Hilf al-Fudul

(Dialihkan dari Hilful Fudul)

Hilf al-Fudul (Arab: حلف الفضول) adalah sebuah persekutuan para pemuka di Mekah, termasuk Muhammad muda, yang terjadi pada abad ke-7 sebelum masa kenabian. Persekutuan ini diadakan untuk menjaga ketertiban dan keadilan dalam perdagangan, yang menjadi urat nadi kehidupan penduduk Mekah. Hilf al-fudul dapat diterjemahkan sebagai Persekutuan Para Pemuka Mekah.[1]

Latar Belakang Sejarah sunting

Sebelum adanya Hilf al-Fudul, suku Quraish kerap terlibat dalam konflik berkepanjangan. Banyak dari para pemuka Quraisy yang telah melakukan perjalanan ke luar wilayah Arab, seperti Suriah dan Etiopian, dan di sana mereka melihat iklim yang relatif lebih aman dan tenang dibandingkan dengan di Jazirah Arabia.[2]

Pasca Perang Fijar, kaum Quraisy menyadari bahwa jatuhnya prestise Mekkah disebabkan ketidakmampuan mereka untuk menyelesaikan perselisihan dan terbentuknya banyak fraksi.

Kasus Pedagang Yaman sunting

Dikisahkan ada seorang pedagan Yaman dari wilayah Zabid telah melakukan transaksi jual beli dengan seorang terpandang dari klan Sahm. Namun orang Sahm tersebut menolak untuk membayar harga yang telah disepakati. Hal ini dia lakukan karena tahu bahwa si pedagang tidak memiliki ikatan dan pelindung dari suku-suku Arab di Mekah, sehingga tidak akan ada yang membelanya. Tapi pedagang Yaman itu tidak kehilangan akal. Dia kemudian meminta keadilan kepada para pemuka Qurays.[2]

Formasi sunting

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, sebuah pertemuan diadakan di rumah Abdullah ibn Jada'an.[3] Pada pertemuan tersebut, beberapa kepala suku dan anggota suku bersepakat untuk:[4]

  • menghormati prinsip-prinsip keadilan, dan
  • secara kolektif ikut serta dalam menegakan keadilan dalam berbagai konflik yang terjadi.

Untuk menghormati kesepakatan yang dibuat, mereka kemudian pergi ke kabah dan menuangkan air ke atas hajar aswad, lalu setiap orang diberi kesempatan untuk minum air tersebut sebagai tanda kesetiaan akan kesepakatan yang telah dibuat. Kemudian mereka mengangkat tangan kanan mereka di atas kepala mereka untuk menunjukkan mereka akan bersama-sama menegakkan kesepakatan ini.[2] Isi perjanjian ditulis dan ditempatkan di dalam kabah, tempat yang dipercaya ada di bawah perlindungan Allah.[5]

Di antara anggota suku yang menyetujui kesepakatan ini adalah Muhammad.[4] Abu Bakar juga dikisahkan telah setuju untuk kesepakatan ini,[4] mengingat rumah Abdullah ibn Jada'an yang digunakan sebagai tempat pertemuan, berasal dari suku yang sama dengan Abu Bakar.[6] Suku-suku yang ikut serta dalam persekutuan ini diantaranya Bani Hashim, Bani Zuhra dan Bani Taym; sedangkan Bani Nawfal dan Bani Umayah tidak ikut serta.[1]

Persekutuan yang dikenal sebagai Hilf al-Fudul ini menandai tegaknya keadilan di Mekkah, khususnya dalam masalah perniagaan. Nilai-nilai dalam kesepakatan ini kemudian diterapkan oleh Muhammad ketika mulai menyebarkan Islam.[7] Aspek Lain dari adanya Hilf al-Fudul adalah terbukanya perdagangan di Mekah untuk para pedangang dari luar, termasuk para pedagang dari Yaman.[8]

Warisan sunting

Husain ibn Ali pernah mengancam Medinah gubernur, karena dianggap tidak berlaku adil. Husain mengancam akan membawa kasusnya ke anggota Hilf al-Fudul.[9]

Anas bin Malik melihat perjanjian sebagai contoh libertarianisme dalam Islam,[10][bukan di catatan yang diberikan] dan Anthony Sullivan melihat hal ini sebagai bukti demokrasi dalam Islam.[11]

Lihat juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b Ibrahim, Mahmood (Aug., 1982).
  2. ^ a b c Lings, Martin (1983).
  3. ^ Najeebabadi, Akbar Shah.
  4. ^ a b c Ramadan, Tariq (2007).
  5. ^ Chelhod, Joseph (Nov., 1991).
  6. ^ Khalifa Abu Bakr.
  7. ^ Peterson (2006), p. 43
  8. ^ Watt, W. M. Muhammad: Prophet and Statesman.
  9. ^ By M Th Houtsma.
  10. ^ Malik, Anas.
  11. ^ Sullivan, Antony T. Islam, America, and the political economy of liberty Diarsipkan 2016-06-17 di Wayback Machine.