Hukum pemotongan kelamin perempuan menurut negara

Status hukum dari pemotongan kelamin perempuan (female genital mutilation/FGM), yang dikenal sebagai pemotongan alat kelamin perempuan (female genital cutting/FGC) sangat berbeda di seluruh dunia

Ikhtisar masalah sunting

Perspektif geografis sunting

 
  Specific criminal provision or national law prohibiting FGM
 
Undang-undang FGM oleh negara bagian AS :
  State law criminalises FGM

Dalam hukum internasional terdapat konsensus bahwa pemotongan kelamin perempuan merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang perlu dihukum dan dihapus prakitknya di seluruh dunia. Instrumen internasional hak asasi manusia yang berlaku termasuk perjanjian global dan regional, konvensi, protokol, deklarasi, resolusi dam rekomendasi seperti Rekomendasi Umum Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita No. 14 (1990)[1]:11, Pasal 5 dari Protokol Maputo[1]:24, Deklarasi Kairo untuk Penghapusan Pemotongan Kelamin Perempuan (CDEFGM, 2003)[1]:21, Pasal 38 dari Konvensi Istambul (2011)[2]:35, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Nomor 5.3 (2015)[1]:19, Peraturan Pelarangan Pemotongan Kelamin PerempuanKomunitas Afrika Timur (EAC Act, 2016)[1]:20–21, dan Resolusi Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 38/61[1]:19.

Upaya global untuk mengakhiri hal ini, termasuk penuntutan pidana, telah lama difokuskan di Afrika, dimana sebagian besar negara-negara masih secara tradisional melaksanakan praktik FGM dan kampanye anti-FGM cukup berhasil pada 1990an sampai dengan 2010-an,[3] tetapi praktik tradisional FGM di negara Asia dan komunitas imigran di negara-negara yang tidak memiliki tradisi FGM kurang diperhatikan.[3][4][5] Pada Maret 2020 laporan dari End FGM European Network, U.S. End FGM/C Network and Equality Now menemukan bahwa praktik FGM masih dilakukan setidaknya di 92 negara di seluru benua,[3] sementara 51 negara yang masih melakukan hal tersebut telah menetapkan bahwa tindakan FGM merupakan tindakan yang bisa dipidana.[1]

FGM sudah menjadi tindakan ilegal di 22 negara dari 28 negara yang lazim melakukan FGM di Afrika pada September 2018.[6] Sudan telah mengkriminalkan tindakan FGM pada April 2020.[7]

Dibeberapa negara barat, dimana FGM tidak dipraktikan secara tradisional tetapi dimana imigran dari negara-negara yang secara tradisional mempraktikan FGM pindah pada abad ke-20 dan ke-21 juga mengkriminalkan praktik FGM (12 negara pada November 2008).[8] Sampai dengan 2013, tindakan FGM telah dikriminalkan di 27 negara-negara Uni Eropa (termasuk Britania Raya) dan Kroasia[2]:45.

Di Amerika Serikat, FGM merupakan tindakan kriminal secara federal sejak 1996 dan di 17 dari 50 negara bagian selama 1994–2006.[8] Walaupun begitu, peraturan federal mengkriminalisasian FGM dinyatakan tidak konstitusional berdasarkan pengadilan Michigan pada November 2018, sebagian besar karena hakim menemukan bahwa pemerintahan federal tidak memiliki otoritas untuk membuat peraturan terkait dengan isu tersebut dan negara bagian yang memiliki otoritas.[9] Pada saat keputusan ini keluar, 27 negara bagian memiliki peraturan mengkriminalkan tindakan FGM,[9] dan kasus yang sedang berada di pengadilan mendorong negara-negara bagian lain untuk ikut mengkriminalkan tindakan tersebut.[9][10] Pada Maret 2020, tindakan ini ilegal di 35 dari 50 negara bagian,[3] dan pada Mei 2020 tindakan ini dilarang di 38 dari 50 negara bagian.[11]

Metode hukum sunting

Cara legislasi (dan biasanya kriminalisasi) dari tindakan FGM diberlakukan berbeda pada setiap negara. Beberapa konstitusi negara melarang tindakan FGM, yang lain mengadopsi undang-undang khusus untuk mengkriminalkan tindakan FGM, beberapa memasukan pelarangan tinakan FGM di undang-undang pidana yang lebih luas perlindungan anak, kekerasan terhadap wanita, kekerasan seksual atau kekerasan fisik[2]:45.[6] Di negara-negara anggota Uni Eropa terdapat kecenderungan kriminalisasi tindakan FGM pada ketentuan pidana khusus dibandingkan dengan ketentuan pidana umum, pada 2013, 10 negara dari 28 anggota Uni Eropa (termasuk Kroasia dan Britania Raya) telah melakukan hal tersebut[2]:45. Pada Maret 2020, Estonia, Jerman, Malta, dan Portugal memperkenalkan ketentuan eksplisit yang mengkriminalkan pelaku FGM, hal ini menjadikan 14 dari 27 negara anggota Uni Eropa memiliki peraturan khusus anti FGM[1]:25–26.

Menteri India untuk Pengembangan Anak dan Wanita Maneka Gandhi menyatakan pada 2017 bahwa Kitab Undang-undang Hukum Pidana India tahun 1860, KUHP India tahun 1973, dan Undang-Undang Perlindungan Anak dari Kejahatan Seksual (Protection of Children from Sexual Offences Act/POCSO Act) dapat digunakan untuk menuntut kasus FGM dan peraturan yang dikhususkan untuk menghukum pelaku FGM tidak diperlukan.[12]

FGM lintas batas dan ekstrateritorial sunting

Kadang tindakan FGM dilakukan lintas batas di negara yang masih membolehkan tindakan tersebut guna menghindari tuntutan di negara tempat pelaku tinggal (sebagai contoh, di Mali oleh penduduk dari Burkina Faso atau di Somalia oleh penduduk dari Kenya)[6]:48. Pada September 2018, Guinea-Bissau, Kenya, dan Uganda adalah beberapa negara-negara di Afrika yang menghukum tindakan FGM lintas batas[6]:49. Di negara-negara Uni Eropa, legislator telah menerapkan prinsip legal dari ekstrateritorialitas untuk menghukum praktik FGM ketika hal tersebut dilakukan di luar teritorial Uni Eropa kepada perempuan yang tinggal di Uni Eropa yang melakukan FGM atau berisiko menerima FGM di negara mereka lahir atau negara orang tua mereka ketika liburan atau berkunjung[2]:45.

Hukum menurut negara sunting

Lihat juga sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h "Female genital mutilation/cutting: a call for a global response" (PDF). End FGM European Network, U.S. End FGM/C Network and Equality Now. March 2020. Diakses tanggal 4 May 2020. 
  2. ^ a b c d e "Female genital mutilation in the European Union and Croatia" (PDF). European Institute for Gender Equality. 2013. Diakses tanggal 3 May 2020.  (pdf)
  3. ^ a b c d Liz Ford (17 March 2020). "True numbers of FGM victims could be far higher as countries fail to record cases". The Guardian. Diakses tanggal 3 May 2020. 
  4. ^ Batha, Emma (30 January 2017). "In parts of Asia and Middle East, female genital mutilation a hidden ritual". Reuters. Diakses tanggal 4 August 2018. 
  5. ^ Piecha, Oliver M. (1 December 2013). "No "African problem"". Stop FGM Middle East. Diakses tanggal 5 August 2018. 
  6. ^ a b c d "The law and FGM. An overview of 28 African countries" (PDF). 28 Too Many. September 2018. hlm. 22. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-06-30. Diakses tanggal 2 May 2020. 
  7. ^ Declan Walsh (30 April 2020). "In a Victory for Women in Sudan, Female Genital Mutilation Is Outlawed". The New York Times. Diakses tanggal 5 May 2020. 
  8. ^ a b "Female Genital Mutilation (FGM): Legal Prohibitions Worldwide". Center for Reproductive Rights. 12 November 2008. Diakses tanggal 2 May 2020. 
  9. ^ a b c Samantha Schmidt (22 November 2018). "Judge rules that federal law banning female genital mutilation is unconstitutional". The Washington Post. Diakses tanggal 6 May 2020. 
  10. ^ "Seven American states have criminalised FGM this year". The Economist. 30 May 2019. Diakses tanggal 6 May 2020. 
  11. ^ "FGM Legislation by State". AHA Foundation. Diakses tanggal 6 May 2020. 
  12. ^ Feeds, PTI (4 August 2017). "IPC, POCSO enough to deal with female genital mutilation: Govt". India.com. Diakses tanggal 5 May 2020. 

Pranala luar sunting