Gunung Malabar

gunung di Indonesia

Gunung Malabar (Aksara Sunda Baku: ᮌᮥᮔᮥᮀ ᮙᮜᮘᮁ) merupakan sebuah gunung api yang puncaknya berada di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kompleks Pegunungan Malabar merupakan rangkaian beberapa gunung, yaitu gunung Puntang dengan Puncak Mega-nya (2.222 m dpal), Gunung Haruman (2.141 m dpal) dan Gunung Malabar sendiri dengan puncaknya disebut dengan Puncak Besar 2,343 meter di atas permukaan laut.

Gunung Malabar
Pemandangan dengan latar belakang Gunung Malabar pada tahun 1923
Titik tertinggi
Ketinggian2.343 m (7.687 kaki)
Geografi
Malabar di Jawa
Malabar
Malabar
Letak Gunung Malabar di Pulau Jawa
LetakJawa Barat, Indonesia
PegununganSelatan Jabar
Geologi
Jenis gunungStratovolcano

Gunung Malabar mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montana, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Gunung Malabar identik dengan perkebunan teh yang didirikan oleh Bosscha.

Asal usul

sunting

Nama Malabar sudah dikenal dan diabadikan dalam nama kerajaan, yaitu Kerajaan Malabar (abad IV-V M). kerajaan ini merupakan satu di antara 46 kerajaan wilayah di bawah Kerajaan Tarumanagara, seperti yang tercantum dalam pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara, yang merupakan prosiding seminar yang dipimpin oleh Pangeran Wangsakerta dari Keraton Cirebon tahun 1677 M.

Di mana lokasi bekas kerajaan Malabar itu? Ini pekerjaan rumah yang belum pernah dijawab. Tampaknya untuk berhipotesis di mana lokasi bekas Kerajaan Malabar pun kita tak mampu.

Nama Malabar sudah sangat terkenal pada saat itu, boleh jadi di puncak-puncaknya ada tempat-tempat yang disucikan sehingga seorang Bujangga Manik, rahib Kerajaan Sunda pada abad ke-15 sudah sangat mengenali gunung ini. Bujangga Manik menulis gunung ini dengan sebutan Bukit Malabar, seperti yang ditulisnya dalam perjalanan sucinya mengelilingi Pulau Jawa dan Pulau Bali.

“….Sadari aing ti inya,

cunduk ka Mandala Beutung,

ngalalar ka Mulah Beunghar,

landeuheun ka Tigal Luar,

ka tukang Bukit Malabar,

ka gédéng Bukit Bajogé….”

 
Gunung Malabar dilihat dari Soreang

Arti kata Malabar yang sangat termasyhur melewati rentangan zaman. Kata malabar sesungguhnya tidak biasa terdengar dalam ucapan bahasa Sunda sehingga orang selalu menghubungkan kata ini dengan nama tempat yang ada di India.

Jonathan Rigg (1862) berpendapat lain. Bisa jadi malabar berasal dari kata labar-lébér atau lébér-labar, yang berarti meluber, melebar ke semua arah. Penambahan awalan ma, yang sekarang menjadi tidak produktif dipergunakan dalam bahasa Sunda, namun dalam bahasa Sunda lama hal itu sudah biasa sehingga menjadi kata yang menggambarkan keadaan atau peristiwa yang terjadi, dan menjadi enak diucapkan. Seperti kata lébér menjadi malébér, labar menjadi malabar, rieus – marieus, seuseup – manyeusep, dan lain-lain.

Tampaknya, penamaan itu erat kaitannya dengan geomorfologi, bentuk muka bumi gunung ini yang besar, yang lereng-lerengnya meluber, melebar ke semua arah. Letusannya pada masa prasejarah, laharnya meluber mengisi lembah-lembah hingga jauh ke utara mengisi bagian tengah dari Cekungan Bandung. Pastilah saat letusan dahsyat terakhir itu pun, manusia Bandung belum menghuni tempat ini.

Gunung Malabara berada pada garis lintang 7.13°S-7°8`0″S dan garis bujur 107.65°E-107°39`0″E.[butuh rujukan] Ketinggiannya adalah 2.3219 meter di atas permukaan laut.[1] Gunung Malabar tidak digolongkan ke dalam gunung api aktif karena gunung ini tidak diketahui letusannya dan sudah lama padam, atau sedang beristirahat menghimpun kembali energinya untuk kembali meledak?

Bila dilihat dari Kota Bandung, lereng-lerengnya sudah teriris-iris oleh kekuatan air. Dalam jangka waktu yang panjang, kekuatan air itu telah mengerosi lereng membentuk lembah-lembah yang dalam dan lebar. Kenyataan ini menunjukkan bahwa umur Gunung Malabar sudah tergolong tua.

Kapan Gunung Malabar aktif dan kemudian ambruk, masih menyimpan teka-teki. Banyak pendapat mengenai hal ini, tetapi belum ada yang menyintesiskan dengan baik, masih berupa kepingan-kepingan yang terpisah. R. Soeria-Atmadja, et al. (1991) dalam tulisannya, The Tertiary Magmatic Belts in Java, menulis bahwa gunung ini aktif antara 4,4 – 2,6 juta tahun yang lalu. Kemudian, Edy Sunardi (1996) dalam disertasinya, “Magnetic Polarity Stratigraphy of the Plio-Pleistocene Volcanic Rocks around the Bandung Basin, West Java, Indonesia”, diketahui umur aliran lava di kaki Gunung Malabar, yaitu di tiga tempat di Gunung Koromong, Baleendah, hasilnya menunjukkan bahwa lava di sana berumur 3,40, 3,07, dan 2,87 juta tahun yang lalu.

Dalam peta geologi lembar Garut dan Pameungpeuk yang dibuat M. Alzwar, N. Akbar, dan S. Bachri (1992), dapat kita amati penampang yang memotong Gunung Malabar, di sana terlihat bahwa gunung ini terbangun di antaranya oleh aliran lava yang mengalir hingga ke utara, seperti yang diukur oleh Edy Sunardi, kemudian diikuti letusan yang menghasilkan material yang berupa perselingan lava, breksi, dan tuf yang ketebalannya antara 500 – 1.000 meter lebih dengan radius 15 km, yang terjadi pada awal Plistosen.

Selang beberapa ratus ribu tahun kemudian, terjadi patahan yang memanjang lebih dari 25 km arah barat – timur, dengan bagian selatannya yang turun. Pada Plistosen tengah, gunung ini aktif kembali dengan dahsyatnya, material letusannya mengisi lembah patahan, terdiri dari tuf dan breksi yang mengandung sedikit batu apung dan lava dengan ketebalan antara 100 – 1.000 meter lebih dengan radius 10 km.

Untuk mengetahui kronologi dan besaran letusan Gunung Malabar secara terperinci dan akurat memang perlu penelitian khusus. Tampaknya harus ada penelitian untuk disertasi yang mengambil judul ini sehingga akan diketahui sejarah gunung ini dengan baik, seperti yang pernah dilakukan Mochamad Nugraha Kartadinata (2005) untuk kronologi letusan Gunung Sunda.Gunung Malabar adalah sumber inspirasi dari nama Kereta Api Malabar untuk mengangkut penumpang yang bertujuan untuk wisata ke Bandung maupun luar kota.

Lihat juga

sunting

Galeri

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Pepep DW. (Juli 2019). Mumtaz, Fairuzul, ed. Manusia dan Gunung. Sleman: Djeladjah Pustaka. hlm. 117. ISBN 978-602-51833-0-0. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-29. Diakses tanggal 2023-05-29.