William sang Penakluk

Raja Inggris, Adipati Normandy (ca. 1028-1087)
(Dialihkan dari Guillaume sang Penakluk)

Raja William I[a] (ca. 1028[1] – 9 September 1087), yang terkenal dengan sebutan William Sang Penakluk dan julukan William Si Haram Jadah,[2][b] adalah Raja Inggris pertama dari bangsa Norman. William menjadi Raja Inggris sejak tahun 1066 sampai mangkat pada tahun 1087. Ia masih terhitung keturunan Rollo, dan menyandang jabatan Adipati Normandia sejak tahun 1036. Melalui perjuangan panjang, William berhasil menegakkan kedaulatannya atas Normandia pada tahun 1060. Enam tahun kemudian, ia memimpin bangsa Norman menggempur dan menaklukkan Inggris. William tidak henti-hentinya berjuang sampai akhir hayatnya, baik demi menegakkan kedaulatannya atas Inggris maupun untuk menanggulangi masalah-masalah yang ditimbulkan putra sulungnya, Robert Courteheuse.

William sang Penakluk
Lukisan William Sang Penakluk
Raja Inggris
Berkuasa25 Desember 1066 –
9 September 1087
Penobatan25 Desember 1066
PendahuluEdgar Ætheling
(tidak dinobatkan)
Harold Putra Godwin
(dinobatkan)
PenerusWilliam Rufus
Adipati Normandia
Berkuasa3 Juli 1035 – 9 September 1087
PendahuluRobert Gemilang
PenerusRobert Courteheuse
KelahiranSekitar tahun 1028[1]
Falaise, Kadipaten Normandia
Kematian9 September 1087
(kira-kira pada umur 59 tahun)
Priorat Santo Gervasius, Rouen, Kadipaten Normandia
Pemakaman
PasanganMathilde dari Flandria
(kawin 1051/1052; mangkat 1083)
Keturunan
Detail
WangsaNormandia
AyahRobert Gemilang
IbuHerleva dari Falaise
William menyingkap ketopong saat Pertempuran Hastings berkecamuk agar jelas terlihat masih bernyawa, gambar sulaman pada Tapestri Bayeux

William terlahir sebagai anak haram Robert Gemilang, Adipati Normandia, dari gundiknya yang bernama Herleva. Status selaku anak haram maupun usia yang masih sangat muda menjadi sumber masalah saat William resmi menyandang jabatan Adipati Normandia sepeninggal ayahnya, demikian pula anarki yang merongrong tahun-tahun pertama masa pemerintahannya. Para menak Norman saling memerangi sejak William masih kanak-kanak sampai akil balig, baik demi mendapatkan hak asuh atas dirinya, maupun demi kepentingan pribadi masing-masing. William berhasil memadamkan pemberontakan pada tahun 1047, dan mulai berjuang menegakkan kedaulatannya atas Kadipaten Normandia sampai tahun 1060. Perkawinannya dengan Mathilde, anak perempuan Bupati Flandria, pada era 1050-an menjadi penggalang dukungan dari Flandria bagi perjuangannya. Sampai dengan hari perkawinannya, William sudah berhasil menempatkan para pendukungnya pada jabatan-jabatan uskup dan abas di Normandia. Perjuangan menegakkan kedaulatan atas Normandia merangsang William untuk terus memperluas wawasan dan pengalaman tempurnya. Pada tahun 1062, ia merebut Kabupaten Maine, tetangga Kadipaten Normandia.

Pada tahun-tahun era 1050-an dan awal era 1060-an, nama William mencuat sebagai salah seorang calon Raja Inggris, karena Raja Inggris yang bertahana ketika itu adalah Edward Pengaku Iman, saudara sepupu ayahnya yang tidak kunjung dikaruniai keturunan. Calon Raja Inggris selain William adalah Harold Putra Godwin, earl yang ditunjuk menjadi ahli waris takhta oleh Edward Pengaku Iman sebelum sang raja tutup usia pada bulan Januari 1066. Dengan alasan bahwa Raja Edward sudah berjanji mewariskan takhta kepadanya, dan bahwa Harold Putra Godwin sudah bersumpah mendukung klaim warisnya, William menyiapkan satu armada besar dan menginvasi Inggris pada bulan September 1066. Ia mengalahkan dan menewaskan Harold dalam Pertempuran Hastings pada tanggal 14 Oktober 1066. Sesudah susah payah berjuang, William akhirnya dinobatkan menjadi Raja Inggris pada hari Natal tahun 1066 di London. Ia masih sempat membenahi urusan pemerintahan Inggris sebelum pulang ke Normandia pada awal tahun 1067. Meskipun beberapa kali dirongrong pemberontakan, kedaulatan William atas Inggris akhirnya dapat ditegakkan sepenuhnya pada tahun 1075, sehingga ia dapat tinggal lebih lama di Eropa daratan.

Pada tahun-tahun menjelang akhir hayatnya, William direpotkan berbagai masalah yang mengganggu ketenteraman negeri-negeri kekuasaannya di Eropa daratan, masalah-masalah yang ditimbulkan putranya, Robert Courteheuse, maupun ancaman invasi bangsa Denmark atas Inggris. Pada tahun 1086, William memerintahkan penyusunan Kitab Domesday, daftar seluruh tanah pertuanan feodal di Inggris berikut nama tuan tanahnya sebelum invasi bangsa Norman maupun nama tuan tanah yang ada pada saat penyusunan daftar. Ia mangkat pada bulan September 1087, selagi memimpin kampanye militer di kawasan utara Prancis. Jenazahnya dikuburkan di Caen. Masa pemerintahannya di Inggris ditandai pembangunan puri-puri, pengukuhan para petinggi Norman menjadi kaum menak baru di negeri itu, dan kemunculan muka-muka baru di jajaran rohaniwan Inggris. Alih-alih mempersatukan negeri-negeri kekuasaannya menjadi sebuah kekaisaran, William justru menyelenggarakan pemerintahan tiap-tiap negeri secara terpisah. Wilayah kedaulatannya pecah sesudah ia mangkat. Kadipaten Normandia dikuasai Robert Courteheuse, sementara Kerajaan Inggris dikuasai William Rufus.

Latar belakang

sunting

Bangsa Utara pertama kali menyerbu daerah yang kelak menjadi Normandia pada abad ke-8. Bangsa Skandinavia sudah mendirikan permukiman permanen di Prancis sebelum tahun 911, yakni tahun ketika Rollo, salah seorang pemimpin masyarakat Viking, diperkenankan Raja Prancis, Karel Polos, menjadi penguasa Kabupaten Rouen. Kemudian hari, Rouen dan sekitarnya menjadi jantung wilayah Kadipaten Normandia.[3] Bangsa Skandinavia mungkin berpangkalan di Normandia saat kembali menyerbu Inggris pada akhir abad ke-10. Kenyataan ini meretakkan hubungan baik antara Kerajaan Inggris dan Kadipaten Normandia.[4] Untuk memulihkan keretakan tersebut, Raja Æthelred Kurang Petuah mempersunting Emma, adik Adipati Richard II, menjadi istri keduanya pada tahun 1002.[5]

Serbuan Denmark ke Inggris terus berlanjut. Æthelred meminta pertolongan Adipati Richard ketika memboyong keluarganya ke Normandia pada tahun 1013, sesudah disingkirkan dari Inggris oleh Svend Janggut Cukit, Raja Denmark. Kemangkatan Svend pada tahun 1014 membuka peluang bagi Æthelred untuk pulang ke Inggris, kendati ditentang Knut, putra Svend. Æthelred mangkat tanpa diduga-duga pada tahun 1016, dan Knut menjadi Raja Inggris. Kedua putra Æthelred, yakni Edward dan Alfred, diasingkan ke Normandia, sementara Emma diperistri Raja Knut.[6]

Sesudah Knut mangkat pada tahun 1035, takhta Kerajaan Inggris jatuh ke tangan Harold Kaki Terwelu, putra Knut dari istri pertama, sementara Harthacnut, putra Knut dari perkawinan dengan Emma, menjadi Raja Denmark. Inggris masih terus bergejolak. Kepulangan Alfred ke Inggris pada tahun 1036 untuk menjenguk ibunya, dan mungkin pula untuk menggugat keabsahan jabatan Harold, ternyata berujung maut. Salah satu riwayat menuding Godwin, Earl Wessex, sebagai orang yang bertanggung jawab atas kematian Alfred, tetapi riwayat-riwayat lain menyalahkan Harold. Emma hijrah ke pengasingan di Flandria sampai Harthacnut dinobatkan menjadi Raja Inggris sepeninggal Harold pada tahun 1040. Edward pulang ke Inggris sesudah Harthacnut, adik seibunya, naik takhta. Harthacnut mangkat pada bulan Juni 1042, dan Edward dinobatkan menjadi Raja Inggris menggantikannya.[7][c]

Masa muda

sunting
 
Château de Falaise di Falaise, Normandia Bawah, Prancis, berdiri di lokasi bekas bangunan tempat William dilahirkan

William lahir pada tahun 1027 atau 1028 di Falaise, Kadipaten Normandia, mungkin sekali menjelang akhir tahun 1028.[1][8][d] Ia adalah putra tunggal Adipati Robert Gemilang, putra Adipati Richard II.[e] Ibunya adalah Herleva, anak perempuan Fulbert dari Falaise, seorang penyamak kulit atau pemulasara jenazah.[9] Mungkin sekali Herleva hidup bersama Adipati Robert selayaknya pasangan suami istri, meskipun tanpa ikatan perkawinan yang sah.[2] Kemudian hari Herleva kawin dengan Herluin de Conteville dan dikaruniai dua orang anak laki-laki (Odo, Uskup Bayeux, dan Robert, Bupati Mortain) serta seorang anak perempuan yang tidak diketahui namanya.[f] Walter, salah seorang saudara kandung Herleva, adalah pendukung dan pelindung William sebelum akil balig.[9][g] Adipati Robert Gemilang juga dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Adelaide, hasil hubungan luar nikah dengan gundik lain.[12]

Robert Gemilang menjadi Adipati Normandia menggantikan abangnya, Richard III, pada tanggal 6 Agustus 1027.[1] Perseteruan Robert dan Richard seputar jabatan adipati dan kematian Richard secara mendadak membuat sejumlah penulis tawarikh mendakwa Robert sebagai pembunuh Richard. Dakwaan ini mungkin saja benar, tetapi tidak ada buktinya.[13] Kadipaten Normandia dilanda kemelut ketika keluarga-keluarga menak menjarah harta benda Gereja, disusul serangan Alain III, Adipati Britania. Pada tahun 1031, Robert berhasil menghimpun cukup banyak pendukung dari kalangan menak Norman. Banyak di antara mereka kelak tampil mengemuka pada masa hidup William, misalnya Robert, Uskup Agung Rouen (paman Adipati Robert yang mula-mula sekubu dengan para penentangnya), Osbern (kemenakan Gunnor, istri Adipati Richard I), dan Gilbert, Bupati Brionne (cucu Adipati Richard I).[14] Sesudah menyandang jabatan adipati, Robert meneruskan pemberian santunan kepada Edward dan Alfred, putra-putra Raja Inggris yang hidup dalam pengasingan di kawasan utara Prancis.[2]

Ada indikasi bahwa Robert Gemilang pernah bertunangan dengan anak perempuan Raja Knut, tetapi tidak berlanjut ke pelaminan. Tidak jelas apakah William akan tetap mewarisi jabatan Adipati Normandia andaikata Robert dikaruniai seorang putra dari perkawinan yang sah. Adipati-adipati sebelumnya juga berstatus anak haram, dan pencantuman nama William bersama-sama dengan nama ayahnya dalam piagam-piagam keluaran kadipaten Normandia agaknya mengindikasikan bahwa William adalah orang yang paling berpeluang menjadi ahli waris Robert.[2] Pada tahun 1034, Adipati Robert memutuskan untuk berziarah ke Yerusalem. Alih-alih menuruti bujukan sejumlah pendukungnya agar urung berziarah, sang adipati malah mengumpulkan para menak Norman untuk bersidang pada bulan Januari 1035 dan memerintahkan mereka untuk berprasetia kepada William selaku ahli warisnya[2][15] sebelum ia berangkat ke Yerusalem. Adipati Robert Gemilang mangkat pada awal bulan Juli di Nikea, dalam perjalanan pulang ke Normandia.[15]

Menjadi Adipati Normandia

sunting

Mengatasi tantangan

sunting
 
Diagram hubungan kekerabatan William. Nama bertanda "---" adalah nama kerabat yang menentang William. Nama bertanda "+++" adalah nama kerabat yang mendukung William. Nama bertanda "---" maupun "+++" adalah nama kerabat yang berubah sikap seiring berjalannya waktu.

William menghadapi berbagai tantangan saat resmi menyandang jabatan adipati, antara lain statusnya sebagai anak haram dan usianya yang masih sangat muda. Bukti yang ada mengindikasikan bahwa ia baru berumur tujuh atau delapan tahun saat itu.[16][17][h] Berkat dukungan paman ayahnya, yakni Uskup Agung Robert, dan Raja Prancis, Henri I, William dapat menjadi Adipati Normandia menggantikan mendiang ayahnya.[20] Dukungan yang ia berikan kepada putra-putra Raja Inggris di pengasingan untuk kembali ke tanah air mereka pada tahun 1036 menunjukkan bahwa para pelindung William berkeinginan melanjutkan kebijakan-kebijakan mendiang ayahnya.[2] Kematian Uskup Agung Robert pada bulan Maret 1037 membuat William kehilangan salah seorang pendukung utama, dan Kadipaten Normandia dilanda kemelut tidak lama kemudian.[20]

Anarki di Kadipaten Normandia baru berakhir pada tahun 1047,[21] dan hak mengasuh William menjadi incaran utama pihak-pihak yang bersaing memperebutkan kekuasaan. Mula-mula William diasuh Alain III, Adipati Britania. Sesudah Alain III mangkat pada akhir tahun 1039 atau bulan Oktober 1040, pengasuhan William diambil alih Gilbert, Bupati Brionne. Gilbert tewas terbunuh dalam hitungan bulan, dan hak asuh William beralih kepada Turchetil, yang juga tewas terbunuh tidak lama sesudah kematian Gilbert.[22] Pengampu hak asuh berikutnya, Osbern, tewas terbunuh pada awal era 1040-an di kamar tidur William ketika sang adipati cilik sedang terlelap. Kemudian hari beredar cerita bahwa Walter, saudara kandung ibu William, kadang-kadang harus menyembunyikan sang adipati cilik di rumah-rumah rakyat jelata,[23] meskipun cerita ini mungkin hanyalah selentingan yang dibesar-besarkan pujangga Ordericus Vitalis. Sejarawan Eleanor Searle berspekulasi bahwa William dibesarkan bersama-sama dengan ketiga saudara sepupunya yang kemudian hari menjadi orang-orang penting dalam perjalanan kariernya, yakni William Fitz Osbern, Roger de Beaumont, dan Roger de Montgomery.[24] Meskipun banyak yang saling memerangi demi kepentingan pribadi pada masa perwalian William, para menak Norman masih mengakui keabsahan jabatannya, dan para pemuka agama juga mendukung William.[25]

 
Tugu peringatan di bekas lokasi Pertempuran Val-ès-Dunes

Raja Prancis, Henri I, tetap mendukung William.[26] Meskipun demikian, pada akhir tahun 1046, seteru-seteru William serempak mengobarkan pemberontakan di daerah Normandia Bawah, dipimpin oleh Gui dari Burgundia, yang didukung Nigel, Vicomte Cotentin, dan Ranulf, Vicomte Bessin. Menurut riwayat-riwayat yang mungkin bercampur legenda, pernah ada upaya untuk menangkap William di Valognes, tetapi sang adipati memanfaatkan kegelapan malam untuk meloloskan diri, lalu minta suaka kepada Raja Henri I.[27] Pada awal tahun 1047, Raja Henri I menyertai kepulangan William ke Normandia, dan membantunya memenangkan Pertempuran Val-ès-Dunes di dekat Caen. Sedikit sekali keterangan tertulis mengenai jalannya pertempuran ini.[28] Menurut catatan Guillaume de Poitiers, faktor penentu kemenangan adalah usaha dan kerja keras William sendiri, tetapi catatan-catatan yang lebih tua menegaskan bahwa kepemimpinan Raja Henri I dan peran serta para perwiranya adalah faktor-faktor yang tidak kalah penting.[2] Tidak lama seusai Pertempuran Val-ès-Dunes, William mengambil alih kendali pemerintahan Kadipaten Normandia, dan memberlakukan Gencatan Senjata Allah di seluruh wilayah Kadipaten Normandia. Gencatan Senjata Allah adalah wujud usaha William untuk membatasi perang dan kekerasan dengan cara menetapkan hari-hari tertentu dalam setahun sebagai hari-hari bebas berperang.[29] Meskipun Pertempuran Val-ès-Dunes merupakan titik balik dalam perjuangan menegakkan kedaulatannya atas Kadipaten Normandia, William masih harus berjuang menundukkan para menak Norman. Perang terus berkecamuk dari tahun 1047 sampai 1054, dan krisis terus berlanjut sampai tahun 1060.[30]

Menegakkan kedaulatan

sunting

Usaha William berikutnya adalah menundukkan Gui dari Burgundia. Ia maju mengepung puri pertahanan Gui di Brionne, dan lewat perjuangan panjang akhirnya dapat menyingkirkannya ke pembuangan pada tahun 1050.[31] Demi membendung sepak terjang Bupati Anjou, Geoffrey Martel,[32] William dan Raja Henri I bersatu menggempurnya. Inilah kerja sama terakhir yang diketahui antara William dan Raja Henri. Di luar dari keberhasilan merebut salah satu benteng Bupati Anjou, hanya sedikit yang dapat mereka capai.[33] Geoffrey berusaha mendaulat Maine, khususnya sesudah kemangkatan Bupati Maine, Hugues IV, pada tahun 1051. Unsur utama penguasaan wilayah Kabupaten Maine adalah kepemilikan keluarga Bellême atas kota Bellême di perbatasan Maine-Normandia, serta benteng-benteng di Alençon dan Domfront. Bellême bertuan kepada Raja Prancis, tetapi Domfort bertuan kepada Geoffrey Martel, dan Alençon bertuan kepada William. Lokasi tanah pertuanan feodal keluarga Bellême sangat stategis, karena mecakup lahan-lahan yang terletak di wilayah kekuasaan Raja Prancis, Bupati Maine, maupun Adipati Normandia. Situasi ini memungkinkan mereka untuk mengadu domba ketiga penguasa tersebut dan leluasa mengatur tanah pertuanan mereka seakan-akan sebuah swapraja tersendiri.[32]

 
William (tengah) bersama adik-adik seibunya, Odo (kiri) dan Robert (kanan), gambar sulaman pada Tapestri Bayeux

Geoffrey Martel menduduki Maine sesudah kemangkatan Hugues, Bupati Maine. William dan Raja Henri menentang langkah Geoffrey, dan akhirnya mampu memaksanya angkat kaki dari Maine. Dalam proses penyingkiran Geoffrey, William berhasil mendaulat benteng-benteng keluarga Bellême di Alençon dan Domfort. Dengan demikian ia dapat menekan keluarga itu agar tunduk di bawah pemerintahannya dan senantiasa menyelaraskan kebijakan mereka dengan kepentingan-kepentingan bangsa Norman.[34] Akan tetapi pada tahun 1052, Raja Henri dan Geoffrey Martel bersatu memerangi William, tepat ketika sejumlah menak Norman mulai menentang kekuasaan William yang kian kukuh. Perubahan sikap Raja Henri mungkin sekali didorong niat untuk mengekalkan dominasinya atas Normandia, yang mulai terancam sirna seiring kian kukuhnya kekuasaan William atas wilayah kadipatennya itu.[35] Sepanjang tahun 1053, William sibuk bertempur melawan menak-menak bawahannya sendiri,[36] dan melawan Uskup Agung Rouen yang baru, Maugerius.[37] Pada bulan Februari 1054, Raja Prancis dan para menak Norman yang membangkang melancarkan invasi ganda terhadap Kadipaten Normandia. Raja Henri memimpin pasukan utama bergerak melintasi Kabupaten Évreux, sementara satu pasukan lagi di bawah pimpinan adik sang raja, Odo, menginvasi kawasan timur Normandia.[38]

Langkah William dalam menghadapi invasi tersebut adalah membagi angkatan bersenjatanya menjadi dua pasukan. Pasukan pertama, yang ia pimpin sendiri, dikerahkan untuk melawan gempuran Raja Henri, sementara pasukan kedua dikerahkan untuk mematahkan serangan Odo. Pasukan kedua beranggotakan pejuang-pejuang Norman yang kemudian hari menjadi pendukung setia William, misalnya Robert Bupati Eu, Walter Giffard, Roger de Mortemer, dan William de Warenne. Pasukan kedua mengalahkan pasukan lawan dalam Pertempuran Mortemer. Selain mengakhiri kedua invasi tersebut, Pertempuran Mortemer juga memberi peluang bagi kaum rohaniwan pendukung William untuk melengserkan Uskup Agung Maugerius. Dengan demikian Pertempuran Mortemer menjadi tonggak sejarah penegakan kedaulatan William atas Kadipaten Normandia,[39] kendati perseteruannya dengan Raja Prancis dan Bupati Anjou berlanjut sampai tahun 1060.[40] Raja Henri bersama Geoffrey sekali lagi menginvasi Normandia pada tahun 1057, tetapi kalah melawan William dalam Pertempuran Varaville. Inilah invasi terakhir atas Kadipaten Normandia selama masa hidup William.[41] Pada tahun 1058, William menginvasi Kabupaten Dreux dan merebut Tillières-sur-Avre serta Thimert. Raja Henri berusaha melawan invasi William, tetapi Pengepungan Thimert berlangsung dua tahun lamanya sampai Raja Henri mangkat.[41] Kematian Bupati Geoffrey dan Raja Henri pada tahun 1060 mengekalkan pergeseran kekuasaan ke pihak William.[41]

 
Tanda tangan William I dan Matilde berupa dua gambar salib besar yang dibubuhkan pada piagam Kesepakatan Winchester tahun 1072

Salah satu faktor yang mendukung perjuangan William adalah perkawinannya dengan Mathilde, anak perempuan Bupati Flandria, Baudouin V. Mereka dijodohkan pada tahun 1049, tetapi dilarang menjalin ikatan perkawinan oleh Paus Leo IX dalam Konsili Rheims pada bulan Oktober 1049.[i] Meskipun demikian, perkawinan William dan Mathilde akhirnya terlaksana pada era 1050-an,[43][j] mungkin sekali tanpa seizin Sri Paus. Menurut salah satu sumber yang ditulis jauh kemudian hari dan tidak secara umum dianggap andal, izin Sri Paus baru turun pada tahun 1059. Meskipun demikian, menilik hubungan Normandia dan lembaga kepausan pada era 1050-an yang secara umum baik-baik saja, dan kunjungan kaum rohaniwan Normandia ke Roma pada tahun 1050 yang berjalan lancar tanpa kendala, mungkin sekali izin Sri Paus sudah mereka dapatkan sebelum tahun 1059.[45] Izin Sri Paus atas perkawinan William dan Mathilde tampaknya didapatkan setelah pasangan tersebut bersedia membangun dua biara di Caen. Satu biara dibangun William dan satu lagi dibangun Mathilde.[46][k] Perkawinan dengan Mathilde benar-benar mengangkat derajat William, karena Flandria adalah salah satu swapraja terkuat di Prancis, dan masih berkerabat dengan keluarga kerajaan Prancis maupun kaisar-kaisar Jerman.[45] Para pujangga masa itu menganggap perkawinan pasangan William dan Mathilde, yang dikaruniai empat putra dan lima atau enam putri, sebagai perkawinan yang bertuah.[48]

Perawakan dan perangai

sunting

Tidak pernah ditemukan gambar rupa William yang sesungguhnya. Gambar-gambar William yang dibuat semasa hidupnya pada Tapestri Bayeux, cap meterai pribadinya, dan uang logam keluarannya merupakan representasi-representasi konvensional yang dirancang sedemikian rupa untuk mempertegas kewenangannya.[49] Ada sejumlah keterangan tertulis yang menggambarkannya berbadan gempal dan bersuara parau. Tubuhnya sehat dan bugar sampai lanjut usia, kendati bertambah gemuk di masa tua.[50] Ia cukup kuat merentangkan busur-busur yang tidak dapat direntangkan orang-orang lain, dan besar staminanya.[49] Geoffrey Martel menggambarkannya sebagai seorang petarung dan penunggang kuda tanpa tanding.[51] Menilik tulang paha William, satu-satunya potongan yang tersisa ketika tulang-belulangnya dihancurkan, tinggi badannya diperkirakan mencapai 5 kaki 10 inci (1,78 m).[49]

Ada catatan tentang dua orang guru yang bertugas mendidik William secara privat pada tahun-tahun akhir era 1030-an dan awal era 1040-an, tetapi setinggi apa taraf pendidikan William tidaklah jelas. Ia tidak dikenal sebagai pengayom para pujangga, dan tidak banyak bukti yang menunjukkan bahwa ia mensponsori pendidikan atau kegiatan-kegiatan ilmiah lain.[2] Ordericus Vitalis mencatat bahwa William berusaha belajar bahasa Inggris Lama di masa tuanya, tetapi akhirnya menghentikannya karena tidak dapat meluangkan cukup waktu.[52] Tampaknya kegemaran utama William adalah berburu. Kehidupan berumah tangga yang ia bina bersama Matilde diduga cukup bahagia, dan tidak ada tanda-tanda bahwa ia pernah menyeleweng, seperti yang lumrah dilakukan para kepala monarki Abad Pertengahan. Para pujangga Abad Pertengahan mengecam William sebagai tokoh yang serakah dan lalim, tetapi semua orang yang sezaman dengannya memuji-muji kesalehannya.[2]

Tata negara Kadipaten Normandia

sunting

Ketatanegaraan Normandia pada masa pemerintahan William mirip dengan ketatanegaraan yang sudah diterapkan adipati-adipati sebelumnya, yakni semacam sistem tata usaha negara sederhana yang dibentuk di lingkungan rumah tangga istana kadipaten,[53] dan diselenggarakan oleh sekelompok pejabat yang terdiri atas para pemangku raja, para bentara, serta para hulubalang.[54] Sang adipati senantiasa bersafari ke daerah-daerah, mengesahkan piagam-piagam, dan mengumpulkan penerimaan negara.[55] Sebagian besar penerimaan negara bersumber dari pengusahaan lahan-lahan kadipaten, pungutan bea masuk, dan sejumlah kecil pajak. Pengumpulan penerimaan negara dilaksanakan oleh bagian perbendaharaan, salah satu jawatan di dalam struktur kepengurusan rumah tangga istana kadipaten.[54]

William membina hubungan akrab dengan kaum rohaniwan di kadipatennya. Ia menghadiri rapat-rapat pemuka agama dan mengangkat beberapa tokoh rohaniwan menjadi uskup di lingkungan bangsa Norman, misalnya Maurilius, Uskup Agung Rouen.[56] Tokoh rohaniwan penting lain yang ia angkat menjadi uskup adalah Odo, adik seibunya. Odo diangkat menjadi Uskup Bayeux pada tahun 1049 atau 1050.[2] William juga meminta nasihat dari para rohaniwan, antara lain Lanfrancus, rohaniwan non-Norman yang menjadi salah seorang penasihat utama William dari lingkungan Gereja sejak tahun-tahun terakhir era 1040-an sampai ke era 1050-an dan 1060-an. William banyak bederma kepada Gereja.[56] Dari tahun 1035 sampai 1066, kaum menak Norman membangun sekurang-kurangnya 20 biara baru, termasuk 2 biara yang dibangun William di Caen. Prestasi ini menunjukkan pesatnya pemerataan tatanan hidup beragama di Kadipaten Normandia.[57]

Kepentingan di Inggris dan Eropa daratan

sunting

Edward Pengaku Iman, Raja Inggris yang tidak kunjung dikaruniai keturunan, agaknya memilih William menjadi calon penggantinya pada tahun 1051.[58] William adalah cucu Adipati Richard II, paman Edward dari pihak ibu.[58]

 
Hubungan kekerabatan para ahli waris takhta Kerajaan Inggris yang bersengketa pada tahun 1066, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam sengketa tersebut. Nama raja-raja Inggris dicetak tebal.

Tawarikh Angli-Saksen versi "D" menyebutkan bahwa William berkunjung ke Inggris menjelang akhir tahun 1051, mungkin untuk memastikan statusnya selaku ahli waris takhta Inggris,[59] atau karena ingin mencoba meminta bala bantuan guna menuntaskan berbagai permasalahan yang sedang dihadapinya di Normandia.[60] Keterangan tersebut agaknya keliru, mengingat waktu itu William sedang sibuk berperang melawan Anjou. Apa pun niat Edward, mungkin sekali klaim waris William akan ditentang Godwin, Earl Wessex, anggota keluarga menak terkuat di Inggris.[59] Edward memperistri Edith, anak perempuan Godwin, pada tahun 1043, dan tampaknya Godwin adalah salah seorang pendukung utama klaim waris Edward atas takhta Kerajaan Inggris.[61] Akan tetapi pada tahun 1050, hubungan baik Edward dan Godwin mengalami keretakan, dan berbuntut pada sebuah krisis pada tahun 1051 yang mengakibatkan Godwin beserta keluarganya dibuang dari Inggris. Pada masa pembuangan inilah Edward mewarkan takhta Kerajaan Inggris kepada William.[62] Godwin pulang dari pembuangan pada tahun 1052 dengan dikawal angkatan bersenjata, dan membuat kesepakatan dengan Edward. Atas dasar kesepakatan tersebut, Edward mengizinkan Godwin dan keluarganya kembali menguasai tanah pertuanan mereka, dan mengganti Robert dari Jumièges, rohaniwan Norman yang diangkat Edward menjadi Uskup Agung Canterbury, dengan Stigand, Uskup Winchester.[63] Tidak satu pun sumber pustaka Inggris yang menyebutkan bahwa Uskup Agung Robert pernah diutus menghadap William untuk menyampaikan janji Edward untuk mewariskan takhta Kerajaan Inggris kepadanya. Dua sumber Normandia yang memuat keterangan tersebut, yakni karya tulis Guillaume de Jumièges dan karya tulis Guillaume de Poitiers, tidak menyebut tanggal yang pasti.[60]

Bupati Maine, Herbert II, mangkat pada tahun 1062. Karena sudah menjodohkan putranya, Robert Courteheuse, dengan saudari Herbert yang bernama Margaret, William pun mengklaim hak waris atas takhta Kabupaten Maine melalui putranya. Kaum menak Maine menentang klaim tersebut, tetapi William menginvasi Maine dan berhasil menguasai daerah itu pada tahun 1064.[64] William mengangkat seorang rohaniwan Norman menjadi Uskup Le Mans pada tahun 1065. Ia juga mengizinkan Robert Courteheuse untuk berprasetia kepada Geoffrey Berewok, Bupati Anjou yang baru.[65] Dengan demikian, garis perbatasan barat Normandia dapat dipastikan tidak akan diganggu gugat, tetapi garis perbatasan Normandia dengan Kadipaten Britania masih terus dipersengketakan. William menginvasi Kadipaten Britania pada tahun 1064, tetapi riwayatnya tidak diketahui secara jelas. Meskipun demikian, invasi yang dilancarkan William mampu menggoyahkan Kadipaten Britania, sehingga Adipati Conan II terpaksa memusatkan perhatiannya pada usaha menanggulangi masalah-masalah di dalam negeri alih-alih pada usaha ekspansi. Kemangkatan Adipati Conan pada tahun 1066 kian menguatkan kepastian batas-batas wilayah Normandia. William juga memetik keuntungan dari kampanye militernya di Kadipaten Britania, karena sejumlah menak Breton berbalik mendukungnya. Kemudian hari, menak-menak tersebut mendukung invasi Normandia atas Inggris pada tahun 1066.[66]

 
Gambar sulaman pada Tapestri Bayeux. Tulisan pada gambar menerangkan bahwa William memasok senjata kepada Harold ketika Harold berkunjung ke Eropa daratan pada tahun 1064.

Di Inggris, Earl Godwin mangkat pada tahun 1053, dan putra-putranya kian berkuasa. Harold Putra Godwin mengambil alih pemerintahan daerah Wessex, sementara Tostig Putra Godwin naik pangkat menjadi Earl Northumbria. Putra-putra Godwin lainnya dianugerahi jabatan Earl lebih belakangan. Gyrth Putra Godwin menjadi Earl Anglia Timur pada tahun 1057, sementara Leofwine Putra Godwin menjadi Earl Kent antara tahun 1055-1057.[67] Beberapa sumber mengklaim bahwa Harold ikut berpartisipasi dalam kampanye militer William di Kadipaten Britania pada tahun 1064 dan bersumpah akan mendukung klaim waris William atas takhta Kerajaan Inggris seusai kampanya militer tersebut,[65] tetapi tidak satu pun sumber Inggris yang memuat riwayat ini, sehingga kebenarannya tidak dapat dipastikan. Mungkin saja keterangan ini hanyalah propaganda Normandia untuk mendiskreditkan Harold, yang kian disegani sebagai calon kuat penerus Raja Edward.[68] Sementara itu, calon penerus lainnya, Edward Orang Buangan, putra Edmund Lambung Besi, cucu Æthelred II, pulang ke Inggris pada tahun 1057. Meskipun wafat tidak lama kemudian, Edward pulang dengan memboyong keluarganya, antara lain dua orang anak perempuan, yakni Margaret dan Christina, serta seorang anak laki-laki, yakni Edgar Ætheling.[69][l]

Pada tahun 1065, Northumbria memberontak melawan Tostig. Kaum pemberontak memilih Morcar, adik Edwin, Earl Mercia, menjadi earl baru menggantikan Tostig. Mungkin karena ingin mendapatkan dukungan Edwin dan Morcar atas pencalonan dirinya menjadi Raja Inggris, Harold mendukung kaum pemberontak dan membujuk Raja Edward untuk mengganti Tostig dengan Morcar. Tostig menjalani pengasingan di Flandria bersama istrinya, Judith, anak perempuan Baudouin IV, Bupati Flandria. Ketika itu Raja Edward sudah uzur, dan akhirnya mangkat pada tanggal 5 Januari 1066. Tidak jelas apa yang terjadi menjelang kemangkatan Edward. Menurut salah satu riwayat yang terdapat di dalam Vita Ædwardi Regis (Riwayat Hidup Raja Edward), orang-orang yang menyaksikan kemangkatan Edward adalah Permaisuri Edith, Harold, Uskup Agung Stigand, serta Robert FitzWimarc, dan pada saat itulah Edward menunjuk Harold menjadi penggantinya. Sumber-sumber Normandia tidak menyangkal bahwa Harold memang ditunjuk menjadi Raja Inggris berikutnya, tetapi menandaskan bahwa sumpah Harold dan janji Edward kepada William mustahil dibatalkan pada saat-saat terakhir Edward. Sumber-sumber Inggris terkemudian menyebutkan bahwa Harold sudah dipilih menjadi raja oleh kaum rohaniwan dan kaum menak Inggris.[71]

Menginvasi Inggris

sunting

Persiapan Harold

sunting
 
Beberapa lokasi peristiwa yang terjadi pada tahun 1066

Harold dinobatkan pada tanggal 6 Januari 1066 di gereja Biara Westminster, gedung baru bergaya arsitektur Norman yang dibangun Edward, meskipun tidak jelas siapa rohaniwan yang memimpin upacara penobatannya. Menurut sumber-sumber Inggris, pemimpin upacara adalah Ealdred, Uskup Agung York, sementara sumber-sumber Normandia menyebutkan nama Stigand, rohaniwan yang dianggap sebagai uskup agung yang tidak sah oleh lembaga kepausan.[72] Meskipun demikian, klaim waris Harold tidak sepenuhnya bebas dari ancaman gugatan, karena masih ada pihak-pihak lain yang juga berhak mengajukan klaim yang sama, termasuk Tostig, adiknya yang sedang menjalani pengasingan.[73][m] Raja Harald Hardrada dari Norwegia, selaku paman sekaligus ahli waris Raja Magnus I, juga merasa berhak, karena Raja Magnus dan Harthacnut pernah membuat kesepakatan sekitar tahun 1040 bahwasanya jika salah seorang di antara mereka lebih dahulu berpulang sebelum dikaruniai waris asli, maka yang masih hidup akan mewarisi takhta peninggalan si mati.[77] Pihak terakhir yang juga berhak mengajukan klaim waris atas takhta Kerajaan Inggris adalah William. Di antara semuanya, Williamlah yang dianggap paling berbahaya, dan oleh karena itu Raja Harold Putra Godwin lebih mengutamakan persiapan menghadapi ancaman invasi dari Normandia.[73]

Tostig, adik Harold, mendarat di Pulau Wight bersama armada yang disuplai Bupati Flandria, dan melancarkan serangan penjajakan di sepanjang pesisir selatan Inggris pada bulan Mei 1066. Tampaknya Tostig tidak mendapatkan banyak dukungan di Inggris, dan aksi lanjutannya ke Lincolnshire serta daerah sekitar River Humber pun tidak menuai hasil, sehingga ia mundur ke Skotlandia dan menetap untuk sementara waktu. Menurut pujangga Norman, Guillaume de Jumièges, William mengutus duta ke istana Inggris guna mengingatkan Raja Harold Putra Godwin akan sumpahnya untuk mendukung klaim waris William, meskipun benar tidaknya keterangan ini tidak dapat dipastikan. Harold menyiapkan satu angkatan perang dan satu armada guna menghadapi ancaman invasi William. Hampir sepanjang musim panas tahun itu, pasukan-pasukan dan kapal-kapal Inggris disiagakan di Selat Inggris.[73]

Persiapan William

sunting
 
Bangsa Norman bersiap-siap menginvasi Inggris, gambar sulaman pada Tapestri Bayeux

Karya tulis Guillaume de Poitiers memuat keterangan tentang sebuah sidang menak yang diselenggarakan Adipati William. Konon di dalam sidang itu, para menak dan pendukung William dengan sengit memperdebatkan manfaat dan mudarat menginvasi Inggris. Meskipun sebelumnya Kadipaten Normandia sudah berulang kali menggelar sidang resmi, agaknya tidak pernah timbul debat sengit, karena waktu itu kaum menak Norman sudah bertekuk lutut di bawah kaki William. Sidang yang satu ini diwarnai cekcok karena masing-masing peserta sidang sangat ingin mengetahui keuntungan pribadi apa yang akan mereka dapatkan dari kebijakan menginvasi Inggris.[78] Guillaume de Poitiers juga menyebutkan bahwa sang adipati mendapatkan persetujuan Paus Aleksander II, bahkan diserahi sehelai panji-panji Sri Paus. Guillaume de Poitiers mengklaim bahwa sang adipati juga mendapatkan persetujuan Kaisar Romawi Suci Heinrich IV maupun Raja Denmark Svend II. Meskipun demikian, ketika itu Kaisar Heinrich belum akil balig, dan Raja Svend lebih mungkin memihak Harold, yang pada gilirannya akan dapat mendukungnya melawan Raja Norwegia, sehingga klaim ini patut dipertimbangkan dengan saksama. Meskipun Paus Aleksander II memang memberikan persetujuan sesudah Inggris ditaklukkan, tidak ada sumber lain yang mengklaim bahwa Sri Paus sudah memberikan dukungannya sebelum pelaksanaan invasi.[n][79] Peristiwa-peristiwa pascainvasi, yang mencakup laku penyilihan dosa yang dijalani William dan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan paus-paus terkemudian, sepertinya mendukung klaim bahwa Sri Paus memang menyetujui invasi Inggris. Selama menginvasi Inggris, penyelenggaraan pemerintahan Kadipaten Normandia dipercayakan William kepada istrinya.[2]

Sepanjang musim panas tahun itu, William menghimpun angkatan perang dan armada di Normandia. Meskipun klaim Guillaume de Jumièges bahwa armada sang adipati terdiri atas 3.000 kapal terlalu berlebihan, mungkin sekali armada tersebut memang besar dan terdiri atas banyak kapal baru. Guillaume de Poitiers dan Guillaume de Jumièges menyajikan keterangan yang bertentangan mengenai tempat pembuatan kapal-kapal tersebut. Menurut Guillaume de Poitiers, kapal-kapal itu dikerjakan di muara Sungai Dives, sementara Guillaume de Jumièges menyebutkan Saint-Valery-sur-Somme sebagai tempat pembuatannya. Armada tersebut mengangkut angkatan perang yang terdiri atas pasukan-pasukan Normandia dan Maine, serta sejumlah besar tentara bayaran, pasukan-pasukan sekutu, dan pasukan-pasukan sukarelawan dari Kadipaten Britania, kawasan timur laut Prancis, dan Flandria, bersama sejumlah kecil pasukan dari negeri-negeri lain di Eropa. Meskipun angkatan perang dan armada tersebut sudah siap pada awal bulan Agustus, arah tiupan angin membuat kapal-kapal terpaksa tetap berlabuh di Normandia sampai akhir bulan September. Mungkin sekali ada alasan-alasan lain di balik keputusan William untuk menunda invasi, antara lain laporan-laporan telik sandi dari Inggris yang mengungkapkan bahwa angkatan perang Harold sedang disiagakan di sepanjang pesisir Inggris. William mungkin lebih suka menunda invasi sampai berpeluang melakukan pendaratan dapat dilawan.[79] Harold menyiagakan angkatan perangnya sepanjang musim panas, tetapi membubarkannya pada tanggal 8 September menjelang musim panen.[80]

Invasi Tostig dan Harald Hardrada

sunting
 
Medan Pertempuran Jembatan Stamford di Yorkshire Timur

Tostig Putra Godwin dan Harald Hardrada menginvasi Northumbria pada bulan September 1066, dan berhasil mengalahkan angkatan perang Northumbria di bawah pimpinan Morcar dan Edwin dalam Pertempuran Fulford di dekat kota York. Begitu mengetahui tentang invasi tersebut, Raja Harold langsung mengerahkan angkatan perang ke kawasan utara dan berhasil mengalahkan sekaligus menewaskan Tostig maupun Harald Hardrada pada tanggal 25 September dalam Pertempuran Jembatan Stamford.[77] Armada Normandia bertolak menuju Inggris dua hari kemudian, dan akhirnya berlabuh di Teluk Pevensey pada tanggal 28 September. William selanjutnya bergerak menuju Hastings yang terletak beberapa mil saja di sebelah timur lokasi pendaratan. Ia membangun puri di Hastings untuk dijadikan pangkalan operasi penaklukan. Dari Hasting ia melancarkan serangan ke daerah pedalaman sambil menunggu kepulangan Harold dari kawasan utara. Ia tidak ingin beraksi jauh-jauh dari laut, yang merupakan jalur komunikasinya dengan Normandia.[80]

Pertempuran Hastings

sunting

Sesudah menewaskan Harald Hardrada dan Tostig, Harold menyiagakan sebagian besar pasukan di kawasan utara, termasuk pasukan-pasukan yang dipimpin Morcar dan Edwin, kemudian mengerahkan pasukan selebihnya ke selatan untuk menghadapi invasi bangsa Norman.[80] Kabar pendaratan William mungkin sekali sampai ke telinga Harold dalam perjalanannya ke kawasan selatan. Harold beristirahat seminggu lamanya di London sebelum melanjutkan pergerakan pasukan ke Hastings, jadi perjalanan ke selatan agaknya makan waktu seminggu, dengan menempuh jarak 27 mil (43 kilometer) per hari,[81] karena jarak tempuh London-Hasting mencapai kurang lebih 200 mil (320 kilometer).[82] Meskipun Harold berusaha mengejutkan pasukan Normandia, para pengintai William melaporkan kedatangan pasukan Inggris kepada sang adipati. Kejadian-kejadian menjelang Pertempuran Hastings agak simpang siur, karena sumber-sumber yang ada menyajikan keterangan-keterangan yang saling bertentangan, tetapi semua sumber tersebut sama-sama menyebutkan bahwa William memimpin pasukan Normandia keluar dari puri dan maju menyongsong musuh.[83] Harold bertahan di puncak Bukit Senlac (sekarang Battle, Sussex Timur), kira-kira 6 mil (9,7 kilometer) jauhnya dari puri William di Hastings.[84]

 
Pertempuran Hastings, gambar sulaman pada Tapestri Bayeux

Pertempuran pecah sekitar pukul 9 pagi pada tanggal 14 Oktober dan berlangsung sepanjang hari. Meskipun jalan pertempuran secara garis besar dapat diketahui, perinciannya simpang siur karena sumber-sumber pustaka menyajikan laporan yang bertentangan satu sama lain.[85] Meskipun kekuatan tempur kedua belah pihak dari segi jumlah personel cukup imbang, William memiliki pasukan berkuda maupun pasukan pejalan kaki, termasuk sejumlah besar prajurit pemanah, sementara Harold hanya membawa prajurit-prajurit pejalan kaki dan sejumlah kecil atau mungkin pula tanpa prajurit pemanah.[86] Prajurit-prajurit Inggris membentuk dinding perisai di sepanjang baris depan, dan mula-mula sangat efektif sampai-sampai pasukan Normandia terdesak mundur dengan banyak korban. Sejumlah prajurit Breton di pihak William menjadi kalang kabut dan melarikan diri. Sejumlah prajurit Inggris agaknya mengejar prajurit-prajurit Breton yang kabur, tetapi malah dihadang dan dihancurkan pasukan berkuda Normandia. Saat prajurit-prajurit Breton kabur, tersiar desas-desus di pihak Normandia bahwa William sudah gugur, tetapi William berhasil mengobarkan kembali semangat juang pasukannya. Pasukan Norman dua kali pura-pura mundur guna memancing pasukan Inggris untuk melakukan pengejaran sehingga mudah dihancurkan pasukan berkuda Normandia.[87] Keterangan-keterangan tertulis mengenai kejadian-kejadian pada sore hari itu jauh lebih simpang siur, tetapi agaknya kejadian yang paling menentukan kelanjutan perang adalah gugurnya Harold. Ada macam-macam cerita tentang gugurnya Harold. Menurut Guillaume de Jumièges, Harold tewas di tangan William. Tapestri Bayeux pernah diklaim menampilkan gambar peristiwa gugurnya Harold dengan sebatang anak panah tertancap pada sebelah matanya, tetapi mungkin saja gambar tersebut adalah hasil perbaikan yang baru dilakukan kemudian hari agar menampilkan adegan yang sesuai dengan cerita-cerita abad ke-12 bahwasanya Harold tewas akibat sebatang anak panah yang mengenai kepalanya.[88]

Jenazah Harold baru dapat dikenali sehari sesudah pertempuran usai, mungkin dari kelengkapan tempurnya, mungkin juga dari tanda di tubuhnya. Korban tewas di pihak Inggris, termasuk beberapa saudara dan kesatria pribadi Harold, dibiarkan tergelatak di medan tempur. Gytha, ibu Harold, meminta jasad putranya dan menawarkan emas seberat jasad mendiang sebagai gantinya, tetapi ditampik William.[o] Atas perintah William, jenazah Harold dibuang ke laut, tetapi tidak jelas lokasi pelaksanaannya. Para rahib penghuni Biara Waltham yang dibangun Harold kemudian hari mengklaim bahwa jenazah sang raja telah dimakamkan secara diam-diam di biara itu.[92]

Merebut London

sunting

William mungkin berharap Inggris akan menyerah sesudah kalah dalam Pertempuran Hastings, tetapi ternyata tidak demikian. Sejumlah rohaniwan dan menak Inggris malah menominasikan Edgar Ætheling menjadi raja baru, meskipun tidak sepenuh hati mendukung Edgar. Beberapa waktu kemudian, William merebut kota Dover, beberapa kota di daerah Kent, dan kota Canterbury, sembari mengerahkan pasukan untuk merebut Winchester, kota perbedaharaan raja.[93] Aksi-aksi perebutan ini bertujuan mengamankan daerah-daerah di belakang garis depan pasukan William sekaligus mengamankan jalur pengungsian ke Normandia, andaikata diperlukan.[2] William selanjutnya memimpin pergerakan pasukan Normandia menuju Southwark di tepi Sungai Thames, berseberangan dengan London. Ia sampai di Southwark menjelang akhir bulan November. Langkah William berikutnya adalah mengarahkan pasukan Normandia mendekati kawasan selatan dan barat kota London, sambil melakukan aksi bumi hangus. Ia menyeberangi Sungai Thames di Wallingford pada awal bulan December. Stigand menyerah di Wallingford, dan tidak lama kemudian Edgar Ætheling, Morcar, Edwin, dan Ealdred juga menyerah sesudah William memasuki Berkhamsted. William kemudian mengirim pasukan ke London untuk mendirikan sebuah puri. Ia dinobatkan menjadi Raja Inggris di gereja Biara Westminster pada hari Natal tahun 1066.[93]

Memapankan kekuasaan

sunting

Kebijakan-kebijakan perdana

sunting

William tinggal di Inggris sesudah dinobatkan, dan berusaha berdamai dengan para pembesar pribumi. Para earl yang tersisa, yakni Edwin (Earl Mercia), Morcar (Earl Northumbria), dan Waltheof (Earl Northampton), mendapatkan pengakuan negara atas gelar dan kewenangan mereka selaku kepala daerah.[94] Waltheof kawin dengan kemenakan William yang bernama Judith, anak Adelaide,[95] sementara Edwin dijodoh-jodohkan dengan salah seorang anak William. Tampaknya Edgar Ætheling juga dianugerahi tanah. Jabatan-jabatan petinggi Gereja tetap dipegang oleh uskup-uskup yang sudah menjabat sebelum invasi, termasuk Stigand yang diragukan keabsahannya.[94] Meskipun demikian, saudara-saudara dan keturunan Harold kehilangan tanah mereka, demikian pula beberapa menak yang bertempur melawan William di Hastings.[96] Pada bulan Maret, William merasa Inggris sudah cukup aman. Ia pulang ke Normandia, tetapi membawa serta Stigand, Morcar, Edwin, Edgar, dan Waltheof. Ia mempercayakan penyelenggaraan pemerintahan Inggris kepada adik seibunya, Odo, Uskup Bayeux, dan pendukungnya yang berpengaruh, William fitz Osbern, anak mantan walinya.[94] Baik Odo maupun William fitz Osbern ia angkat menjadi earl. William fitz Osbern menjadi Earl Hereford (atau Wessex) dan Odo menjadi Earl Kent.[2] Sekalipun kendali penuh ia berikan kepada kedua saudara sebangsanya tersebut, ia membiarkan banyak sheriff pribumi tetap menjabat.[96] Sesampainya di Normandia, William melakukan lawatan ke Rouen dan Biara Fecamp,[94] kemudian menghadiri acara pemberkatan gereja baru di dua biara Normandia.[2]

Selagi William berada di Normandia, salah seorang sekutunya, Eustace, Bupati Boulogne, menginvasi kota Dover tetapi terpukul mundur. Bangsa Inggris juga mulai berani melawan. Eadric Si Buas menyerang Hereford dan pemberontakan berkobar di Exeter di bawah kepemimpinan ibu Harold, Gytha.[97] Karena merasa kewalahan mengendalikan populasi pribumi, William Fitz Osbern dan Odo menggagas program pembangunan puri demi mempertahankan kekuasaan bangsa Norman atas Inggris.[2] William kembali ke Inggris pada bulan Desember 1067 dan mengepung Exeter. Kota itu bertahan 18 hari lamanya. Sesudah Exeter menyerah, William membangun sebuah puri untuk mengukuhkan kedaulatannya. Sementara itu, putra-putra Harold menyerbu kawasan barat daya Inggris dari pangkalan mereka di Irlandia. Pasukan mereka mendarat di dekat Bristol tetapi dikalahkan Jagabaya Eadnoth. Pada hari Paskah, William berada di Winchester. Mathilde datang tidak lama kemudian, dan dinobatkan menjadi Permaisuri Inggris pada bulan Mei 1068.[97]

Mematahkan perlawanan bangsa Inggris

sunting
 
Sisa-sisa Bukit Baile, puri bukit-lapangan kedua yang dibangun William di York

Pada tahun 1068, Edwin dan Morcar memberontak, didukung Gospatric, Earl Northumbria. Menurut pujangga Ordericus Vitalis, Edwin memberontak karena rencana perkawinannya dengan salah seorang anak perempuan William tidak kunjung terlaksana, tetapi mungkin saja alasan yang sesungguhnya adalah karena William fitz Osbern semakin berkuasa di Herefordshire, sehingga merongrong kekuasaan Edwin di daerahnya sendiri. William memimpin pasukannya memasuki tanah pertuanan Edwin dan membangun Puri Warwick. Edwin dan Morcar menyerah, tetapi William melanjutkan pergerakannya menuju York dan membangun Puri York dan Puri Nottingham sebelum kembali ke kawasan selatan. Dalam perjalanan pulangnya, ia memprakarsai pembangunan Puri Lincoln, Puri Huntingdon, dan Puri Cambridge. Bangunan-bangunan pertahanan tersebut ia percayakan kepada para pendukungnya, antara lain William Peverel di Nottingham, dan Henry de Beaumont di Warwick. William pulang ke Normandia menjelang akhir tahun 1068.[97]

Pada awal tahun 1069, Edgar Ætheling memberontak dan menyerbu York. Meskipun William mendatangi York dan membangun puri lain, Edgar masih buron dan bersekutu dengan Raja Svend pada musim gugur tahun itu.[p] Raja Svend mengerahkan satu armada besar ke Inggris, dan tidak saja menggempur York, tetapi juga menggempur Exeter dan Shrewsbury. York direbut pasukan gabungan Edgar dan Sweyn. Edgar kemudian dimasyhurkan sebagai Raja Inggris oleh para pendukungnya. William bergegas menumpas aksi makar ini. Ia mengabaikan pemberontakan yang sedang berkobar di Kabupaten Maine, berlayar ke Inggris, dan secara simbolis memahkotai dirinya sendiri di atas puing-puing kota York pada hari Natal 1069. Bangsa Denmark juga ia beri ganjaran setimpal. Pasukannya bergerak ke Sungai Tees, dan menyerang desa-desa di sepanjang jalan. Edgar yang sudah kehilangan dukungan akhirnya kabur ke Skotlandia,[98] negeri Raja Máel Coluim III, suami kakaknya, Margaret.[99] Waltheof, yang juga ikut memberontak, menyerah bersama Gospatric. Keduanya diizinkan untuk tetap menguasai tanah pertuanan masing-masing. Meskipun demikian, William belum puas. Ia memimpin pasukannya melintasi Perbukitan Penine pada musim dingin dan memberantas sisa-sisa laskar pemberontak di Shrewsbury, kemudian membangun Puri Chester dan Puri Stafford. Kampanye militer yang penuh dengan aksi bumi hangus dan penghancuran desa-desa sepanjang perjalanan ini biasanya disebut sebagai aksi "Pengganjangan Kawasan Utara". Aksi militer ini berakhir pada bulan April 1070, ketika William secara seremonial memasang mahkota pada kepalanya pada hari Paskah di Winchester.[98]

Kebijakan di bidang keagamaan

sunting

Pada tahun 1070 di Winchester, tiga orang utusan paus, yakni Yohanes Minutus, Petrus, dan Ermenfridus dari Sion, datang menghadap William. Para utusan secara seremonial memahkotai William saat berlangsungnya acara pisowanan Paskah.[100] Sejarawan David Bates memandang upacara pemahkotaan ini sebagai upacara pemberian "tanda persetujuan" Sri Paus untuk aksi penaklukan William.[2] Para utusan paus dan sang raja selanjutnya menggelar serangkaian rapat rohaniwan yang bertujuan untuk merombak dan menata ulang hierarki kepemimpinan Gereja di Inggris. Stigand dan saudaranya, Æthelmær, Uskup Elmham, dicopot dari jabatan mereka. Beberapa abas pribumi juga dicopot jabatannya, baik dalam muktamar yang diselenggarakan menjelang hari Paskah maupun yang diselenggarakan menjelang hari Minggu Putih. Dalam sidang rohaniwan yang diselenggarakan menjelang hari Minggu Putih, Lanfrancus ditetapkan menjadi Uskup Agung Canterbury, dan Thomas dari Bayeux ditetapkan menjadi Uskup Agung York menggantikan Ealdred yang wafat pada bulan September 1069.[100] Odo, adik seibu William, mungkin berharap ditetapkan menjadi Uskup Agung Canterbury, tetapi sepertinya William tidak berniat memberi kekuasaan sebesar itu kepada seseorang yang masih terhitung kerabat dekatnya.[q] Mungkin juga Lanfrancus ditetapkan menjadi Uskup Agung Canterbury atas tekanan dari Sri Paus.[101] Rohaniwan Norman diangkat menggantikan para uskup dan abas yang dicopot jabatannya, dan pada akhirnya tersisa dua orang uskup pribumi saja yang masih diizinkan menjabat bersama-sama kaum rohaniwan asal Eropa daratan yang diangkat mendiang Raka Edward Pengaku Iman.[100] Pada tahun 1070, William membangun Biara Battle di bekas medan Pertempuran Hastings sebagai laku penyilihan dosa karena sudah mengakibatkan jatuhnya begitu banyak korban jiwa dalam pertempuran itu sekaligus sebagai tanda peringatan bagi para prajurit yang gugur.[2] Dalam sidang rohaniwan yang diselenggarakan di Lillebonne pada tahun 1080, William dikukuhkan sebagai pemangku kewenangan tertinggi di dalam Gereja bangsa Norman.[102]

Kemelut di Inggris dan Eropa daratan

sunting

Pemberontakan dan serangan Denmark

sunting

Meskipun Svend sudah berjanji angkat kaki dari Inggris, ia kembali pada musim semi tahun 1070, dan menyerbu daerah pesisir estuarium Humber dan Anglia Timur sampai ke Pulau Ely. Hereward Siaga, seorang thegn (abdi raja) pribumi bergabung dengannya di pulau itu. Pasukan Hereward Siaga menyerbu dan menjarah Biara Peterborough. William mampu mendesak Svend beserta armadanya meninggalkan Inggris pada tahun 1070,[103] sehingga ia dapat pulang ke Eropa daratan demi menanggulangi masalah-masalah yang timbul di Kabupaten Maine akibat pemberontakan warga kota Le Mans pada tahun 1069. Sebab lainnya adalah kemangkatan Bupati Baudouin Budiman, pada bulan Juli 1070, yang mengakibatkan timbulnya krisis suksesi di Flandria. Penyelenggara pemerintahan Flandria sepeninggal Baudouin Budiman adalah jandanya, Richilde, selaku wali kedua putra mereka, Arnoul dan Baudouin. Meskipun demikian, keabsahan jabatan Richilde selaku pemangku digugat Robert, adik Baudouin Budiman. Richilde mengajukan diri menjadi istri William fitz Osbern, yang saat itu memang sedang berada di Normandia. William fitz Osbern menyambut baik rencana perjodohan itu, tetapi sesudah ia gugur pada bulan Februari 1071 dalam Pertempuran Cassel, Robert naik takhta menjadi Bupati Flandria. Bupati Robert menentang kekuasaan Raja William di Eropa daratan. Dengan demikian, Pertempuran Cassel mengganggu perimbangan kekuasaan di kawasan utara Prancis, sekaligus membuat William kehilangan salah seorang pendukung penting.[104]

William akhirnya berhasil memadamkan pemberontakan terakhir di kawasan utara Inggris pada tahun 1071. Earl Edwin dikhianati kawulanya sendiri dan tewas dibunuh, sementara William sibuk membangun situbanda dalam rangka menundukkan Pulau Ely, tempat persembunyian Hereward Siaga dan Morcar. Hereward berhasil kabur, tetapi Morcar dapat dibekuk, dicopot dari jabatannya, dan dijebloskan ke dalam penjara. Pada tahun 1072, William menginvasi Skotlandia dan berhasil mengalahkan Raja Máel Coluim yang baru saja menginvasi kawasan utara Inggris. William dan Máel Coluim sepakat untuk berdamai dengan menandatangani Perjanjian Abernethy. Mungkin sekali Máel Coluim terpaksa merelakan putranya yang bernama Donnchadh untuk dibawa ke Inggris selaku sandera jaminan. Boleh jadi perjanjian damai tersebut juga mewajibkan Máel Coluim untuk menyingkirkan Edgar Ætheling dari majelis istananya.[105] William selanjutnya mengalihkan perhatian ke Eropa daratan. Ia pulang ke Normandia pada awal tahun 1073 untuk menangani aksi invasi terhadap Kabupaten Maine yang dilancarkan Fulk le Rechin, Bupati Anjou. William berhasil merebut kembali kota Le Mans dari angkatan perang Fulk dalam waktu singkat, dan menuntaskan kampanye militer melawan aksi invasi tersebut pada tanggal 30 Maret 1073. Kemenangan ini semakin mengukuhkan kekuasaan William di kawasan utara Prancis, tetapi Bupati Robert memberi suaka kepada Edgar Ætheling dengan menjadikannya anggota majelis istana Kabupaten Flandria. Robert juga mengawinkan adik tirinya yang bernama Berthe dengan Raja Philippe I, Raja Prancis yang menentang kekuasaan bangsa Norman.[106]

William kembali ke Inggris untuk membubarkan angkatan perangnya pada tahun 1073, tetapi segera pulang ke Normandia dan melewatkan waktu sepanjang tahun 1074 di negeri itu.[107] Penyelenggaraan pemerintahan Inggris ia percayakan kepada para pendukungnya, antara lain Richard fitz Gilbert, William de Warenne,[108] dan Lanfrancus.[109] Keleluasaan William untuk meninggalkan Inggris selama satu tahun penuh menandakan bahwa ia merasa kekuasaannya atas Kerajaan Inggris sudah tidak tergoyahkan.[108] Saat berada di Normandia, Edgar Ætheling bertolak dari Flandria ke Skotlandia. Raja Prancis yang, sedang mencari jalan menjatuhkan William, mengusulkan agar Edgar diserahi puri Montreuil-sur-Mer di tepi Selat Inggris, yang akan memberi keuntungan strategis kepada Edgar dalam usahanya melawan William.[110] Meskipun demikian, Edgar akhirnya menyerah dan kembali menjadi anggota majelis istana William.[107][r] Sesudah gagal lewat jalan ini, Raja Philippe pun mencari jalan lain melalui Kadipaten Britania, yang pada akhirnya menimbulkan pemberontakan tahun 1075.[110]

Pemberontakan Para Earl

sunting
 
Puri Norwich. Donjonnya diperkirakan dibangun seusai Pemberontakan Para Earl, tetapi bukit tempat puri berdiri sudah ada jauh sebelumnya.[111]

Pada tahun 1075, saat William berada di luar Inggris, Earl Norfolk Ralph de Gael dan Earl Hereford Roger de Breteuil bersatu melancarkan upaya makar terhadap William dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan "Pemberontakan Para Earl".[109] Ralph berdarah setengah Breton dan lebih sering tinggal di Kadipaten Britania sebelum tahun 1066, karena masih memiliki tanah warisan di negeri itu.[112] Roger berkebangsaan Norman, anak dari William fitz Osbern, tetapi mewarisi kewenangan yang lebih kecil daripada yang pernah dimiliki ayahnya.[113] Tampaknya kewenangan Ralph di daerah Norfolk juga lebih kecil daripada kewenangan pendahulunya, dan mungkin sekali faktor inilah yang melatarbelakangi keputusannya untuk ikut memberontak.[112]

Meskipun alasan sesungguhnya tidak jelas, pemberontakan tersebut dilancarkan bertepatan dengan upacara perkawinan Ralph dengan salah seorang kerabat Roger yang dilangsungkan di Exning, Suffolk. Meskipun terhitung anak emas William, Waltheof, Earl Northumbria, juga terlibat. Selain itu, ada sejumlah menak Breton yang siap-siap memberontak untuk mendukung Ralph dan Roger. Ralph juga meminta bantuan Denmark. William tetap tinggal di Normandia pada saat para bawahannya di Inggris memadamkan pemberontakan. Roger tidak dapat meninggalkan bentengnya di Herefordshire karena serbuan-serbuan Wulfstan, Uskup Worcester, dan Æthelwig, Abas Evesham. Ralph disudutkan di Puri Norwich oleh gabungan kekuatan tempur Odo dari Bayeux, Geoffrey de Montbray, Richard fitzGilbert, dan William de Warenne. Setelah mempercayakan Norwich ke tangan istrinya, Ralph hengkang dari Inggris, dan akhirnya sampai ke Kadipaten Britania. Norwich menyerah sesudah dikepung, dan garnisun-garnisunnya diizinkan berangkat ke Kadipaten Britania. Sementara itu Knut, adik Raja Denmark, tiba di Inggris membawa armada yang terdiri atas 200 kapal, tetapi kedatangannya terlambat karena Norwich sudah menyerah. Pasukan Denmark selanjutnya menyerbu daerah pesisir sebelum pulang.[109] William kembali ke Inggris pada tahun 1075 dalam rangka menghadapi ancaman serbuan Denmark, dan mempercayakan penyelenggaraan pemerintahan Normandia ke tangan istrinya, Mathilde. Ia merayakan Natal di Winchester, dan menangani masalah-masalah pascapemberontakan.[114] Roger maupun Waltheof dipenjarakan, dan Waltheof dihukum mati pada bulan Mei 1076. Sebelum itu, William sempat pulang ke Eropa daratan, karena Ralph ternyata melanjutkan aksi pemberontakannya dari Kadipaten Britania.[109]

Masalah-masalah di dalam dan di luar negeri

sunting

Earl Ralph berhasil menguasai puri di Dol. William bergerak memasuki Kadipaten Britania pada bulan September 1076 dan mengepung puri tersebut. Raja Philippe berhasil mematahkan pengepungan ini dan mengalahkan William dalam Pertempuran Dol. William terpaksa mundur ke Normandia. Meskipun merupakan kekalahan pertama William dalam pertempuran, kekalahan di Dol tidak banyak mengubah keadaan. Serbuan Anjou ke Maine dapat dipatahkan menjelang akhir tahun 1076 atau pada tahun 1077, bahkan Bupati Fulk le Rechin terluka dalam serbuan gagal itu. Peristiwa yang lebih serius adalah pengunduran diri Simon de Crépy, Bupati Amiens, untuk berkhalwat di biara. Sebelum menjadi rahib, Simon de Crépy menyerahkan Kabupaten Vexin kepada Raja Philippe. Kabupaten Vexin merupakan wilayah penyangga di antara wilayah Normandia dan wilayah Raja Prancis, dan Simon adalah salah seorang pendukung William.[s] William mencapai kesepakatan damai dengan Raja Philippe pada tahun 1077, dan dengan Bupati Fulk le Rechin menjelang akhir tahun 1077 atau pada awal tahun 1078.[115]

Pada akhir tahun 1077 atau awal tahun 1078, William mulai berselisih dengan putra sulungnya, Robert Courteheuse. Menurut Ordericus Vitalis, perselisihan ini berpangkal dari pertengkaran Robert dengan kedua adiknya, William Rufus dan Henry, yang konon telah mengguyurkan air ke tubuh Robert, tetapi lebih mungkin karena Robert merasa tidak berkuasa. Ordericus meriwayatkan bahwa permintaan Robert untuk diberi kewenangan memerintah Kabupaten Maine dan Kadipaten Normandia tidak dikabulkan. Perselisihan yang terjadi pada tahun 1077 atau 1078 itu menyebabkan Robert meninggalkan Normandia ditemani sekelompok anak muda yang rata-rata adalah anak menak pendukung William. Robert dari Belleme, William de Breteuil, dan Roger Putra Richard fitz Gilbert juga termasuk di dalam kelompok ini.

Tahun-tahun menjelang kemangkatan

sunting

Sedikit sekali sumber yang memuat keterangan tentang sepak terjang William antara tahun 1082 sampai tahun 1084. Menurut sejarawan David Bates, kenyataan ini mungkin sekali berarti tidak banyak peristiwa yang patut dicatat, dan karena saat itu William berada di Eropa daratan, tidak ada keterangan apa-apa yang dapat dicatat penulis Tawarikh Angli-Saksen.[116] Pada tahun 1082, William memerintahkan penahanan Odo, adik seibunya. Alasannya tidak diketahui, karena tidak ada pujangga pada masa itu yang mencatat sebab dari perselisihan William dengan Odo. Ordericuc Vitalis belakangan menulis bahwa Odo berambisi menjadi paus. Ordericus juga meriwayatkan bahwa Odo berusaha mempengaruhi sejumlah kepala daerah yang bertuan kepada William untuk bersama-sama menginvasi kawasan selatan Italia. Tindakan ini sama saja dengan melangkahi kewenangan William atas para bawahannya, sehingga tidak dapat ditoleransi William. Meskipun Odo mendekam di dalam tahanan sampai William mangkat, tanah pertuanannya tidak disita.

Kebijakan selaku Raja Inggris

sunting

Perubahan-perubahan di Inggris

sunting
 
Menara Putih di London, mulai dibangun pada masa pemerintahan William[117]

Sebagai bagian dari usaha mengukuhkan kedaulatannya atas Inggris, William memerintahkan pembangunan puri-puri, donjon-donjon, dan bukit-bukit pertahanan, salah satunya adalah Menara Putih, donjon di tengah benteng Menara London. Bangunan-bangunan pertahanan tersebut menjadi tempat perlindungan yang aman, baik bagi bangsa Norman apabila timbul pemberontakan, maupun bagi garnisun-garnisun saat menduduki daerah pedesaan. Puri-puri perdana hanya berbahan baku tanah dan kayu, tetapi kemudian hari diganti dengan bangunan-bangunan batu.[118]

Mula-mula sebagian besar pendatang Norman memelihara kesatria-kesatria pribadi dan tidak membagi-bagi tanah pertuanan mereka menjadi tanah-tanah pertuanan kawula mereka, tetapi lambat laun para kesatria pribadi tersebut diberi tanah pertuanan sendiri. Proses pembagi-bagian tanah pertuanan seorang menak menjadi tanah-tanah pertuanan para kawulanya disebut subinfeodasi. William juga mewajibkan orang-orang Norman yang baru ia lantik menjadi menak Inggris untuk mengirim para kesatria pribadi mereka dalam jumlah tertentu untuk ikut berpartisipasi dalam kampanye-kampanye militer maupun sebagai personel garnisun puri. Metode pengaturan kekuatan militer semacam ini bertolak belakang dengan metode yang diterapkan Kerajaan Inggris sebelum ditaklukkan bangsa Norman, yakni mendasarkan kekuatan militer pada satuan-satuan kewilayahan, misalnya hide.[119]

Pada saat William mangkat, sesudah melewati serangkaian pemberontakan, sebagian besar menak pribumi Angli-Saksen sudah digantikan dengan menak-menak Norman dan menak-menak Eropa daratan lainnya. Tidak semua menak Norman yang menyertai William dalam aksi invasi Inggris dikaruniai tanah yang luas di Inggris. Sejumlah menak agaknya enggan dikaruniai tanah pertuanan di wilayah kerajaan yang tampak belum sepenuhnya takluk. Beberapa orang kaya baru berkebangsaan Norman di Inggris memang masih terhitung kerabat dekat William atau menak-menak Norman berpangkat tinggi, tetapi yang lain adalah orang-orang yang rendahan.[120] William membagi-bagi tanah pertuanan menak-menak Inggris tertentu dan mengaruniakan bagian-bagian tanah tersebut kepada pengikut-pengikutnya dari Eropa daratan, tetapi ada pula tanah-tanah pertuanan beberapa menak pribumi kepada satu orang pengikut saja, sering kali dengan mengizinkan penggabungan beberapa tanah pertuanan yang terletak di sekeliling sebuah puri yang memiliki posisi strategis.[121]

Menurut keterangan penulis tawarikh Abad Pertengahan, William dari Malmesbury, sang raja juga menyita dan mengosongkan bermil-mil lahan (36 paroki), kemudian mengubahnya menjadi hutan larangan (daerah New Forest) sebagai tempat ia bersenang-senang melakukan kegiatan kegemarannya, berburu margasatwa. Para sejarawan modern telah menyimpulkan bahwa keterangan tentang pengosongan New Forest terlalu dilebih-lebihkan. Sebagian besar tanah New Forest adalah tanah yang tidak cocok dipakai bercocok tanam, dan studi-studi arkeologi maupun geografi telah menunjukkan bahwa daerah itu memang jarang penduduk saat diubah menjadi hutan larangan.[122] William dikenal sangat gemar berburu. Ia memberlakukan undang-undang perhutanan di Inggris, yang mengatur tentang siapa saja yang dibenarkan berburu dan apa saja yang boleh diburu.[123]

Tata negara

sunting
 
Uang logam Inggris bergambar William Sang Penakluk

Sesudah tahun 1066, William tidak berusaha menggabungkan negeri-negeri yang dikuasainya menjadi satu negara dengan satu tatanan hukum. Cap meterai pribadi yang ia pakai sesudah tahun 1066 (lima bekas teraannya masih lestari sampai sekarang) dibuat sesudah penaklukan Inggris, dan bertujuan menegaskan kedudukannya selaku raja, sembari secara terpisah menyebut kedudukannya selaku adipati.[t] Saat berada di Normandia, William mengaku bertuan kepada Raja Prancis, tetapi pengakuan yang sama tidak pernah diutarakannya saat berada di Inggris. Inilah bukti lain bahwa negeri-negeri yang dikuasainya merupakan negara-negara terpisah. Penyelenggaraan tata usaha negara di Kadipaten Normandia, Kerajaan Inggris, dan Kabupaten Maine tetap berjalan sendiri-sendiri, masing-masing dengan ciri khasnya. Sebagai contoh, Kerajaan Inggris terus menggunakan writ (nawala), dokumen yang tidak dikenal di Eropa daratan. Di samping itu, piagam-piagam dan dokumen-dokumen pemerintah Kadipaten Normandia menggunakan rangkaian kalimat baku yang berbeda dari rangkaian kalimat baku piagam-piagam dan dokumen-dokumen pemerintah Inggris.[124]

Sebelum ditaklukkan William, Kerajaan Inggris sudah menerapkan sistem ketatanegaraan yang lebih kompleks dibanding sistem yang berlaku di Normandia. Wilayah Kerajaan Inggris terbagi menjadi beberapa shire, yang masing-masing terbagi menjadi sejumlah hundred atau wapentake. Tiap-tiap shire dikepalai seorang pamong praja yang disebut sheriff, kurang lebih setingkat vicomte (wakil bupati) di Normandia. Sheriff bertanggung jawab menegakkan keadilan atas nama raja dan mengumpulkan penerimaan negara.[54] Untuk mengawasi wilayah kekuasaannya yang semakin luas, William terpaksa lebih sering bersafari ke daerah-daerah dibanding yang biasa ia lakukan selaku Adipati Normandia. Mulai tahun 1067 sampai akhir hayatnya, sekurang-kurangnya sudah 19 kali ia berangkat pulang pergi Inggris-Eropa daratan. William lebih sering berada di Inggris sejak Pertempuran Hastings sampai tahun 1072, dan melewatkan lebih banyak waktu di Normandia selepas jangka waktu tersebut.[125][u] Pemerintahan tetap berpusat di rumah tangga istana William. Jika sedang berada di negeri yang satu, keputusan-keputusannya untuk negeri-negeri lain disampaikan melalui suatu sistem komunikasi yang bersaranakan surat dan dokumen-dokumen lain. William juga mengangkat pemangku-pemangku raja yang mampu mengambil keputusan saat ia berhalangan hadir, khususnya pada saat ia berencana tidak kembali dalam waktu yang lama. Biasanya orang-orang yang diangkat menjadi pemangku raja masih terhitung kerabat dekatnya, teristimewa Odo, adik seibunya, dan Mathilde, istrinya sendiri. Kadang-kadang ada pula pemangku raja yang ia angkat untuk menangani urusan khusus.[126]

William meneruskan kebiasaan memungut danegeld, semacam pajak bumi. Kebijakan ini menguntungkan dirinya, karena danegeld adalah satu-satunya pajak umum yang dikutip para penguasa Eropa Barat pada masa itu. Danegeld merupakan pajak tahunan yang dihitung dengan mengalikan luas tanah dengan tarif yang dapat saja naik maupun turun. Biasanya tarif danegeld adalah dua shilling per hide (petak lahan garapan), tetapi pada masa-masa krisis dapat dinaikkan sampai enam shilling per hide.[127] Uang logam yang beredar di negeri-negeri kekuasaan William tetap dicetak dengan nilai dan bentuk yang beragam. Uang-uang logam yang beredar di Inggris pada umumnya memiliki kandungan perak yang tinggi, dibuat mengikuti kaidah-kaidah seni yang tinggi mutunya, dan wajib dicetak ulang tiga tahun sekali. Uang-uang logam yang beredar di Normandia lebih rendah kadar peraknya, sering kali rendah mutu seninya, dan jarang dicetak ulang. Di samping itu, uang logam asing tidak diizinkan beredar di Inggris, tetapi dihargai sebagai alat tukar yang sah di Eropa daratan. Tidak ada pula bukti bahwa uang penny Inggris banyak beredar di Normandia. Kenyataan ini menunjukkan kurangnya usaha untuk menyatukan sistem moneter kedua negara.[124]

Selain pungutan pajak, kepemilikan William atas sekian banyak lahan yang tersebar di seluruh wilayah Inggris turut mengukuhkan kekuasaannya. Selaku ahli waris Raja Edward, ia menguasai semua tanah peninggalan raja sebelumnya. Ia juga menguasai tanah-tanah pertuanan Harold dan keluarganya. Semua itu membuat William menjadi tuan tanah sekuler terbesar di Inggris, dengan kesenjangan besar di antara luas seluruh tanah miliknya dan luas tanah tuan-tuan tanah lain.[v]

Kitab Domesday

sunting
 
Salah satu halaman Kitab Domesday yang memuat keterangan tentang daerah Warwickshire

Pada hari Natal tahun 1085, William memerintahkan pembuatan kompilasi data survei kepemilikan tanah pertuanan feodal per daerah di Kerajaan Inggris, baik tanah pertuanannya sendiri maupun tanah-tanah pertuanan para bawahannya. Hasilnya adalah naskah yang kini dikenal dengan nama Kitab Domesday. Daftar untuk tiap-tiap daerah memuat keterangan tentang tanah-tanah pertuanan feodal yang dikelompokkan menurut pemiliknya. Daftar-daftar tersebut berisi pemerian tanah pertuanan feodal, nama pemilik sebelum penaklukan, nilai jual, perhitungan pajak bumi, dan biasanya disertai keterangan jumlah kawula, alat bajak, dan berbagai sumber daya lain yang dimiliki sebuah tanah pertuanan. Kota-kota dibuatkan daftar tersendiri. Semua daerah yang terletak di sebelah selatan Sungai Tees dan Sungai Ribble tercatat di dalamnya. Tampaknya naskah tersebut secara keseluruhan sudah hampir tuntas ditulis pada tanggal 1 Agustus 1086, yakni tanggal catatan peristiwa di dalam Tawarikh Angli-Saksen yang menyebutkan bahwa William menerima naskah tersebut dan semua menak terkemuka mengikrarkan Sumpah Salisbury sebagai pembaharuan prasetia mereka.[129] Tidak jelas apa maksud William yang sesungguhnya di balik titah penyusunan naskah ini, tetapi mungkin sekali naskah ini dibuat dengan beberapa tujuan, misalnya untuk mencatat kewajiban-kewajiban feodal dan untuk membenarkan kebijakan menaikkan pajak.[2]

Kemangkatan dan pascakemangkatan

sunting

William bertolak dari Inggris menjelang akhir tahun 1086. Sekembalinya ke Eropa daratan, ia menikahkan putrinya yang bernama Constance dengan Alain IV, Adipati Britania, demi menambah sekutu dalam perseteruan melawan raja-raja Prancis. Robert Courteheuse, putra William yang masih bersekutu dengan Raja Prancis, rupa-rupanya gemar bikin gara-gara, sampai-sampai William mengerahkan pasukannya untuk memerangi Vexin Prancis pada bulan Juli 1087. Sewaktu berusaha merebut kota Mantes, William jatuh sakit atau mungkin pula terluka oleh bonggol pelana kudanya.[130] Ia diungsikan ke priorat Santo Gervasius di Rouen, tempat ia mangkat pada tanggal 9 September 1087.[2] Informasi tentang kejadian-kejadian prakemangkatan William cukup simpang siur karena ada dua riwayat tertulis yang berbeda. Ordericus Vitalis mengabadikan sebuah riwayat panjang dalam karya tulisnya, lengkap dengan pidato-pidato dari banyak tokoh penting, tetapi riwayat tersebut sepertinya lebih merupakan keterangan mengenai bagaimana sepatutnya seorang raja mangkat ketimbang keterangan mengenai peristiwa yang sesungguhnya terjadi. Riwayat lainnya, yakni De obitu Willelmi (Ihwal Berpulangnya William), sudah terbukti sebagai salinan dua keterangan tertulis dari abad ke-9 dengan nama-nama yang diganti.[130]

 
Kubur William di gereja Biara Santo Stefanus, Caen

William menghibahkan Normandia kepada Robert Courteheuse, sementara Inggris ia serahkan kepada William Rufus, dengan asumsi bahwa William Rufus akan menjadi raja negeri itu. Putra bungsunya, Henry, ia hibahi uang. Sesudah mempercayakan pemerintahan Inggris kepada William Rufus, William memberangkatkan putra keduanya itu ke Inggris pada tanggal 7 atau 8 September, dengan membawa sepucuk surat untuk Lanfrancus, berisi amanat kepada sang uskup agung untuk membantu Raja Inggris yang baru. Hibah lain mencakup anugerah-anugerah kepada Gereja serta uang yang harus dibagi-bagikan kepada kaum papa. William juga menitahkan pembebasan semua orang yang ia tawan, termasuk Odo, adik seibunya.[130]

Kekacauan timbul menyusul kemangkatan William. Begitu William menghembuskan nafas terakhirnya, semua orang yang berjaga di sisi ranjang langsung meninggalkan jenazahnya begitu saja di Rouen dan bergegas mengerjakan urusan pribadi masing-masing. Para rohaniwan di Rouen akhirnya mengupayakan agar jenazahnya diantar ke Caen, mengikuti wasiatnya untuk dikuburkan di fondasi gedung Biara Santo Stefanus yang didirikannya. Upacara pemakaman William, yang dihadiri para uskup dan para abas Normandia, juga Henry, putra bungsunya, dinodai gugatan seorang warga Caen yang mengaku disingkirkan secara tidak sah bersama keluarganya dari tanah tempat gereja biara Santo Stefanus dibangun. Sesudah buru-buru dilakukan pemeriksaan, diketahui bahwa pengakuan warga Caen tersebut memang benar, sehingga yang bersangkutan akhirnya diberi ganti rugi. Hal memalukannya lain terjadi pada saat pengebumian jenazah. Liang yang disiapkan ternyata tidak muat. Saat dijejalkan secara paksa ke dalam liang, jenasah meletus dan menguarkan bau busuk menjijikkan yang memenuhi ruangan gereja.[131]

Kubur William ditandai dengan ubin marmer dengan pahatan aksara Latin yang diperkirakan berasal dari awal abad ke-19. Kubur tersebut sudah berulang kali dibongkar sejak tahun 1087, pertama kali pada tahun 1522 atas perintah Sri Paus. Ketika itu jenazah kembali dikubur, tetapi pada tahun 1562, saat Prancis dilanda peperangan agama, kubur William sekali lagi dibongkar. Tulang-tulangnya tercerai-berai dan hilang, kecuali seruas tulang paha. Tulang inilah yang dikebumikan kembali pada tahun 1642 dan diberi penanda kubur baru, yang diganti 100 tahun kemudian dengan sebuah penanda yang lebih indah. Penanda indah ini dirusak saat Revolusi Prancis berkecamuk, tetapi akhirnya diganti dengan penanda yang ada sekarang.[132][w]

Warisan sejarah

sunting
 
Patung William Sang Penakluk di Falaise, Prancis

Konsekuensi langsung dari kemangkatan William adalah perang saudara antara Robert Courteheuse dan William Rufus, memperebutkan kekuasaan atas Inggris dan Normandia.[2] Bahkan sesudah William Rufus selaku Raja Inggris mangkat pada tahun 1100 dan digantikan adik bungsunya, Henry, kekuasaan atas Normandia dan Inggris masih terus menjadi biang keladi perseteruan antarsaudara sampai Henry berhasil menawan Robert Courteheuse dalam Pertempuran Tinchebray tahun 1106. Permasalahan-permasalahan seputar suksesi kepemimpinan tersebut justru mengakibatkan hilangnya kewenangan atas Normandia dari genggaman anak-anak William, karena kaum menak Norman mendapatkan kembali banyak kedaulatan mereka yang dulu dirampas William. Mereka juga kehilangan kedaulatan atas sebagian besar wilayah Maine, yang memberontak pada tahun 1089 dan untuk seterusnya mampu mempertahankan kemerdekaan mereka dari bangsa Norman.[134]

Aksi penaklukan yang dilancarkan William terhadap Inggris meninggalkan jejak yang dalam. Perubahan-perubahan di lingkungan Gereja, kaum menak, bahasa, dan budaya yang dipicu aksi penaklukan tersebut terus kekal sampai ke zaman modern. Aksi penaklukan William telah menciptakan kedekatan hubungan antara Inggris dan Prancis yang bertahan sepanjang Abad Pertengahan. Konsekuensi lain dari aksi invasi William adalah merenggangnya hubungan hubungan Inggris dengan Skandinavia yang sebelumnya sangat rapat. Rezim William membaurkan unsur-unsur ketatanegaraan Inggris dan unsur-unsur ketatanegaraan Norman sehingga melahirkan suatu sistem baru yang menjadi dasar negara kerajaan Abad Pertengahan di Inggris sepeninggalnya.[135] Seberapa mendadak dan seberapa jauh jangkauan perubahan-perubahan tersebut masih menjadi pokok perdebatan di kalangan sejarawan. Sejumlah sejarawan, misalnya Richard Southern, berpendapat bahwa penaklukan tersebut adalah perubahan tunggal paling radikal yang pernah terjadi dalam sejarah Eropa pada rentang waktu antara keruntuhan Roma sampai abad ke-20. Meskipun demikian, sejarawan-sejarawan lain seperti H. G. Richardson dan G. O. Sayles memandang perubahan-perubahan akibat penaklukan tersebut tidaklah seradikal sangkaan Richard Southern.[136] Menurut sejarawan Eleanor Searle, invasi yang dilancarkan William adalah "suatu rencana yang tidak akan pernah terbersit selain di dalam benak seorang pemimpin Skandinavia".[137]

Rezim William sudah menimbulkan kontroversi sebelum ia mangkat. Pujangga Guillaume de Poitiers mengagung-agungkan masa pemerintahan William berikut segala akibat baiknya, tetapi berita duka kemangkatan William di dalam Tawarikh Angli-Saksen justru berisi kecaman-kecaman keras terhadap dirinya.[136] Pada tahun-tahun pascapenaklukan, para politikus maupun pemimpin-pemimpin lain memanfaatkan sosok William dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masa pemerintahannya untuk mengilustrasi peristiwa-peristiwa politik yang pernah terjadi sepanjang sejarah Inggris. Pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth I, Uskup Agung Matthew Parker menganggap aksi penaklukan William sudah mencemari kemurnian Gereja Inggris yang hendak ia pulihkan. Pada abad ke-17 dan ke-18, sejumlah sejarawan dan pakar hukum menganggap rezim William sebagai pemaksaan "kuk Norman" kepada pribumi Angli-Saksen. Anggapan ini terus hidup pada abad ke-19 dengan tambahan bumbu-bumbu rasa kebangsaan. Segala kontroversi ini membuat beberapa sejarawan memandang William sebagai salah seorang pencipta kejayaan negeri Inggris, kalau bukan sebagai biang keladi salah satu kekalahan terbesar dalam sejarah bangsa Inggris. Yang lain memandangnya sebagai musuh konstitusi Inggris, kalau bukan sebagai penciptanya.[138]

Sentana

sunting

William dan Mathilde dikaruniai sekurang-kurangnya sembilan orang anak.[48] Urutan dan tanggal lahir putra-putra mereka tidak begitu jelas, malah tidak ada keterangan apa-apa tentang urutan dan tanggal lahir putri-putri mereka.[2]

  1. Robert Courteheuse, Adipati Normandia; lahir antara tahun 1051 dan 1054, wafat tanggal 10 Februari 1134;[48] kawin dengan Sibilla, anak perempuan Geoffrey, Bupati Conversano.[139]
  2. Richard; lahir sebelum tahun 1056, wafat sekitar tahun 1075.[48]
  3. William Rufus, Raja Inggris; lahir antara tahun 1056 dan 1060, wafat tanggal 2 Agustus 1100,[48] mangkat terbunuh di New Forest.[140]
  4. Henry, Raja Inggris; lahir menjelang akhir tahun 1068, wafat tanggal 1 Desember 1135;[48] kawin dengan Edith, anak perempuan Máel Coluim III, Raja Skotlandia; kemudian hari kawin lagi dengan Adeliza dari Louvain.[141]
  5. Adeliza (Adelida,[142] atau Adelaide[141]); wafat sebelum tahun 1113; dikabarkan bertunangan dengan Harold Putra Godwin; mungkin sekali menjadi biarawati di Saint-Léger de Préaux.[142]
  6. Cecilia, Abdis Biara Tritunggal Mahakudus, Caen; lahir sebelum tahun 1066, wafat tahun 1127.[48]
  7. Matilda;[2][142] lahir sekitar tahun 1061, wafat sekitar tahun 1086;[141] disebutkan di dalam Kitab Domesday sebagai salah seorang anak perempuan William.[48]
  8. Constance; wafat tahun 1090; kawin dengan Alain IV, Adipati Britania.[48]
  9. Adela; wafat tahun 1137; kawin dengan Étienne, Bupati Blois.[48]
  10. (Mungkin sekali) Agatha, tunangan Alfonso, Raja León dan Kastila.[x]

Tidak ada bukti bahwa William memiliki anak haram.[146]

Keterangan

sunting
  1. ^ Bahasa Norman Lama: Williame I; bahasa Inggris Kuno: Willelm I
  2. ^ William secara berkala disebut bastardus (si haram jadah) dalam sumber-sumber non-Norman dari masa hidupnya.[2]
  3. ^ Klaim Guillaume de Poitiers bahwa Edward naik takhta berkat jasa Adipati William patut diragukan kebenarannya, karena ketika itu William praktis tidak berdaulat di kadipatennya sendiri.[2]
  4. ^ Tanggal lahir William tidak dapat dipastikan karena para penulis tawarikh bangsa Norman menyajikan keterangan yang saling bertentangan. Menurut Ordericus Vitalis, William mengaku sudah berumur 64 tahun di saat sakratulmaut, yang berarti ia lahir sekitar tahun 1023. Meskipun demikian, Ordericus juga mengemukakan bahwa William berumur 8 tahun ketika ayahnya berangkat ke Yerusalem pada tahun 1035, yang berarti ia lahir pada tahun 1027. Menurut William dari Malmesbury, William berumur 7 ketika ayahnya berangkat, artinya ia lahir pada tahun 1028. Menurut sumber lain, De obitu Willelmi, William berumur 59 tahun ketika mangkat pada tahun 1087, artinya ia lahir pada tahun 1027 atau 1028.[9]
  5. ^ Dengan demikian, Emma dari Normandia adalah bibi ayahnya, dan Edward Pengaku Iman adalah saudara sepupu ayahnya.[10][11]
  6. ^ Anak perempuan Herleva dan Herluin de Conteville ini kemudian hari kawin dengan William, Tuan Tanah La Ferté-Macé.[9]
  7. ^ Walter dikaruniai dua orang anak perempuan. Salah seorang di antaranya menjadi biarawati, dan seorang lagi (bernama Matilda) kawin dengan Ralph Tesson.[9]
  8. ^ Pandangan Gereja maupun masyarakat terhadap status anak haram ketika itu sedang mengalami pergeseran. Di bawah pengaruh reformasi Gregorius, Gereja berpandangan bahwa dosa hubungan intim di luar ikatan perkawinan mencemari anak yang lahir dari hubungan tersebut, tetapi kaum menak tidak sepenuhnya sepaham dengan Gereja pada masa hidup William.[18] Status sebagai anak haram Henry Adisarjana (putra keempat William Sang Penakluk) menghalangi Robert FitzRoy menjadi Raja Inggris ketika Henry Adisarjana mangkat pada tahun 1135 tanpa meninggalkan keturunan laki-laki yang sah.[19]
  9. ^ Alasan pelarangan tidaklah jelas. Tidak ada keterangan apa-apa mengenai pelarangan tersebut dalam catatan-catatan Konsili Rheims, dan bukti utamanya adalah keterangan Ordericus Vitalis. Ordericus hanya sambil lalu menyebutkan bahwa hubungan kekerabatan William dan Mathilde terlalu dekat, tetapi tidak ada keterangan lebih lanjut, sehingga ihwal tersebut tidak dapat diketahui secara pasti.[42]
  10. ^ Tanggal perkawinan tidak diketahui, tetapi mungkin sekali perkawinan mereka dilangsungkan pada tahun 1051 atau 1052, dan pasti tidak lewat dari tahun 1053, karena Mathilda sudah disebut sebagai istri William di dalam sebuah piagam yang dikeluarkan pada paruh akhir tahun itu.[44]
  11. ^ Kedua biara tersebut adalah Abbaye-aux-Hommes (Biara Santo Stefanus) bagi kaum pria yang dibangun William sekitar tahun 1059, dan Abbaye aux Dames (Biara Tritunggal Mahakudus) bagi kaum wanita yang dibangun Mathilde kira-kira tujuh tahun kemudian.[47]
  12. ^ Ætheling berarti "anak raja" dan biasanya digunakan sebagai sebutan bagi putra atau saudara seorang raja yang sedang memerintah.[70]
  13. ^ Edgar Ætheling adalah pihak lain yang juga berhak mewarisi takhta Kerajaan Inggris,[74] hanya saja ia belum akil balig.[75] Mungkin sekali Edgar baru berumur 14 tahun per 1066.[76]
  14. ^ Tapestri Bayeux dapat saja menggambarkan pasukan William mengusung panji-panji Sri Paus, tetapi tidak ada gambar semacam itu pada permadani tersebut.[79]
  15. ^ William dari Malmesbury meriwayatkan bahwa William menerima tawaran Gytha, tetapi Guillaume de Poitiers meriwayatkan bahwa William menolaknya.[89] Para penulis modern yang menyusun biografi Harold sepakat bahwa William menampik tawaran Gytha.[90][91]
  16. ^ Sampai abad ke-11, para penulis tawarikh Abad Pertengahan sering kali hanya menyebut musim sebagai keterangan waktu dari sebuah peristiwa, sehingga tanggal pastinya tidak mungkin dapat diketahui.
  17. ^ Sejarawan Frank Barlow mengemukakan bahwa William pernah menderita di masa mudanya akibat ambisi Maugerius, pamannya sendiri, dan karena itu tidak ingin membuka peluang bagi terulangnya situasi yang sama.[101]
  18. ^ Edgar tetap menjadi anggota majelis istana William sampai berangkat ke negara kepangeranan bangsa Norman di kawasan selatan Italia pada tahun 1086.[107]
  19. ^ Meskipun Simon terbilang sebagai pendukung William, sesungguhnya Kabupaten Vexin berada di bawah kedaulatan Raja Philippe. Itulah sebabnya Philippe mengambil alih pemerintahan kabupaten itu ketika Simon menjadi rahib.[115]
  20. ^ Cap meterai tersebut bergambar seorang kesatria berkuda, dan merupakan contoh pertama dari meterai kesatria berkuda yang masih lestari hingga kini.[124]
  21. ^ Antara tahun 1066 sampai 1072, William hanya tinggal 15 bulan di Normandia, da bulan-bulan selebihnya ia lewatkan di Inggris. Sepulangnya ke Normandia pada tahun 1072, ia tinggal kira-kira 130 bulan lamanya di Normandia, dan hanya melwatkan waktu selama 40 bulan di Inggris.[125]
  22. ^ Menurut Kitab Domesday, nilai tanah-tanah raja empat kali lipat lebih tinggi daripada nilai tanah-tanah yang dikuasai tuan tanah terbesar kedua, yakni Odo, adik seibunya, dan tujuh kali lipat lebih tinggi daripada nilai tanah-tanah yang dikuasai tuan tanah terbesar ketiga, yakni Roger dari Montgomery.[128]
  23. ^ Tulang paha yang sekarang terkubur di tempat persemayaman jenazah William diduga sebagai tulang paha yang dulu dikebumikan kembali pada tahun 1642, tetapi sejarawan era Victoria, E. A. Freeman, berpendapat bahwa tulang paha tersebut sudah hilang pada tahun 1793.[133]
  24. ^ Guillaume de Poitiers meriwayatkan bahwa kedua raja Iberia, adik-beradik kandung, bersengketa satu sama lain lantaran sama-sama berniat mempersunting anak perempuan William.[143] Sejumlah sejarawan mengidentikkan "kedua raja Iberia" dalam riwayat tersebut dengan Raja Kastila, Sancho II, dan Raja Galisia, Garcia II, serta mengidentikkan "anak perempuan William" dengan Alberta, permaisuri Sancho II yang namanya tidak khas Iberia.[144] Menurut naskah Vita Simon de Crépy, yang tidak diketahui nama penulisnya, kedua bangsawan yang berebut meminang anak perempuan William adalah Raja León, Alfonso VI, dan Robert Guiscard, sementara William dari Malmesbury dan Ordericus Vitalis meriwayatkan bahwa anak perempuan William yang dijodohkan dengan Alfonso, "Raja Galisia", telanjur wafat sebelum bersanding di pelaminan. Di dalam Historia Ecclesiastica, Ordericus menyebutkan bahwa nama anak perempuan William tersebut adalah Agatha, "mantan tunangan Harold".[143][144] Keterangan ini justru bertentangan dengan keterangan Ordericus sebelumnya di dalam Gesta Normannorum Ducum bahwa tunangan Harold adalah anak perempuan William yang bernama Adelidis.[142] Catatan-catatan termutakhir seputar riwayat perkawinan Alfonso VI yang berbelit-belit itu membenarkan bahwa Alfonso VI memang bertunangan dengan anak perempuan William yang bernama Agatha,[143][144][145] sementara Douglas mengetepikan nama Agatha sebagai sebutan yang keliru untuk Adeliza.[48] Elisabeth van Houts tidak menentukan sikap. Ia menerima kemungkinan bahwa Adeliza pernah bertunangan sebelum menjadi biarawati maupun kemungkinan bahwa Agatha adalah anak perempuan William yang seorang lagi.[142]

Rujukan

sunting
  1. ^ a b c d Bates William the Conqueror hlm. 33
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x Bates "William I" Oxford Dictionary of National Biography
  3. ^ Collins Early Medieval Europe hlmn. 376–377
  4. ^ Williams Æthelred the Unready hlmn. 42–43
  5. ^ Williams Æthelred the Unready hlmn. 54–55
  6. ^ Huscroft Norman Conquest hlmn. 80–83
  7. ^ Huscroft Norman Conquest hlmn. 83–85
  8. ^ "William the Conqueror" History of the Monarchy
  9. ^ a b c d e Douglas William the Conqueror hlmn. 379–382
  10. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 417
  11. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 420
  12. ^ van Houts "Les femmes" Tabularia "Études" hlm. 19–34
  13. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 31–32
  14. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 32–34, 145
  15. ^ a b Douglas William the Conqueror hlmn. 35–37
  16. ^ Bates William the Conqueror hlm. 36
  17. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 37
  18. ^ Crouch Birth of Nobility hlmn. 132–133
  19. ^ Given-Wilson dan Curteis Royal Bastards hlm. 42
  20. ^ a b Douglas William the Conqueror hlmn. 38–39
  21. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 51
  22. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 40
  23. ^ Bates William the Conqueror hlm. 37
  24. ^ Searle Predatory Kinship hlmn. 196–198
  25. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 42–43
  26. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 45–46
  27. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 47–49
  28. ^ Bates William the Conqueror hlm. 38
  29. ^ Bates William the Conqueror hlm. 40
  30. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 53
  31. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 54–55
  32. ^ a b Douglas William the Conqueror hlmn. 56–58
  33. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 43–44
  34. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 59–60
  35. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 63–64
  36. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 66–67
  37. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 64
  38. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 67
  39. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 68–69
  40. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 75–76
  41. ^ a b c Bates William the Conqueror hlm. 50
  42. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 391–393
  43. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 76
  44. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 391
  45. ^ a b Bates William the Conqueror hlmn. 44–45
  46. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 80
  47. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 66–67
  48. ^ a b c d e f g h i j k Douglas William the Conqueror hlmn. 393–395
  49. ^ a b c Bates William the Conqueror hlmn. 115–116
  50. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 368–369
  51. ^ Searle Predatory Kinship hlm. 203
  52. ^ Huscroft Norman Conquest hlm. 323
  53. ^ Bates William the Conqueror hlm. 133
  54. ^ a b c Bates William the Conqueror hlm. 23–24
  55. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 63–65
  56. ^ a b Bates William the Conqueror hlm. 64–66
  57. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 111–112
  58. ^ a b Barlow "Edward" Oxford Dictionary of National Biography
  59. ^ a b Bates William the Conqueror hlmn. 46–47
  60. ^ a b Huscroft Norman Conquest hlmn. 93–95
  61. ^ Huscroft Norman Conquest hlmn. 86–87
  62. ^ Huscroft Norman Conquest hlmn. 89–91
  63. ^ Huscroft Norman Conquest hlmn. 95–96
  64. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 174
  65. ^ a b Bates William the Conqueror hlm. 53
  66. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 178–179
  67. ^ Huscroft Norman Conquest hlmn. 98–100
  68. ^ Huscroft Norman Conquest hlmn. 102–103
  69. ^ Huscroft Norman Conquest hlm. 97
  70. ^ Miller "Ætheling" Blackwell Encyclopaedia of Anglo-Saxon England hlmn. 13–14
  71. ^ Huscroft Norman Conquest hlmn. 107–109
  72. ^ Huscroft Norman Conquest hlmn. 115–116
  73. ^ a b c Huscroft Ruling England hlmn. 12–13
  74. ^ Bates William the Conqueror hlm. 78
  75. ^ Thomas Norman Conquest hlm. 18
  76. ^ Huscroft Norman Conquest hlm. 132
  77. ^ a b Huscroft Norman Conquest hlmn. 118–119
  78. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 79–81
  79. ^ a b c Huscroft Norman Conquest hlm. 120–123
  80. ^ a b c Carpenter Struggle for Mastery hlm. 72
  81. ^ Marren 1066 hlm. 93
  82. ^ Huscroft Norman Conquest hlm. 124
  83. ^ Lawson Battle of Hastings hlmn. 180–182
  84. ^ Marren 1066 hlmn. 99–100
  85. ^ Huscroft Norman Conquest hlm. 126
  86. ^ Carpenter Struggle for Mastery hlm. 73
  87. ^ Huscroft Norman Conquest hlmn. 127–128
  88. ^ Huscroft Norman Conquest hlm. 129
  89. ^ Williams "Godwine, earl of Wessex" Oxford Dictionary of National Biography
  90. ^ Walker Harold hlm. 181
  91. ^ Rex Harold II hlm. 254
  92. ^ Huscroft Norman Conquest hlm. 131
  93. ^ a b Huscroft Norman Conquest hlmn. 131–133
  94. ^ a b c d Huscroft Norman Conquest hlmn. 138–139
  95. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 423
  96. ^ a b Carpenter Struggle for Mastery hlmn. 75–76
  97. ^ a b c Huscroft Ruling England hlmn. 57–58
  98. ^ a b Carpenter Struggle for Mastery hlmn. 76–77
  99. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 225
  100. ^ a b c Bates William the Conqueror hlmn. 106–107
  101. ^ a b Barlow English Church 1066–1154 hlm. 59
  102. ^ Turner, French Historical Studies, hlm.521.
  103. ^ Douglas William the Conqueror pp. 221–222
  104. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 223–225
  105. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 107–109
  106. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 228–229
  107. ^ a b c Bates William the Conqueror hlm. 111
  108. ^ a b Bates William the Conqueror hlm. 112
  109. ^ a b c d Douglas William the Conqueror hlmn. 231–233
  110. ^ a b Douglas William the Conqueror hlmn. 230–231
  111. ^ Pettifer English Castles hlmn. 161–162
  112. ^ a b Williams "Ralph, earl" Oxford Dictionary of National Biography
  113. ^ Lewis "Breteuil, Roger de, earl of Hereford" Oxford Dictionary of National Biography
  114. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 181–182
  115. ^ a b Bates William the Conqueror hlmn. 183–184
  116. ^ Bates William the Conqueror hlm. 193
  117. ^ Pettifer English Castles hlm. 151
  118. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 147–148
  119. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 154–155
  120. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 148–149
  121. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 152–153
  122. ^ Young Royal Forests hlmn. 7–8
  123. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 118–119
  124. ^ a b c Bates William the Conqueror hlmn. 138–141
  125. ^ a b Bates William the Conqueror hlmn. 133–134
  126. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 136–137
  127. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 151–152
  128. ^ Bates William the Conqueror hlm. 150
  129. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 198–202
  130. ^ a b c Bates William the Conqueror hlmn. 202–205
  131. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 207–208
  132. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 362–363
  133. ^ Douglas William the Conqueror hlm. 363 catatan kaki No. 4
  134. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 208–209
  135. ^ Bates William the Conqueror hlmn. 210–211
  136. ^ a b Clanchy England and its Rulers hlmn. 31–32
  137. ^ Searle Predatory Kinship hlm. 232
  138. ^ Douglas William the Conqueror hlmn. 4–5
  139. ^ Thompson "Robert, duke of Normandy" Oxford Dictionary of National Biography
  140. ^ Barlow "William II" Oxford Dictionary of National Biography
  141. ^ a b c Fryde, dkk., Handbook of British Chronology, hlm. 35
  142. ^ a b c d e Van Houts "Adelida" Oxford Dictionary of National Biography
  143. ^ a b c Salazar y Acha "Contribución al estudio" Anales de la Real Academia hlmn. 307–308
  144. ^ a b c Reilly Kingdom of Leon-Castile Under Alfonso VI hlm. 47
  145. ^ Canal Sánchez-Pagín "Jimena Muñoz" Anuario de Estudios Medievales hlm. 12–14
  146. ^ Given-Wilson and Curteis Royal Bastards hlm. 59

Sumber

sunting

Pranala luar

sunting
William sang Penakluk
Lahir: 1028 Meninggal: 9 September 1087
Didahului oleh:
Edgar Ætheling
Raja Inggris
1066–1087
Diteruskan oleh:
William Rufus
Didahului oleh:
Robert Gemilang
Adipati Normandia
1035–1087
Diteruskan oleh:
Robert Courteheuse