Gereja Santo Laurentius, Bandung
Paroki Santo Laurentius adalah sebuah gereja Katolik yang terletak di Gegerkalong, Sukasari, Bandung 40153. Gereja ini didirikan pada tahun 1987. Pastor kepala paroki saat ini adalah RP. Basilius Hendra Kimawan, OSC. Gereja Santo Laurentius ini berkapasitas ±500 umat dan di sebelah depan terdapat Gua Maria.
Gereja Santo Laurentius, Bandung | |
---|---|
Koordinat: 6°52′32.99189″S 107°35′45.76445″E / 6.8758310806°S 107.5960456806°E | |
Lokasi | Jl. Sukajadi 223, Bandung |
Sejarah | |
Didirikan | 1987 [1] |
Dedikasi | Santo Laurentius |
Administrasi | |
Keuskupan | Bandung |
Klerus | |
Jumlah Imam | 4 |
Imam yang bertugas | R.P. Basilius Hendra Kimawan, O.S.C. |
Sejarah
suntingCikal bakal Paroki Santo Laurentius dimulai pada tahun 1950-an oleh sekitar 10 keluarga Katolik yang tinggal di Bandung Utara yaitu di daerah jalan karang Setra, Jurang, Cipaganti, Hegarmanah, Ciumbuleuit, dan Sukajadi bawah. Keluarga-keluarga tersebut mendapatkan pembinaan dan pelayanan iman dari Paroki St.Petrus Katedral, secara teratur di Jl.Karang Tingggal 13, rumah keluarga de Vink.Ketika rumah tersebut diambil-alih oleh Negara (1957) tempat perayaan Ekaristi terpaksa dipindahkan ke SD GIKI di Jl.Karangsari 23, atas seijin Kepala Sekolahnya yaitu Ibu Tiwon. Pada periode inilah lahirnya stasi Karangsari yang merupakan stasi dari Paroki St.Petrus Katedral.
Untuk mewadahi kegiatan umat, Pak Soehardjo, pimpinan CV. Sabang Merauke, mengizinkan rumah dinasnya di Jl.Setiabudi 17 (sekarang Nomor 31) digunakan sebagai Sekretariat stasi. Pastor Sjaak Lammers OSC kembali ke Belanda tahun 1959 dan karyanya di stasi karangsari dilanjutkan antara lain oleh Pator Koster OSC dan Pastor Van Hareen OSC. Berkembangnya daerah Bandung Utara dan jumlah umat di stasi Karangsari mendapat perhatian dari Uskup saat itu yaitu Mgr. Arntz OSC, Dialah bersama Pastor Hidayat OSC yang pertama kali menggagas dibangunnya gedung gereja di stasi Karangsari sampai uskup berkenan menyediakan tanah di Jl.Sukajadi atas (sekarang Jalan Sukajadi 223).
Proses pembebasan lahan yang dibantu antara lain oleh Bapak Soehardjo, Bapak Tedjo Hartono, Bapak Soelarto, Bapak Wirawan, Bapak Angkadirdja dan bapak Pranoto berhasil. Kemudian di awal tahun 1967 Bapak Angkadirdja yang adalah seorang sipil AURI, mendesain bangunan gereja perdana yang bentuknya mirip “gudang” dengan kapasitas sekitar 100 orang. Peletakan batu pertama dilakukan Pastor Laurentius K. Soemodiwirjo OSC pada tahun 1967. Tahun berikutnya, untuk pertama kalinya umat stasi Karang sari memiliki gedung gereja sehingga mulai saat itu perayaan Ekaristi dipindahkan dari SD GIKI ke gereja kecil ini.
Berkembangnya stasi Karangsari tak lepas dari peranan beberapa pastor selain Pastor Laurentius K. Soemodiwirjo OSC yaitu Pastor Van Hareen OSC, Pastor Bernard dan Pastor JAC Schellekens OSC. Sedangkan aktivis awamnya antara lain Bapak Teddy Zulkarnaen, Bapak Wirawan, Bapak Andreas, Bapak Wiriodjojo dan Bapak Soekarto.[1]
Pada Tahun 1979 jumlah umat di stasi Karangsari telah mencapai 137 kepala keluarga. Pastor JAC Schellekens OSC, yang melihat pesatnya perkembangan wilayah ini dengan optimis mengajukan permohonan kepada Uskup agar status stasi Karangsari ditingkatkan menjadi Paroki.
Tanggal 10 Agustus 1981 pada hari pesta Santo Laurentius, Mgr Petrus Arntz OSC, Uskup Bandung mengabulkan permohonan Pastor JAC Schellekens OSC dan meningkatkan status stasi Karang sari menjadi Paroki otonom dengan nama Paroki St.Laurentius. Nama tersebut memang diusulkan secara bulat oleh para aktivis umat untuk menghormati jasa Pastor Laurentius K Soemodiwirjo OSC yang menggagas dan merintis pembangunan gereja perdana di stasi Karangsari. Sejak itu 10 Agustus dirayakan sebagai hari ulang tahun Paroki St.Laurentius. Pastor Paroki pertama di Paroki St. Laurentius adalah Pastor JAC Schellekens OSC, yang sejak 1985 dibantu oleh Pastor Alfons Bogaartz OSC dan Pastor L Blessing OSC. Batas wilayah Paroki St.Laurentius disepakati: sebelah utara pada batas Kota Bandung-Lembang; sebelah Timur Sungai Cikapundung dan Jl. Siliwangi; sebelah Selatan Jl.Lamping dan pompa bensin Jl.Sukajadi; sebelah Barat Jl.Cibogo, kompleks Sarijadi dan Jl.Gegerkalong Hilir.
Tahun 1982 dibangun gedung Pastoran dan gedung serbaguna yang juga dipakai mempersembahkan Misa sehingga kapasitas gereja bias ditingkatkan menjadi 200orang dan kemudian mulai diadakan 2 kali perayaan Ekaristi pada hari Minggu. Karena kebutuhan akan tempat ibadah yang lebih luas dirasa jadi lebih mendesak sehingga mulai dipikirkan rencana membangun gereja yang lebih besar. Berkat kuasa-Nya, dukungan doa seluruh umat serta jasa Bapak Ignatius Pranoto dan Bapak Ignatius Suhendra SH maka pada tanggal 29 Agustus 1983 surat IMB sudah resmi didapat. Pada Tanggal 24 Maret 1985 peletakan batu pertama dilakukan oleh Bapak Uskup Mgr. Alexander Djajasiswaja Pr. Pada tahap Pembangunan yang banyak terlibat adalah Bapak Eddy Yudhira selaku konsultan pelaksana dan Bapak Wiriodjojo yang menangani bagian logistic.
Akhirnya kegigihan umat paroki St.Laurentius menghasilkan sebuah gedung gereja baru yang modern. Tanggal 1 Maret 1987 dilaksanakan pemberkatan gereja oleh Uskup bandung Mgr. Alexander Djajasiswaja, dan sebagai ketua Panitia adalah F.X Budi Pranoto. Gereja baru ini yang dilengkapi dengan gedung pastoran dan aula yang juga baru, saat itu diharapkan bisa memenuhi perkembangan umat sampai 25 tahun ke depan. Namun ternyata baru lewat 5 tahun umat yang ikut Misa sudah melebur sampai ke teras.
Pertengahan tahun 1987 Pastor JAC Schellekens OSC digantikan oleh Pastor Djoko Setyarmo OSC (Agustus 1987 – Mei 1990) yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kaum muda. Saat itu Mdudika sangat kompak dengan wadah yang bernama ESL (Ecclesia Sanctae Laurenti). Putra altar juga sangat berkembang dengan nama Fillius Arae dan yang tak kalah penting adalah lahirnya PDKK (Persekutuan Doa Karismatik Katolik). Pastor Djoko digantikan oleh Pastor Anton Rotten OSC (Mei 1990 – 31 Desember 1991). Kemudian pada periode 1 Januari 1992 – 31 Agustus 1995 Paroki St. Laurentius dipimpin oleh Pastor Hardjosoebroto OSC.
Salah satu warisan dia adalah gedung Grha Prakasita yang dibangun dengan terlebihdahulu merobohkan aula lama yang baru berusia 10 tahun. Pada tanggal 12 Agustus 1995 Grha Prakasita, yang artinya Rumah Sentosa, diberkati dan diresmikan oleh Mgr. Alexander Djajasiswaja Pr. Pastor Hardjo OSC juga berjasa menumbuhkan beberapa kelompok pelayanan baru seperti Doa Taize, Bina Iman Remaja (BIR), SJB (SukaJadi Berita), dan KKMK (Keluarga Karyawan Muda Katolik). Pastor FX. Hardjosoebroto OSC digantikan oleh Pastor JC. Abukasman OSC (1 September 1995 – 10 April 1999). Waktu Indonesia terjerumus dalam krisis moneter maka gereja tergerak untuk membantu masyarakat dengan mengadakan pasar murah, bhakti sosial pengobatan, membagi sembako dll. Dialah yang merintis pengumpulan dana abadi umat, yang dilanjutkan dengan mendirikan Yayasan Peduli Masyarakat St.Laurentius (YAPEMAS). Ketika tugas Pastor Abukasman OSC di paroki St.Laurentius berakhir dia digantikan oleh Pastor Alfons Bogaartz OSC (11 April 1999 – 2016). Setelah itu Pastor Budi Saptono OSC menggantikan Pastor Alfons Bogaartz OSC selama kurang lebih 3 tahun (2016-2019) dan Pastor Hendra Kimawan OSC menjadi Pastor Kepala Paroki sampai saat ini (2019-sekarang)
Pada awal jabatannya dia melantik pengurus pertama PDKK Dei Verbum di paroki. Kompleks Gereja Sukajadi juga dengan cepat menjadi sesak oleh bangunan dengan dibukanya Sanggar Pratikara tanggal 27 November 1987. Kantor majalah keuskupan “Komunikasi” 18 maret 2000 dan Radio Raka 30 Oktober 2003. Kantor FMKI (Forum Masyarakat Katolik Indonesia) November 1998. WKM (Wahana Karya Muda) diresmikan pastor Bogaartz tahun 2002.[1]
Arsitektur gereja
suntingGereja St. Laurentius yang dibangun pada tahun 1981 ini telah mempunyai bangunan yang modern pada masanya. Pada saat itu, menjelang selesainya pembangunan gereja dibuatlah kolumbarium untuk menyimpan abu jenazah umat. Bentuknya adalah kotak-kotak besi yang ditempelkan di tembok sisi luar gereja, di belakang altar. Pada awalnya ada pro dan kontra namun Pastor Schellekens, OSC tetap menjalankan pembuatan kolumbarium. Suasana yang terasa di kolumbarium ini jauh dari kesan angker sehingga makin banyak umat yang tertarik untuk menyimpan abu jenazah kerabatnya di situ. Tahap pertama dibuat 437 kotak yang diberi kode huruf dan angka, dan mulai digunakan tanggal 26 Juni 1986. Ketika sebagian kotak tersebut terisi penuh, sebanyak 437 kotak baru di tembok utara gereja mulai digunakan per tanggal 3 Mei 2003.[2]
Pastor
suntingPara pastor dari Ordo Salib Suci yang memimpin umat di paroki ini antara lain:
- RP. Basilius Hendra Kimawan, OSC (Pastor Paroki)
- RP. Fons Bogaartz, OSC (Vikaris Pastor Paroki)
- RP. Thomas Maman Suharman, OSC (Vikaris Pastor Paroki)
- RP. Aloysius Setitit, OSC (Vikaris Pastor Paroki)
Bangunan dalam kompleks
sunting- Gedung Pastoran
- Graha Prakasita
- Sanggar Pratikara
- Gedung Agustinus
- Balai Pengobatan St. Laurentius
- Yayasan Peduli Masyarakat St. Laurentius
Kegiatan umat
sunting- Legio Maria
- Doa Taize
- Pelayan-pelayan Liturgi (Lektor, Tata Tertib, Pembagi Komuni Awam, Putera Puteri Altar, Pemazmur, Koor)
- Orang Muda Katolik
- Persekutuan Doa Pembaruan Karismatik Katolik St. Laurentius
- Balai Pengobatan Laurentius
- Marriage Encounter
- Bina Iman Anak dan Remaja
Jadwal Misa
sunting- Misa Harian: 06.00 WIB
- Misa Mingguan
- Misa Sabtu: 17.00 WIB
- Misa Minggu: 05.45 WIB, 07.00 WIB, 09.30 WIB, 17.00 WIB.
- Misa Lain
- Jumat Pertama: 05.45 WIB
Referensi
sunting- ^ a b c "Cikal Bakal Paroki St.Laurentius". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-01-05. Diakses tanggal 2015-12-28.
- ^ Latar Belakang Gereja St. Laurentius[pranala nonaktif permanen]