Hoho

Syair Nias, Sumatra Utara, Indonesia

Hoho adalah syair-syair berisi mitos, sistem keagamaan, sejarah, dan hukum tradisional Nias. Biasanya dituturkan oleh imam tradisional yang disebut ere. Hoho berarti angin yang berembus sepoi-sepoi.[1] Artinya, Hoho disampaikan dengan suara dan ekspresi khas sehingga menarik untuk didengar. Hoho digunakan sebagai media penyebarluasan pesan, nilai-nilai, dan kearifan lokal masyarakat. Hoho juga kadang digunakan untuk mengungkap ekspresi perasaan atau pikiran. Oleh sebab itu, Hoho tidak dapat dipisahkan dari siklus hidup manusia mulai dari kelahiran, perkawinan, hingga kematian. Hoho berkembang di setiap daerah di Nias berdasarkan keahlian penutur dalam menyampaikan suatu cerita. Tidak ada versi baku materi yang disampaikan melalui Hoho, sehingga satu cerita dapat terdiri dari berbagai versi. Sejumlah syair Hoho telah didokumentasikan oleh W.L. Steinhart sejak tahun 1973.[2]

Hoho Wangowai Dome

sunting

Hoho ini dituturkan di pesta pernikahan saat ada Tari Maena. Hoho ini juga adalah hiburan dalam pernikahan sejak dulu. Karenanya, jika tidak dituturkan, para tamu akan mengeluh dengan berkata, “Lö’ami dödöda ba waelöwa Balugu da’ö börö melö maena" yang adalah frasa kekecewaan. Lirik hoho berisi pujian kepada kedua pengantin. Ia disyairkan dengan riang. Pesan budaya tak rasional di pernikahan “Bowo sebuaböwö sebua” ‘jujuran yang mahal’ yang disebutkan dalam hoho telah menjadi kosakata terkenal di pernikahan.[3]

Hoho Famadaya Hasi Zimate

sunting

Disyairkan di penguburan seorang ayah. Isinya penuh dengan pesan religius dan doa.[3]

Hoho Moyo

sunting

Disyairkan saat menarikan Tari Moyo di pesta owasa sebagai hiburan. Berisi ungkapan hati seorang wanita yang menentang keinginan orang tuanya menjodohkan dirinya, penuh dengan kesedihan, kemarahan, dan penolakan.[3]

Hoho Faluaya

sunting

Mengiringi tari Faluaya. Menunjukkan ungkapan kebahagiaan atas kemenangan yang diraih di medan perang. Ia menceritakan kegagahan para pria yang menang perang.[3]

Hoho Fondroro Asu

sunting

Sebagian orang menyebutnya Hoho fame asu, konon ini dituturkan saat kaum laki-laki ingin berburu ke hutan. Isinya berupa Doa untuk izin kepada Sowanua (Dewa pemilik hutan dan binatang liar) dan kata-kata untuk membangkitkan semangat saat berburu, ucapan syukur atas hasil buruan dan lain sebagainya.

Böli-Böli

sunting

Adalah jenis Hoho yang konon sering ditemukan dan didengar di Nias bagian selatan. Hoho jenis ini sering dituturkan sebagai hiburan di Fale-fale (semacam tempat duduk depan rumah untuk berkumpul-kumpulan). Böli-böli berisi syair tentang Asal-usul nias, cerita para dewa dan leluhur. Biasanya dilantunkan dengan nada bak lagu dengan iringan ketukan meja, sehingga para pendengar bisa mendengar cerita sambil terhibur dengan alunan ketukan jari.

Seiring berkembangnya zaman Böli-böli sering dicampur dengan cerita kehidupan pribadi seseorang yang ingin ia ucapkan dan dituangkan lewat syair jenis ini. Selain itu, hoho ini bisa juga di ucapkan secara bergilir.

Beberapa hoho lain, di antaranya Hoho Si Tolu Nawua dan Hoho Si Tolu Famena.

Referensi

sunting
  1. ^ Pencatatan Hoho sebagai Warisan Budaya Takbenda Oleh Kementerian Pendidikan
  2. ^ Maier(1990), hlm. 137-182.
  3. ^ a b c d ZUCHRIDIN, Telaumbanua, Sadieli 1. SYAFE'IE, IMAM ; 2. SURYAWINATA, (2006-05-15). Mitos asal usul kejadian dalam Hoho masyarakat Nias, Sumatera Utara / oleh Sadieli Telambanua. Disertasi (Pascasarjana)--Universitas Negeri Malang. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. OCLC 1029130606. 

Dafar Pustaka

sunting
MAIER, H. (1990). Stories from Nias: W.L. Steinhart and Fözi Dzihönö. Nias: Tribal Treasures.