Penjara seumur hidup

Bentuk suatu hukuman

Penjara seumur hidup adalah suatu bentuk hukuman penjara untuk suatu kejahatan serius yang secara nominal berarti adalah seluruh sisa umur tahanan, tapi pada kenyataannya meliputi periode yang bervariasi antar berbagai yurisdiksi. Banyak negara menerapkan rentang waktu maksimum yang memungkinkan untuk penahanan (biasanya 50 tahun) dan kadang memberikan peluang pembebasan bersyarat (parole) setelah jangka waktu tertentu.

Penerapan hukuman penjara seumur di seluruh dunia:[1]
  Penjara seumur hidup diterapkan sebagai hukuman
  Penjara seumur hidup diterapkan sebagai hukuman dengan pembatasan tertentu
  Penjara seumur hidup tidak digunakan/telah dihapuskan
  Penerapan tidak diketahui

Pada yurisdiksi yang tidak menerapkan hukuman mati, penjara seumur hidup dianggap merupakan hukuman kriminal yang paling berat, terutama jika tanpa kesempatan pembebasan bersyarat.

Penerapan

sunting

Indonesia

sunting

Di Indonesia, hukuman penjara seumur hidup (bahasa Belanda: levenslange gevangenisstraf)[2] merupakan salah satu dari dua bentuk hukuman penjara yang diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penjara seumur hidup menurut KUHP bukan berarti seseorang dihukum penjara selama usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan, melainkan pidana tersebut dijalankan sampai akhir hidup terpidana di penjara.[3][4]

Penjara seumur hidup adalah bentuk dari pidana pokok yang dapat dijatuhkan oleh hakim, yang berarti ia dapat dijatuhkan secara berdiri sendiri atau ditambah dengan pidana tambahan.[5] Pasal 67 KUHP mengatur bahwa orang yang sudah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu (ontzetting van bepaalde rechten) dan pengumuman putusan hakim (openbaarmaking van de rechterlijke uitspraak).[6] Dalam terjemahan Wetboek van Stafrecht voor Nederlandsch-Indie dalam bahasa Melayu yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1931, larangan ini juga mencakup perkecualian bagi "merampas barang-barang jang telah ditangkap" (verbeurdverklaring van reeds in beslag genomen voorwerpen).[2]

  1. Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu (de gevangenisstraf is levenslang of tijdelijk)[2]
  2. Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.
  3. Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan pasal 52.
  4. Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.[7]

Pasal 53 KUHP mengatur bahwa percobaan untuk melakukan tindak pidana yang diancam hukuman penjara seumur hidup dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.[8] Pasal 57 KUHP mengatur bahwa membantu melakukan tindak pidana yang diancam hukuman penjara seumur hidup juga dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.[9]

Antara delik pidana yang diancam hukuman penjara seumur hidup dalam KUHP adalah:

  • Tindak pidana terhadap keamanan negara (Pasal 104, 106, 107 ayat 2, 108 ayat 2, 111 ayat 2, 124 ayat 2, dan 124 ayat 3);
  • Tindak pidana terhadap negara sahabat dan terhadap kepala negara sahabat (Pasal 140 ayat 3);
  • Tindak pidana yang membahayakan kepentingan umum (Pasal 187, 198, 200, 202 ayat 2], dan 204 ayat 2);
  • Tindak pidana terhadap nyawa (Pasal 339 dan 340);
  • Pencurian yang disertai oleh kekerasan atau ancaman kekerasan (Pasal 365 ayat 4);
  • Pemerasan dan pengancaman (Pasal 368 ayat 2);
  • Tindak pidana pelayaran (Pasal 444);
  • Tindak pidana penerbangan (Pasal 479 f sub b, 479 k ayat 1 dan 2, dan 479 ayat 1 dan 2).[10]

Pelaksanaan penjara seumur hidup pada KUHP juga dibatasi oleh beberapa ketentuan:

  • Terpidana penjara seumur hidup merupakan salah satu dari tiga golongan yang tidak boleh diserahi pekerjaan di luar tembok tempat ia menjalani hukuman pidananya;[11]
  • Kewenangan jaksa untuk menuntut sebuah tindak pidana (statute of limitation) yang diancam hukuman penjara seumur hidup hapus karena daluarsa setelah 18 tahun.[12]

Pada peraturan pidana di luar KUHP (hukum pidana khusus), juga terdapat beberapa delik yang diancam hukuman penjara seumur hidup, yaitu:

  • Tindak pidana korupsi (Pasal 2 ayat 1 dan 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi);
  • Tindak pidana terorisme (Pasal 6, 7, 8 9, 10, 10A ayat 1, 14, 15, dan 16 UU No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme);
  • Tindak pidana terhadap hak asasi manusia (Pasal 36, 37, dan 41 UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia);
  • Tindak pidana narkotika (Pasal 111 ayat 2, 112 ayat 2, 113 ayat 2, 114 ayat 1, 114 ayat 2, 115 ayat 2, 116 ayat 2, 118 ayat 2, 119 ayat 2, dan 121 ayat 2 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika);
  • Tindak pidana psikotropika (Pasal 59 ayat 2 UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika).[13]

Rujukan

sunting
  1. ^ "Life imprisonment". life-imprisonment.html. [pranala nonaktif permanen]
  2. ^ a b c Wetboek van Stafrecht voor Nederlandsch-Indie / Kitab Oendang-oendang Hoekoeman bagi Hindia-Belanda. Weltevreden: Balai Poestaka. 1931. 
  3. ^ Rachmadsyah, Shanti (24 Juni 2010). "Pidana Seumur Hidup". HukumOnline.com. Diakses tanggal 10 Agustus 2020. 
  4. ^ Saputra, Andi (2 Juni 2015). "Catat! Hukuman Seumur Hidup Artinya Terpidana Sampai Mati di Penjara". detikcom. Diakses tanggal 10 Agustus 2020. 
  5. ^ Ayu Pramesti, Tri Jata (6 Desember 2017). "Arti Pidana Pokok dan Pidana Tambahan". HukumOnline.com. Diakses tanggal 10 Agustus 2020. 
  6. ^ Pasal 67 KUHP.
  7. ^ Pasal 12 KUHP.
  8. ^ Pasal 53 KUHP.
  9. ^ Pasal 57 KUHP.
  10. ^ Kokong, A. S. (2012). "Pidana Penjara Seumur Hidup dalam Sistem Pemidanaan". Lex Crimen, 1 (2).
  11. ^ Pasal 25 KUHP.
  12. ^ Pasal 78 ayat 1 angka 4 KUHP.
  13. ^ Renggong, Ruslan (2016). Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-delik di Luar KUHP. Jakarta: Prenadamedia Group. ISBN 978-602-422-917-7.