Hanindawan

Aktor Indonesia

Hanindawan Sutikno atau lebih dikenal dengan nama Hanindawan (lahir 4 Desember 1959) adalah tokoh sastra dan teater berkebangsaan Indonesia. Dia adalah pemimpin Teater Gidag Gidig Solo sejak sejak 1982. Hanindawan merupakan salah satu pelopor berkembangnya kelompok-kelompok teater di Surakarta melalui karya-karyanya. Saat ini, dia tercatat sebagai karyawan di Taman Budaya Jawa Tengah untuk divisi teater. Kemampuannya di bidang teater, menjadikannya dia ditunjuk sebagai pemoles gaya pidato presiden Republik Indonesia, Jokowi.[1][2]

Hanindawan Sutikno
Lahir(1959-12-04)4 Desember 1959
Surakarta, Jawa Tengah
PekerjaanAktor Sastrawan
Tahun aktif1976 - sekarang

Kehidupan pribadi

sunting

Sejak usia mudia, Hanindawan sudah mencintai dunia kesenian. Rumahnya yang tak jauh dari RRI Surakarta, di mana di situ sering diselenggarakan pertunjukan kesenian melecut minatnya untuk selalu menyaksikan. Saat itu, usia Hanin masih SD dan tinggal bersama neneknya, dan memilih tidak ikut ayahnya pindah ke Jakarta.[3]

RRI Surakarta merupakan pusat kegiatan kesenian di Solo. Hampir setiap malam ada pementasan wayang kulit, wayang orang, ketoprak, pembacaan puisi, keroncong, dan berbagai kesenian rakyat lainnya. Dalam lingkungan seperti itulah Hanin kecil mengawali perkenalannya dengan kesenian. Dia menonton pertunjukan di panggung RRI dengan cara mbludhus (masuk sembunyi-sembunyi tanpa membeli tiket) yanya untuk memenuhi hasrat menontonnya.[4]

Saat masuk SMAN 4 Surakarta, 1977, atas ajakan seorang teman, dia bergabung dengan kelompok teater remaja yang semua anggotanya siswa SMA setempat. Kelompok itu, Teater Gidag Gidig, didirikan pada 21 Desember 1976, dipimpin oleh Bambang Sugiarto, kakak kelas Hanin, yang juga sutradara. Lulus SMA, 1980, Hanindawan masuk Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret Solo. Padahal semasa SMA dia dari jurusan IPA. Sastra Indonesia dipilih karena paling dekat dengan hobinya, berteater.

Di kampus, aktivitas teater Hanin kian menjadi. Namun, dia malah merasa jenuh. Kejenuhan itu timbul, karena dorongan berteater dalam diri yang sangat kuat tetapi tak terwadahi dalam ekspresi kelompok yang stagnan. Maka, pada 1982, Hanin memutuskan berhenti dari Gidag Gidig. Tapi beberapa bulan kemudian, Bambang Sugiarto justru menghubunginya dan meminta aktif kembali, bahkan ditawari untuk memimpin dan melatih anggota-anggota baru.

Gidag Gidig dan Hanindawan selanjutnya bagai dua sisi mata uang. Anggotanya, kini tak lagi anak-anak SMA setempat tetapi bersama kelompok ini pula Hanin menyebarkan ’virus’ teater di sekolah-sekolah di Solo sekitarnya, dan tahun 1990 adalah saat di mana mencapai puncak kreativitas kelompok-kelompok teater di Solo.

Sejak 1990, Hanindawan tercatat sebagai karyawan di Taman Budaya Jawa Tengah Surakarta. Dia dipercaya mengurus komite teater yang bertugas melayani dan mengakomodasi kelompok teater yang hendak berpentas di TBJT.

Penyutradaraan

sunting
  • Dag Dig Dug,Dor (2004)
  • Bukan Boneka Patah (1998)
  • Merdeka Sakit (1994)
  • Pedati Kita Di Kubangan (1993)
  • Wabah (1993)
  • Obrok Owok-Owok, Ebrek Ewek-Ewek/Danarto
  • Tengul, Umang-Umang, Mega Mega, Kucak Kacik, Kapai Kapai (Arifin C. Noer)
  • Karto Luwak

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting