terpisah - kita mengasingkan beberapa bidang projektif sembarang sebagai bidang ideal dan menempatkannya "di ketakhinggaan" menggunakan koordinat homogen.

Sifat-sifat lainnya dari yang memiliki kepentingan mendasar di antaranya Teorema Desargues dan Teorema Pappus. Di dalam ruang projektif berdimensi tiga atau lebih besar, terdapat suatu konstruksi yang membolehkan seseorang untuk membuktikan Teorema Desargues. Tetapi untuk dimensi dua, ia mesti dipostulatkan secara terpisah.

Dengan bantuan Teorema Desargues, dipadukan dengan aksioma-aksioma lain, adalah dimungkinkan untuk mendefinisikan operasi-operasi dasar aritmetika secara geometris. Operasi-operasi yang dihasilkan memenuhi aksioma-aksioma lapangan, kecuali bahwa kekomutatifan perkalian memerlukan Teorema Segienam Pappus. Hasilnya, titik-titik di tiap-tiap garis berkoresponden satu-satu dengan lapangan yang diberikan, F, yang disertai sebuah unsur tambahan, W, sedemikian sehingga rW = W, −W = W, r+W = W, r/0 = W, r/W = 0, W−r = r−W = W. Tetapi, 0/0, W/W, W+W, W−W, 0W dan W0 tidak terdefinisi.

Geometri projektif juga menyertakan sebuah teori irisan kerucut yang lengkap, sebuah pokok bahasan yang telah dikembangkan dengan begitu baik dalam geometri euklides. Terdapat keuntungan-keuntungan yang jelas ketika seseorang mampu memikirkan hiperbola dan elips sebagai dua hal yang berbeda hanya dari fakta bahwa hiperbola terletak melintasi garis di ketakhinggaan; dan bahwa parabola dibedakan hanya oleh tangen terhadap garis yang sama. Seluruh keluarga lingkaran dapat dipandang sebagai kerucut-kerucut yang melalui dua titik yang diberikan pada garis di ketakhinggaan—memerlukan koordinat-koordinat kompleks. Karena koordinat tidaklah "sintetik", seseorang menggantinya dengan menetapkan sebuah garis dan dua titik padanya, dan memandang sistem linear semua kerucut melalui titik-titik itu sebagai objek dasar pengkajian. Pendekatan ini terbukti sangat menarik bagi para penggiat geometri yang berbakat, dan lapangan ini dikembangkan dengan sangat saksama. Sebuah contoh pendekatan ini adalah risalah dengan banyak jilid karya Henry Frederick Baker.

Ada banyak geometri projektif, yang dapat digolongkan sebagai diskret dan kontinu: geometri diskret terdiri dari sehimpunan titik-titik, yang banyaknya bisa saja berhingga atau tidak berhingga; sedangkan geometri kontinu memiliki tak-hingga banyaknya titik tanpa jarak di antaranya.

Satu-satunya geometri projektif berdimensi 0 (nol) adalah sebuah titik tunggal. Geometri projektif berdimensi 1 (satu) terdiri dari sebuah garis tunggal yang memuat paling sedikit 3 (tiga) titik. Konstruksi geometris dari operasi aritmetika tidak dapat dilakukan dalam kedua-dua kasus ini. Untuk dimensi 2 (dua), terdapat struktur yang kaya berdasar atas ketidakhadiran Teorema Desargues.

 
Bidang Fano adalah bidang projektif dengan paling sedikit titik dan garis.

Menurut Greenberg (1999) dan lain-lain, geometri projektif berdimensi-2 yang paling sederhana adalah bidang Fano, yang memiliki 3 titik pada setiap garis, dengan 7 titik dan garis yang semuanya diatur dengan jadual kolinearitas berikut ini:

  • [ABC]
  • [ADE]
  • [AFG]
  • [BDG]
  • [BEF]
  • [CDF]
  • [CEG]

dengan koordinat-koordinat afin A = {0,0}, B = {0,1}, C = {0,W} = {1,W}, D = {1,0}, E = {W,0} = {W,1}, F = {1,1}, G = {W, W}. Koordinat-koordinat di dalam sebuah bidang Desarguesian untuk titik-titik yang didesain untuk menjadi titik-titik di ketakhinggaan (dalam contoh ini: C, E, dan G) pada umumnya tidak terdefinisi secara tak-ambigu.

Dalam notasi baku, sebuah geometri projektif berhingga dituliskan sebagai PG(a,b), di mana:

a adalah dimensi projektif (atau geometris), dan
b adalah yang lebih kecil daripada banyaknya titik pada sebuah garis (disebut orde geometri).

Dengan demikian, contoh ini hanya memiliki 7 titik yang ditulis sebagai PG(2,2).

Istilah "geometri projektif" kadang-kadang digunakan untuk mengindikasi geometri abstrak pokok yang diperumum, dan kadang-kadang untuk mengindikasi geometri khusus dengan kepentingan yang lebih luas, misalnya geometri metrik bidang datar yang kita analisis melalui penggunaan koordinat homogen, dan di mana geometri euklides mungkin tertanam (oleh karenanya bernama, 'bidang euklides yang diperluas').

Sifat dasar yang mengkhususkan semua geometri projektif adalah sifat insidensi eliptik bahwa sembarang dua garis yang berbeda L dan M di dalam bidang projektif memotong tepat satu titik P. Kasus khusus di dalam geometri analitik garis-garis sejajar dikumpulkan dalam bentuk garis yang lebih halus di ketakhinggaan tempat P berada. Dengan demikian, garis di ketakhinggaan adalah garis seperti yang lainnya dalam teori ini: ia berada dalam cara yang tidak khusus atau dibedakan. (Dalam roh program Erlangen seseorang dapat menunjukkan jalan grup transformasi dapat memindahkan sembarang garis ke garis di ketakhinggaan).

Diberikan sebuah garis l dan sebuah titik P yang tidak berada pada garis, sifat sejajar eliptik bertentangan dengan sifat sejajar euklides dan sifat sejajar hiperbolik sebagai berikut ini:

Eliptik : sembarang garis melalui P menyentuh l pada hanya satu titik.
Euklides : hanya satu garis yang melalui P yang dapat ditemukan, yaitu yang tidak menyentuh l.
Hiperbolik : lebih daripada satu garis yang melalui P yang dapat ditemukan, yang tidak menyentuh l.

Sifat sejajar eliptik adalah gagasan kunci yang mengarah pada prinsip dualitas projektif, yakni mungkin sifat terpenting di mana semua geometri projektif hidup bersama.

Dualitas sunting

Pada tahun 1825, Joseph Gergonne mengajukan prinsip dualitas yang mengkarakterisasi geometri bidang projektif: diberikan sembarang teorema atau definisi geometri itu, lakukan substitusi titik untuk garis, terletak pada untuk melalui, kolinear untuk konkuren, memotong untuk menggabungi, atau begitu juga sebaliknya, menghasilkan teorema atau definisi sahih lainnya, "dual" dari yang pertama. Sama halnya dalam dimensi-3, relasi dualitas berlaku antara titik dan bidang, membolehkan sembarang teorema ditransformasi dengan cara mempertukarkan titik dan bidang, dimuat oleh dan memuat. Lebih umumnya, untuk bidang-bidang projektif berdimensi-N, terdapat sebuah dualitas antara subruang-subruang berdimensi-R dan berdimensi N−R−1. Untuk N = 2, bidang projektif ini menspesialisasi ke bentuk dualitas yang paling lazim dikenal-yakni antara titik dan garis. Prinsip dualitas juga telah ditemukan secara terpisah oleh Jean-Victor Poncelet.

Untuk membangun dualitas hanya diperlukan teorema yang sudah ada, yakni versi dual dari aksioma untuk dimensi yang dipertanyakan. Dengan demikian, untuk ruang-ruang berdimensi-3, seseorang harus membuktikan bahwa (1*) setiap titik berada dalam 3 bidang yang berbeda, (2*) setiap dua bidang berpotongan pada sebuah garis unik dan versi dual dari (3*) dampaknya: jika perpotongan bidang P dan Q koplanar dengan perpotongan bidang R dan S, maka perpotongan bidang P dan R juga koplanar dengan perpotongan Q dan S (dengan menganggap bahwa bidang P dan S berbeda dengan Q dan R).

Dalam praktiknya, prinsip dualitas membolehkan kita untuk menentukan korespondensi dual antara dua konstruksi geometri. Yang paling terkenal darinya adalah polaritas atau resiprositas dua gambar dalam kurva irisan kerucut (dalam dimensi-2) atau permukaan kuadrik (dalam dimensi-3). Sebuah contoh lazim ditemukan dalam resiprokasi polihedron simetris dalam bola konsentrik untuk mendapatkan polihedron dual.

Aksioma geometri projektif sunting

Sembarang geometri yang diberikan dapat dideduksi dari sehimpunan aksioma-aksioma yang bersesuaian. Geometri projektif dikarakterisasi oleh aksioma "sejajar eliptik", yakni bahwa dua bidang sembarang selalu bertemu pada hanya satu garis, atau pada suatu bidang, dua garis sembarang selalu bertemu pada hanya satu titik. Dalam perkataan lain, tidak ada hal-hal seperti garis paralel atau bidang paralel dalam geometri projektif. Banyak himpunan aksioma-aksioma alternatif untuk geometri projektif yang telah diajukan (misalnya lihatlah contoh dalam Coxeter 2003, Hilbert & Cohn-Vossen 1999, Greenberg 1980).

Aksioma Whitehead sunting

Aksioma berikut ini didasarkan pada karya Whitehead, "The Axioms of Projective Geometry" ("Aksioma Geometri Projektif"). Terdapat dua jenis, titik dan garis, dan satu relasi "insidensi" antara titik dan garis. Ketiga aksioma ini adalah:

  • G1: Setiap garis memuat paling sedikit 3 titik
  • G2: Setiap dua titik, A dan B, terletak pada sebuah garis unik, AB.
  • G3: Jika garis AB dan CD berpotongan, maka begitu juga garis AC dan BD (dengan anggapan bahwa A dan D berbeda dengan B dan C).

Alasan tiap-tiap garis dianggap memuat paling sedikit 3 titik adalah untuk mencoret beberapa kasus yang mendegenerasi. Ruang-ruang yang memenuhi 3 aksioma ini memiliki paling banyak satu garis, atau merupakan ruang-ruang projektif dari beberapa dimensi meliputi gelanggang perbagian, atau merupakan bidang-bidang non-Desarguesian.

Seseorang dapat menambahkan aksioma-aksioma lebih lanjut yang membatasi gelanggang koordinat atau dimensi. Contohnya, Projective Geometry karya Coxeter,[12] merujuk Veblen[13] dalam tiga aksioma di atas, bersama-sama dengan 5 aksioma lanjutan yang membuat dimensi-3 dan gelanggang koordinat sebuah lapangan karakteristik komutatif tidak dua.

Aksioma yang menggunakan relasi terner sunting

Seseorang dapat mengikuti aksiomatisasi dengan cara mempostulatkan sebuah relasi terner, [ABC] untuk mendenotasi ketika tiga titik (tidak perlu semuanya berbeda) adalah kolinear. Sebuah aksiomatisasi dapat dituliskan juga dalam suku-suku relasi ini:

  • C0: [ABA]
  • C1: Jika A dan B adalah titik, sedemikian sehingga [ABC] dan [ABD], maka [BDC]
  • C2: Jika A dan B adalah titik, maka terdapat titik ketiga C, sedemikian sehingga [ABC]
  • C3: Jika A dan C adalah titik, begitupun B dan D, dengan [BCE], [ADE] tetapi tidak [ABE], maka terdapat sebuah titik F, sedemikian sehingga [ACF] dan [BDF].

Untuk dua titik yang berbeda, A dan B, garis AB didefinisi sebagai memuat semua titik di C sehingga [ABC]. Aksioma C0 dan C1 kemudian menyediakan sebuah formalisasi G2; C2 untuk G1, dan C3 untuk G3.

Konsep garis diperumum menjadi bidang dan subruang-subruang berdimensi lebih besar. Dengan demikian, sebuah subruang, AB…XY dapat didefinisi secara rekursif dalam suku-suku subruang AB…X karena ia memuat semua titik pada garis YZ, karena Z merentang pada AB…X. Kemudian kolinearitas diperumum menjadi relasi "independensi". Sebuah himpunan titik-titik {A, B, …, Z} adalah independen, [AB…Z] jika {A, B, …, Z} merupakan suatu subhimpunan yang membangung minimal untuk subruang AB…Z.

Aksioma projektif dapat diperlengkap oleh aksioma lebih lanjut yang mempostulatkan limit pada dimensi ruang. Dimensi minimum ditentukan oleh keujudan suatu himpunan independen ukuran yang diperlukan. Untuk dimensi yang paling kecil, persyaratan yang relevan dapat dinyatakan dalam bentuk ekivalen berikut ini. Sebuah ruang projektif memiliki syarat-syarat:

  • (L1) paling kecil berdimensi-0 jika ia memiliki paling sedikit 1 titik,
  • (L2) paling kecil berdimensi-1 jika ia memiliki paling sedikit 2 titik yang berbeda (dan oleh karenanya pula berlaku untuk garis),
  • (L3) paling kecil berdimensi-2 jika ia memiliki paling sedikit 3 titik tak-kolinear (atau dua garis, atau sebuah garis dan sebuah titik yang tidak berada pada garis itu),
  • (L4) paling kecil berdimensi-3 jika ia memiliki paling sedikit 4 titik tak-koplanar.

Dimensi maksimum boleh juga ditentukan dalam gaya yang serupa. Untuk dimensi terkecil, mereka berbentuk seperti berikut ini. Sebuah ruang projektif memiliki syarat-syarat:

  • (M1) paling besar berdimensi-0 jika ia memiliki titik tidak lebih dari 1 buah,
  • (M2) paling besar berdimensi-1 jika ia memiliki garis tidak lebih dari 1 buah,
  • (M3) paling besar berdimensi-2 jika ia memiliki bidang tidak lebih dari 1 buah,

dan begitu seterusnya. Ini adalah sebuah teorema umum (konsekuensi dari aksioma (3)) bahwa semua garis koplanar berpotongan—peruntukan asli yang sangat prinsipal dari geometri projektif. Oleh karena itu, sifat (M3) dapat secara ekivalen menyatakan bahwa semua garis saling berpotongan satu sama lain.

Pada umumnya diasumsikan bahwa ruang projektif paling kecil berdimensi-2. Dalam beberapa kasus, jika fokus adalah pada bidang projektif, varian M3 dapat dipostulatkan. Aksioma-aksioma pada (Eves 1997: 111), misalnya, melibatkan (1), (2), (L3) dan (M3). Aksioma (3) menjadi benar-benar hampa di bawah (M3) dan oleh karenanya tidak diperlukan dalam konteks ini.

Aksioma untuk bidang projektif sunting

Dalam geometri insidensi, sebagian besar penulis[14] memberikan suatu perlakuan yang melingkupi bidang Fano PG(2, 2) sebagai bidang projektif berhingga minimal. Sebuah sistem aksioma yang menerimanya adalah yang berikut ini:

  • (P1) Sembarang dua titik yang berbeda terletak pada sebuah garis unik.
  • (P2) Sembarang dua garis yang berbeda bertemu di sebuah titik unik.
  • (P3) Terdapat paling sedikit empat titik yang tiga di antaranya tidak kolinear.

Buku karya Coxeter, Introduction to Geometry[15] memberikan sebuah daftar berisi lima aksioma untuk suatu konsep yang lebih terbatas tentang bidang projektif yang berkaitan dengan Bachmann, menambahkan teorema Pappus ke dalam daftar aksioma di atas (yang mencoret bidang-bidang non-Desarguesian), dan tidak melibatkan bidang-bidang projektif pada lapangan berkarakteristik 2 (yaitu mereka tidak memenuhi aksioma Fano). Bidang-bidang terbatas yang diberikan dalam hal ini amatlah mirip dengan bidang projektif real.

Lihat pula sunting

Catatan sunting

  1. ^ Ramanan 1997, p. 88
  2. ^ Coxeter 2003, p. v
  3. ^ a b c d Coxeter 1969, p. 229
  4. ^ Coxeter 2003, p. 14
  5. ^ Coxeter 1969, pp. 93, 261
  6. ^ Coxeter 1969, pp. 234–238
  7. ^ Coxeter 2003, pp. 111–132
  8. ^ Coxeter 1969, pp. 175–262
  9. ^ Coxeter 2003, pp. 102–110
  10. ^ Coxeter 2003, p. 2
  11. ^ Coxeter 2003, p. 3
  12. ^ Coxeter 2003, pp. 14–15
  13. ^ Veblen 1966, pp. 16, 18, 24, 45
  14. ^ Bennett 1995, pg. 4, Beutelspacher & Rosenberg 1998, pg. 8, Casse 2006, pg. 29, Cederberg 2001, pg. 9, Garner 1981, pg. 7, Hughes & Piper 1973, pg. 77, Mihalek 1972, pg. 29, Polster 1998, pg. 5, dan Samuel 1988, pg. 21 adalah di antara referensi-referensi yang diberikan.
  15. ^ Coxeter 1969, pp. 229–234

Referensi sunting

Pranala luar sunting