Hak asasi interseks
Orang-orang interseks terlahir dengan karakteristik jenis kelamin (seperti kromosom, gonad atau kelamin) yang "tidak sesuai dengan gagasan biner tubuh laki-laki dan perempuan" (seperti yang dijelaskan oleh Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia).[1]
Orang-orang interseks menghadapi stigmatisasi dan diskriminasi sejak lahir, khususnya saat variasi interseks terlihat jelas. Di beberapa negara (khususnya di Afrika dan Asia), ada yang dibunuh saat masih kecil, ditinggalkan atau distigmatisasi oleh keluarganya sendiri. Ibu-ibu di Afrika Timur dapat dituduh sebagai penyihir, dan kelahiran anak interseks dianggap sebagai kutukan.[2][3][4]
Balita dan anak interseks (seperti mereka yang punya bentuk kelamin yang ambigu) sering kali menjadi korban operasi dan/atau terapi hormon dengan tujuan agar mereka memiliki karakter jenis kelamin yang diterima oleh masyarakat. Salah satu tindakan yang mungkin juga dilakukan adalah sterilisasi. Tindakan ini ditentang oleh kelompok interseks dan tidak ada bukti bahwa tindakan-tindakan tersebut akan berdampak positif.[5] Beberapa hak yang dilanggar oleh intervensi medis secara paksa pada anak-anak interseks adalah:
- Hak untuk hidup.[6]
- Hak privasi, termasuk hal atas otonomi pribadi atau penentuan nasib sendiri terkait dengan terapi medis.[7][8]
- Pelarangan penyiksaan dan perlakuan yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.[7][9]
- Hak atas integritas fisik[10] dan/atau otonomi tubuh.[11][12]
- Kepentingan-kepentingan terbaik anak mungkin dilanggar oleh operasi medis yang dimaksudkan untuk memuaskan keinginan orang tua atau masyarakat.[8]
Isu-isu ini mulai diakui sebagai pelanggaran hak asasi manusia oleh badan-badan PBB,[9][13] parlemen Australia,[7] serta institusi etika Jerman dan Swiss.[8] Organisasi-organisasi interseks juga telah mengeluarkan pernyataan gabungan dalam beberapa tahun terakhir, seperti Deklarasi Malta yang dikeluarkan oleh Forum Interseks Internasional ketiga.
Pada tahun 2011, Christiane Völling berhasil memenangkan tuntutan pertama terhadap seorang ahli bedah yang telah melakukan bedah tanpa persetujuan dari pasien.[14] Pada tahun 2015, Dewan Eropa mengakui hak interseks untuk tidak dipaksa mengikuti terapi penentuan kelamin.[6] Pada April 2015, Malta menjadi negara pertama yang melarang intervensi medis tanpa persetujuan dari pasien untuk mengubah anatomi kelamin.[11][15]
Catatan kaki
sunting- ^ "Free & Equal Campaign Fact Sheet: Intersex" (PDF). United Nations Office of the High Commissioner for Human Rights. 2015. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 28 March 2016.
- ^ Civil Society Coalition on Human Rights and Constitutional Law; Human Rights Awareness and Promotion Forum; Rainbow Health Foundation; Sexual Minorities Uganda; Support Initiative for Persons with Congenital Disorders (2014). "Uganda Report of Violations based on Sex Determination, Gender Identity, and Sexual Orientation". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-05-03. Diakses tanggal 2017-12-11.
- ^ Grady, Helen; Soy, Anne (May 4, 2017). "The midwife who saved intersex babies". BBC World Service, Kenya. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-05-15. Diakses tanggal 2017-12-11.
- ^ Beyond the Boundary - Knowing and Concerns Intersex (October 2015). "Intersex report from Hong Kong China, and for the UN Committee Against Torture: the Convention against Torture and Other Cruel Inhuman or Degrading Treatment or Punishment". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-26. Diakses tanggal 2017-12-11.
- ^ "Submission 88 to the Australian Senate inquiry on the involuntary or coerced sterilisation of people with disabilities in Australia". Australasian Paediatric Endocrine Group (APEG). 27 June 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-17. Diakses tanggal 2017-12-11.
- ^ a b Council of Europe; Commissioner for Human Rights (April 2015), Human rights and intersex people, Issue Paper, diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-01-06, diakses tanggal 2017-12-11
- ^ a b c Australian Senate Community Affairs Committee (October 2013). "Involuntary or coerced sterilisation of intersex people in Australia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-23. Diakses tanggal 2017-12-11.
- ^ a b c Swiss National Advisory Commission on Biomedical Ethics NEK-CNE (November 2012). On the management of differences of sex development. Ethical issues relating to "intersexuality".Opinion No. 20/2012 (PDF). 2012. Berne. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2015-04-23. Diakses tanggal 2017-12-11.
- ^ a b "Report of the UN Special Rapporteur on Torture" (PDF). Office of the UN High Commissioner for Human Rights. February 2013. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2016-08-24. Diakses tanggal 2017-12-11.
- ^ United Nations; Committee on the Rights of Persons with Diabilities (April 17, 2015). Concluding observations on the initial report of Germany (advance unedited version). Geneva: United Nations.
- ^ a b Star Observer (2 April 2015). "Malta passes law outlawing forced surgical intervention on intersex minors". Star Observer. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-08-14. Diakses tanggal 2017-12-11.
- ^ Cabral, Mauro (April 8, 2015). "Making depathologization a matter of law. A comment from GATE on the Maltese Act on Gender Identity, Gender Expression and Sex Characteristics". Global Action for Trans Equality. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-04. Diakses tanggal 2015-07-03.
- ^ "Eliminating forced, coercive and otherwise involuntary sterilization, An interagency statement". World Health Organization. May 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-11. Diakses tanggal 2017-12-11.
- ^ "German Gender-Assignment Case Has Intersexuals Hopeful". DW.COM. Deutsche Welle. 12 December 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-22. Diakses tanggal 2015-12-21.
- ^ Reuters (1 April 2015). "Surgery and Sterilization Scrapped in Malta's Benchmark LGBTI Law". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-04. Diakses tanggal 2017-12-11.