Grasi di Indonesia, menurut UU No. 22/2002[1] dan UU No. 5/2010,[2] adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden Indonesia. Namun Grasi tidak berlaku untuk terpidana korupsi, terpidana pengguna dan pengedar narkoba[3] serta terpidana terorisme.[4] Grasi adalah salah satu dari empat hak istimewa yang dimiliki Presiden Indonesia, selain amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Grasi biasanya mulai dipertimbangkan ketika terpidana atau keluarga terpidana mengajukan permohonan grasi. Grasi bersama dengan rehabilitasi, dapat diberikan atau ditolak dengan oleh presiden pertimbangan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.[5]

Sebagai contoh, mereka yang pernah mendapat hukuman 10 tahun kurungan dikurangi dengan grasi 2 tahun menjadi hanya harus menjalani 8 tahun sisa pidana kurungan.

Referensi

sunting
  1. ^ "UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-08-14. Diakses tanggal 2020-01-06. 
  2. ^ "UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-08-14. Diakses tanggal 2020-01-06. 
  3. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-05. Diakses tanggal 2023-07-05. 
  4. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-05. Diakses tanggal 2023-07-05. 
  5. ^ Hutomo, Dimas (26 November 2018). "Amnesti, Rehabilitasi, Abolisi, dan Grasi". Hukumonline.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-07. Diakses tanggal 6 Januari 2020.