Herman Cornelis Hartevelt
Herman Cornelis Hartevelt (lahir tahun 1890 di Leiden, Belanda) adalah Gubernur Jawa Timur yang terakhir pada masa Hindia Belanda. Ia menjabat sejak tahun 1941 hingga tahun 1942.
Herman Cornelis Hartevelt | |
---|---|
Lahir | 1890 leiden,belanda |
Meninggal | tak diketahui tak diketahui |
Kebangsaan | belanda |
Pendidikan | Eindexamen Gymnasium, Eindexamen Nederlandsch-Indie Administratie Dienst, Doctoraal Examen Nederlandsch Indie Recht dan Klein Notariaat. |
Masa jabatan | 9 juli 1941-1942 |
Orang tua |
|
|
Pendidikan
suntingHerman Cornelis Hartevelt, menyelesaikan pendidikannya di Eindexamen Gymnasium, Eindexamen Nederlandsch-Indie Administratie Dienst, Doctoraal Examen Nederlandsch Indie Recht dan Klein Notariaat.
Karier politik
suntingKariernya dalam pemerintahan diawali sebagai Adspirant Controleur di Keresidenan Kedu, melalui besluit penunjukkan tanggal 27 Agustus 1917, No. 69.Dalam usianya yang masih 27 tahun. Kariernya terus meningkat ketika ia diangkat lagi sebagai Asisten Resident voor de Politie di residensi Malang pada tanggal 27 Juni 1928 No. 10
Hartevelt pernah diangkat sebagai Residen Kota Pekalongan, sebelum diangkat sebagai gubernur Jawa Timur. Dedikasinya yang tinggi dalam pemerintahan membuatnya terpilih sebagai gubernur Jawa Timur melalui Besluit Gubernur Jenderal tanggal 9 Juli 1941.
Sebagai seorang intelektual
suntingSebagai seorang intelektual yang juga notaris, Hartevelt menguasai 3 bahasa asing, yaitu: Inggris, Prancis dan Jerman. Kepandaiannya bergaul dengan pribumi dimanfaatkan untuk belajar bahasa daerah di mana dia bertugas. Meskipun tidak terlalu pandai, ia cukup mampu berkomunikasi dalam bahasa Melayu, Jawa dan Sunda.
Berdasarkan catatan conduite staat yang dikeluarkan oleh Departemen van Binnenlandsch Bestuur diketahui bahwa ia seorang yang penuh ide cemerlang. Ia cakap dan tanpa ragu memimpin daerah yang menjadi tanggung jawabnya. Ia pernah menjadi anggota Raad van Regentschappen dan College van Gemiteerden. Dia mampu bekerja sama dengan anggota-anggota lain dalam menjalankan pemerintahan daerah. Tidak aneh jika pemerintah memberikan jabatan yang lebih tinggi atas Prestasi yang diraih, yaitu Gubernur Jawa Timur
Selama masa pemerintahannya
suntingtidak banyak kebijakan yang diambil. Itu bisa dipahami, karena ia tidak lama menjabat sebagai Gubernur di Jawa Timur. Mula-mula ia mengusulkan Mr. Ali Sastroamidjojo untuk mengisi lowongan anggota komisi Verzoekschriften dalam Provinciaal Blad dan Jawa Timur. Usul ini disampaikan pada Provinciaal Raad melalui College van Gedeputeerden.
Pada saat yang sama Gubernur Hartevelt juga menyampaikan usulan peraturan tunjangan perjalanan bagi para pejabat di Propinsi Jawa Timur. Pada Provinciaal setempat. Di dalamnya berisi apa macam perjalanan yang diberi tunjangan, besarnya tunjangan, siapa saja yang berhak menerima, berapa lama, dan lain-lain. Usulan peraturan-peraturan tunjangan perjalanan diterima dewan dan diputuskan pada tanggal 5 Agustus 1941 N. P 1/9/15.
Dalam rangka pemilihan anggota Dewan Kabupaten Banyuwangi (Regentschaap Raad), Gubernur Hartevelt mengusulkan pada Dewan Propinsi Jawa Timur, untuk menunjuk sejumlah pribumi (bukan orang-orang Belanda) sebagai anggota dewan Kabupaten Banyuwangi serta menunjuk daerah-daerah pemilihnya. Ada 7 anggota pribumi-non Belanda yang dipilih. 7 orang dari distrik Banyuwangi, 2 orang dari distrik Genteng, 2 orang dari distrik Rogodjampi, dan 1 orang dari distrik Blambangan.
Masalah pengairan rupanya menjadi dilema kota dari masa ke masa. Mengingat kesulitan air minum yang dialami warga Surabaya dan sekitarnya. Gubernur Hartevelt berinisiatif mengajukan pinjaman uang untuk mendanai pengadaan pipa air minum baru bagi kotapraja Surabaya. Ternyata masalah air minum ini sudah ada sebelumnya. Ini terbukti dengan adanya surat dari Fuchter, Burgermeester pada Dewan Propinsi Surabaya yang kemudian ditindaklanjuti oleh Gubernur Hartevelt.
Usul pinjaman uang untuk pembangunan pipa air minum baru ini melibatkan banyak pihak, seperti: Burgermeester Surabaya, Residen dan Ketua Komisi Irigasi Pasuruan di Malang, bagian anggaran (Begrooting en Comptabiliteit), Kepala Provinciale Waterstaat van Oost-Java, Kepala Proncialen Dienst der Vollsgezonheid, Provincialen Kas Houder, dan Bagian Algemeene Zaken. Usulan ini pun akhirnya disetujui oleh Dewan Propinsi yang dituang dalam keputusan tanggal 5 Agustus 1941.
Khusus mengenai anggota Dewan Propinsi Jawa Timur, Gubernur Hartevelt berkirim surat pada Gubernur Jenderal Hindia Belanda melalui Direktur Binnenland Bestuur, mengenai alasan penunjukan RAA. Moh. Notohadisoeijo. Melalui surat rahasianya, ia menyebutkan bahwa ada 2 calon anggota Dewan Propinsi. Calon pertama adalah M. Soedarman, Patih Panaroekan dan calon kedua adalah Mr. R. Soejotjokro, ketua Landraad Situbondo (Panaroekan). Keduanya tidak disetujui oleh sejumlah partai politik.
Sementara RAA. Moh. Notohadisoerjo, dia adalah mantan Bupati Banyuwangi yang tinggal di Kalibaru, tidak didukung oleh partai politik. Akhirnya Raad van Nederland Indie dalam rapat tertutupnya memberikan saran pada Dewan Propinsi. Melalui surat Sekretaris Pemerintah pada Direktur Binnenland Bestuur, ditunjuklah Mas Soedarman sebagai anggota Dewan Propinsi Jawa Timur dan disetujui oleh berbagai pihak.
Tidak banyak berita yang bisa diambil pada masa pemerintahan HC Hartevelt. Ini karena tidak lama ketika pemerintahannya berlangsung, Jepang menduduki wilayah Jawa. Sejak itu pula tidak ada sumber tertulis dan arsip yang menyebut keberadaan Gubernur HC. Hartevelt. Ini bisa dimaklumi, karena Jepang memang memporakporandakan pemerintah Belanda, bahkan semua yang berbau Belanda.
Masa penjajahan jepang
suntingSebagai gambaran akhir pemerintahan Gubernur Hartevelt dan awal pendudukan Jepang di Jawa Timur, disebutkan catatan harian seorang pedagang Belanda. Dia mencatat keadaan perekonomian di Surabaya dan sekitarnya pada sekitar Maret 1942. Angkutan kereta api masih tetap berjalan dari Malang menuju Gempol. Kereta api dari Porong menuju Wonokromo dan kembali lagi. Tetapi pada esok harinya, semua penumpang dan barang bawaannya terpaksa harus berhenti di tengah jalan. Untuk melanjutkan perjalanan, mereka harus jalan kaki atau naik dokar. Untuk satu kali perjalanan, seorang kusir meminta imbalan uang 1 gulden.
Situasi amat mencekam dan tegang. Banyak kanor dan toko orang Belanda tutup. Demikian pula Pecinan terasa lengang. Banyak toko dan keluarga yang kekurangan barang kebutuhan karena lalu lintas terhambat. Digambarkan tentara Jepang berhasil menduduki Gedung Lindeteves, Handels Vereeniging, kantor Eerdmann dan Sielcken, kantor van de Internatio dan Borsumij. Pasar tidak berani lagi melakukan aktivitasnya, dan harga-harga melambung tinggi.
Keadaan makin tidak menentu dari hari ke hari, selama beberapa tahun. Orang-orang Belanda banyak yang ditawan oleh Tentara Kekaisaran Jepang
Ketika indonesia merdeka
suntingTidak ada berita dan sumber tertulis yang menyebut Gubernur terakhir Jawa Timur ini. Hingga akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan beberapa tokoh Bangsa Indonesia lain mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.Dan ini menandai lahirnya Negara baru Indonesia.