Hamam Jafar
Hamam Jafar adalah anak pertama dari dua bersaudara dari "lulusan" Pondok Gontor, dan Institut Pendidikan Darussalam, 1965, di Gontor Ponorogo. Menikah dengan Yuhanah -sepupunya- pada tahun 1961. Kiai yang suka ikan Lele ini punya dua anak, semuanya mengikuti pendidikan di pesantren yang dipimpinnya.[1]
Hamam menjadikan pesantren bukan hanya tempat mengaji, tetapi juga menjadi lembaga ilmu untuk menjawab kepentingan manusia. Dia melihat contoh dalam kehidupan yang harus juga diurus dalam pesantren seperti mengetahui dan menentukan bulan Ramadhan harus diketahui dahulu ilmu perbintangan, ilmu falaq dan hisab. Juga, untuk membagi warisan harus mengetahui ilmu hitung.[1]
Kiai Hamam banyak bertolak dari lingkungannya karena ia sadar bahwa,"Apa yang kita perlukan, apa yang kita miliki, apa yang jadi tantangan dan hambatannya hanya kita sendiri yang tahu."
Ini bukan berarti ia menolak ilmu dari luar tetapi "Kita harus mengambil yang cocok dengan lingkungan disini," tambahnya. Oleh sebab itu, ia menyayangkan pihak-pihak yang mengagungkan pendidikan dari luar padahal di sini ada sistem yang lebih sesuai dengan kondisi -pesantren dan Taman Siswa misalnya.[1]
Referensi
sunting- ^ a b c APA & SIAPA sejumlah orang Indonesia 1985-1986. Tempo (Jakarta, Indonésie) (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: Grafiti Pers. 1986. ISBN 979-444-006-X. OCLC 37095471.