Homo wajakensis
Fosil manusia wajak yang pertama ditemukan pada tahun 1888 oleh Vincent Zefanya.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
Subspesies:
H. wajakensis

Homo wajakensis (Manusia Wajak) adalah manusia purba[1] yang pernah hidup di Indonesia. Fosil Homo wajakensis ditemukan oleh van Rietschoten pada tanggal 24 Oktober 1888 (Theunissen, 1989 dalam Storm, 1995) di sebuah ceruk di lereng pegunungan karst di barat laut Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Pada tanggal 31 Oktober 1888 C.Ph. Sluiter menerima surat dari van Rietschoten yang kemudian dibacakan dalam pertemuan Koninklijke Natuurkundige Vereniging (Royal Society of Natural Sciences) pada tanggal 13 Desember 1888. van Rietschoten menjabarkan bahwa fosil tengkorak tersebut ditemukan saat eksplorasi pertambangan marmer, meskipun kondisi tengkorak hancur, terdapat empat gigi geraham yang masih menempel di rahang. Pada tanggal 21 Desember 1888, Sluiter mengirim surat tentang kabar penemuan fosil tersebut ke Eugene Dubois yang pada saat itu sedang melakukan penelitian di Sumatra. Pada tanggal 11 April 1889, Sluiter membacakan reaksi Dubois terhadap kabar tersebut pada pertemuan Royal Society of Natural Sciences, Dubois menyebutkan bahwa Manusia Wajak lebih mirip ke tipe Papua daripada tipe Malay. Dubois kemudian berangkat ke Jawa dan pada tanggal 9 Juni 1890 Dubois melakukan ekskavasi di lokasi penemuan tengkorak Manusia Wajak oleh van Rietschoten (Wajak-1). Hasil ekskavasi tersebut hanya menemukan tulang hewan yang diduga merupakan rusa. Ekskavasi dilanjutkan pada akhir September 1890 hingga Oktober 1890 dan Dubois berhasil menemukan spesimen Manusia Wajak (Wajak-2) serta fragmen-fragmen dari berbagai jenis mamalia.

Pada bulan Oktober hingga Desember 1890, Dubois juga berhasil menemukan fosil Hoekgrot atau red painted skeleton di sebuah goa yang disebut sebagai eastern corner cave karena lokasinya berada di sebelah timur lokasi penemuan spesimen Wajak-1 dan Wajak-2 (Wajak Site). Selain itu, ekskavasi yang dilakukan pada tanggal 28 Desember 1890 hingga 4 Januari 1891 juga berhasil menemukan spesimen fragmental tulang manusia dan beberapa jenis fauna. Lokasi penemuan terakhir ini disebut sebagai Kecil Site, Goa Kecil Site atau juga Western Cave karena lokasinya yang berada di sebelah barat Wajak Site.

Temuan Wajak menunjukkan bahwa sekitar 40,000 tahun yang lalu Indonesia sudah didiami oleh Homo sapiens yang rasnya sukar dicocokkan dengan ras-ras pokok yang terdapat sekarang, hingga manusia Wajak dapat dianggap sebagai suatu ras tersendiri. Diperkirakan dari manusia Wajak inilah sub-ras Javanese Indonesia dan turut pula berevolusi menjadi ras Austromelanesoid sekarang (hingga tahun 2024 belum dapat dibuktikan secara genetik dan belum pula ditemukan bukti-bukti pendukung lain yang memadai).

Ciri-ciri

sunting

Pada fosil perempuan memiliki ciri muka yang datar dan lebar, akar hidung lebar dan bagian mulut menonjol sedikit. Dahinya agak miring dan di atas matanya terdapat busur kening nyata. Serta mempunyai volume otak sekitar 1.630 cc.

Pada fosil laki-laki perlekatan otot sangat nyata. Langit-langit juga dalam. Rahang bawah serta gigi memiliki ukuran yang besar. Kalau menutup gigi maka muka atas akan mengenai muka bawah. Dari tulang pahanya dapat diperkirakan tubuhnya setinggi 173 cm.

Dengan demikian manusia wajak bertubuh tinggi dengan isi tengkorak yang besar. Wajak sudah termasuk Homo sapiens, jadi sangat berbeda ciri-cirinya dengan Pithecanthropus. Manusia wajak mempunyai ciri-ciri baik Mongoloid maupun Austromelanesoid.

Makanannya sudah dimasak walaupun masih sangat sederhana. Tengkorak Homo Wajakensis memiliki banyak persamaan dengan tengkorak penduduk asli suku Aborigin di Australia. Oleh karena itu, Eugene Dubois menduga bahwa Homo Wajakensis termasuk dalam ras Australoide, bernenek moyang Homo Soloensis dan menurunkan bangsa Aborigin. Fosil Homo Wajakensis juga memiliki kesamaan dengan fosil manusia Niah di Serawak Malaysia, manusia Tabon di Palawan, Filipina, dan fosil-fosil Australoid dari Cina Selatan, dan Australia Selatan.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ "nextwapblog.com". kelaskita.nextwapblog.com. Diakses tanggal 2019-11-28. 
  2. ^ "Manusia Purba di Indonesia". indonesiaindonesia.com. Diakses tanggal 2019-11-28. 

[1][2]

  1. ^ Storm, Paul (1995). "The evolutionary significance of the Wajak skulls". Scripta Geologica. 110: 1–247. 
  2. ^ Aziz, Fachroel dan John de Vos (1989). "Rediscovery of the Wadjak Site (Java, Indonesia)". J. Anthrop. Soc. Nippon. 97 (1): 133–144.