Partai Indonesia Raya

Partai Politik di Indonesia
(Dialihkan dari Great Indonesia Party)

Partai Indonesia Raya atau Parindra adalah adalah nama yang digunakan oleh dua partai politik Indonesia.

Partai Indonesia Raya (Parindra)
Ketua umumSoetomo (1935)
Moehammad Hoesni Thamrin (1938)
R.P. Soeroso (1949)
DibentukDesember 1935 (1935-12)
November 1949 (badan ke-2)
Dibubarkan20 Mai 1942
Didahului olehBoedi Oetomo
Surat kabarSoeara Parindra
Sayap pemudaSurya Wirawan
Keanggotaan3,425 (1936)[1]
10,000 (Desember 1939)[2]
IdeologiKonservatisme nasional
Nasionalisme Indonesia
Indonesia Raya
HimneMars Parindra
Foto para anggota Parindra sekitar tahun 1930-an

Sejarah

sunting

Dr. Soetomo, salah seorang pendiri Boedi Oetomo, pada akhir tahun 1935 di kota Solo, Jawa Tengah berusaha untuk menggabungkan antara Persatuan Bangsa Indonesia (PBI), Serikat Selebes, Serikat Sumatera, Serikat Ambon, Budi Utomo, dan lainnya, sebagai tanda berakhirnya fase kedaerahan dalam pergerakan kebangsaan, menjadi Partai Indonesia Raya atau Parindra. PBI sendiri merupakan klub studi yang didirikan Dr. Soetomo pada tahun 1930 di Surabaya, Jawa Timur.

Partai sebelum perang

sunting

Partai Indonesia Raya adalah suatu partai politik yang berdasarkan nasionalisme Indonesia dan menyatakan tujuannya adalah Indonesia Mulia dan Sempurna (bukan Indonesia Merdeka). Parindra menganut asas cooperatie alias bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda dengan cara duduk di dalam dewan-dewan untuk waktu yang tertentu.

Parindra pertama didirikan pada tahun 1935 sebagai hasil penggabungan antara perkumpulan politik Budi Utomo dan Perserikatan Bangsa Indonesia dengan tujuan bekerja sama dengan Belanda untuk mengamankan kemerdekaan Indonesia.[3] Partai itu dipimpin oleh Raden Soetomo, Mohammad Husni Thamrin, Susanto Tirtoprodjo, Sukarjo Wiryopranoto dan Woerjaningrat, dan menjadi kelompok Indonesia yang paling berpengaruh di Volksraad, badan legislatif yang didirikan oleh Belanda.[4] Pada Mei 1939, Thamrin menjadi pendorong utama di balik penggabungan Parindra dan tujuh organisasi nasionalis lainnya ke dalam Gaboengan Politek Indonesia (GAPI).[5]

Kegiatan

sunting

Parindra berusaha menyusun kaum tani dengan mendirikan Rukun Tani, menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (menolong diri sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan percetakan-percetakan yang menerbitkan surat kabar dan majalah.

Kegiatan Parindra ini semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada saat itu, van Starkenborg, yang menggantikan de Jonge pada tahun 1936. Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi politiestaat peninggalan de Jonge, menjadi beambtenstaat (negara pegawai) yang memberi konsesi yang lebih baik kepada organisasi-organisasi yang kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda.

Pada tahun 1937, Parindra memiliki anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun 1938, anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di Jawa Timur. Pada bulan Mei 1941 (menjelang perang Pasifik), Partai Indonesia Raya diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500 orang.

Ketika Dr. Soetomo meninggal pada bulan Mei 1938, kedudukannya sebagai ketua Parindra digantikan oleh Moehammad Hoesni Thamrin (MHT), seorang pedagang dan anggota Volksraad. Sebelum menjadi ketua Parindra, Moehammad Hoesni Thamrin telah mengadakan kontak-kontak dagang dengan Jepang sehingga ia memainkan kartu Jepang ketika ia berada di panggung politik Volksraad.

Karena aktivitas politiknya yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang, pemerintah Hindia Belanda menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada Soekarno. Maka pada tanggal 9 Februari 1941, rumah Moehammad Hoesni Thamrin digeledah oleh PID (dinas rahasia Hindia Belanda) ketika ia sedang terkena penyakit malaria, selang dua hari kemudian Muhammad Husni Thamrin menghembuskan napas yang terakhir.

 
Kongres Parindra kedua, Bandung, 1939

Salah satu bukti kedekatan Parindra dengan Jepang yaitu ketika Thamrin meninggal dunia, para anggota Parindra memberikan penghormatan dengan mengangkat tangan kanannya, mirip seperti hormat nazi, yang mereka sebut groot saluut atau salut terhormat. Bukti lain adalah pembentukan gerakan pemuda yang disebut Surya Wirawan (Matahari Gagah Berani), yang disinyalir nama ini bertendensi dengan negara Jepang.

Dengan demikian Parindra digambarkan sebagai partai yang bekerjasama dengan pemerintahan Hindia Belanda di awal berdirinya, akan tetapi dicurigai di akhir kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia pada tahun 1942 sebagai partai yang bermain mata dengan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan.

Partai pasca kemerdekaan

sunting

Parindra kedua didirikan sebagai "partai sempalan" pada tahun 1949 oleh salah satu pemimpin partai sebelum perang, R.P. Soeroso. Keanggotaannya terdiri dari anggota Parindra lama yang memutuskan untuk tidak bergabung dengan PNI.[6][7]

Tokoh-tokoh pendiri Parindra antara lain

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Pringgodigdo 1991, hlm. 139.
  2. ^ Abeyasekere 1976, hlm. 28.
  3. ^ Ricklefs 2008, hlm. 317.
  4. ^ Kahin 2052, hlm. 95.
  5. ^ Kahin 2052, hlm. 97.
  6. ^ Feith 2008, hlm. 144.
  7. ^ Kahin 1952, hlm. 469.

Rujukan

sunting