Hubungan Jepang dengan Taiwan

(Dialihkan dari Hubungan Jepang-Taiwan)

Setelah Komunike Bersama Jepang-RRT pada 1972, Jepang mencabut pengakuan terhadap Republik Tiongkok (Taiwan) sebagai pemerintahan resmi tunggal dari China. Namun, Jepang memiliki hubungan tingkat pekerjaan non-pemerintahan dengan Taiwan.[1]

Hubungan Taiwan-Jepang
Peta memperlihatkan lokasiJepang and Taiwan

Jepang

Taiwan
Misi diplomatik
Asosiasi Pertukaran Jepang–Taiwan Kantor Perwakilan Ekonomi dan Kebudayaan Taipei di Jepang
Menara Tokyo, 2021
Para anggota prefektur Iwate berterima kasih kepada Taiwan setelah gempa bumi tahun 2011

Sejarah

sunting

Pada 1600an, terdapat perdagangan antara Jepang dan Taiwan. Belanda mengkolonisasi Taiwan sebagai basis dagang dengan Jepang pada 1924. Pada era Kerajaan Tungning (1662–83), Jepang membawa kulit rusa, gula dan sutra dari Taiwan dan menjual metal presius, porselen, senjata dan pakaian kapas. Uang Jepang dipakai di taiwan pada masa itu dan para pedagang Jepang diijinkan tinggal di Keelung.[2][3][4]

Pada 1874, pasukan Jepang menginvasi selatan Taiwan untuk menyerang suku-suku penduduk asli, dalam membalas pembunuhan 54 prajurit Ryukyu pada 1871.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ http://www.mofa.go.jp/region/asia-paci/taiwan/pdfs/japan-taiwan_relations.pdf
  2. ^ 《台灣史101問》,頁109
  3. ^ 《臺灣政治史》,頁62-63
  4. ^ "鄭氏時期總論". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-06-29. Diakses tanggal 2017-07-31. 

Bacaan tambahan

sunting
  • Cohen, J 1973 The Dynamics of China's Foreign Relations, p. 50-56, Harvard University Press, Cambridge
  • Iriye, A. Cohen, W 1989 The United States and Japan in the Postwar World, p. 21-34, The University Press of Kentucky, Lexington
  • Hu, S. ‘Japan and the Cross-Taiwan Strait Conflict,’ Journal of Chinese Political Science, Vol. 11, No. 2 (Fall 2006): pp. 83–103.
  • Schonberger, H 1989 Aftermath of War - Americans and the Remaking of Japan, 1945–1952, p. 275-285, The Kent State University Press, Kent
  • Wilkins, Thomas, ‘Taiwan-Japan Relations in an Era of Uncertainty’ Asia Policy, Vol. 13, (January 2012), pp. 113–132.

Pranala luar

sunting